Beranda / Romansa / Supirku Sayang / Butuh Pertolongan

Share

Butuh Pertolongan

Penulis: Ria Fachria
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-20 21:34:02

Sheila menerima panggilan sidang. Ia amat murka karenanya. Entah berapa gelas dan piring yang pecah setelah surat itu dibaca.

"Pak Rahman. Mana Pak Rahman?" cecarnya pada Mak Cik Limah di dapur. 

"Tenanglah Sheila. Ada apa sebenarnya?" Limah tidak paham mengapa tiba-tiba Sheila mengamuk hari ini. Padahal ia belum melakukan kegiatan apapun dan belum pergi ke mana-mana.

"Sheila bilang, mana Pak Rahman!" teriaknya membuat Limah terperanjat.

"Sheila! Berhenti bersikap kekanak-kanakan!" Perintah Papa yang baru tiba dari ruang tengah.

Sheila kaget mendengar suara Banta.

"Papa!"

"Lihat ni, Pa. Pak Rahman. Sheila jadi dipanggil ke persidangan gara-gara dia." Sheila mendekati Banta. Tangannya bergelayut di lengan Banta sembari memperlihatkan sebuah surat panggilan.

Banta membenarkan letak kaca matanya. 

Kemudian mengeratakkan gerahamnya.

"Sheila, Sheila. Dengarkan Papa dulu," ucapnya menenangkan gadis cantik berambut pendek di depannya.

"Papa yang meminta Pak Rahman agar tak ikut campur urusanmu," 

"Papa." Sheila melepaskan pelukannya di lengan Banta.

Ia menggeleng dan meninggalkan Banta.

"Sheila! Sheila!" Teriak Banta memanggil Sheila yang telah berlari jauh meninggalkannya.

Netra Banta berkedip beberapa kali melihat kepergian Sheila. Sungguh ia tak menyangka telah membesarkan anak menjadi momok yang menakutkan bagi dirinya sendiri.

Sheila berlari kencang menuju halaman rumah. Ia tidak tahu harus ke mana. Dalam amarahnya ia berlari dan menabrak seseorang hingga terpental. 

"Br*ngs*k,"

"Kalau jalan pake mata, dong. Main tabrak aja," maki Sheila yang merasa kesakitan. Susah payah ia bangkit kembali menegakkan kakinya.

Pemuda di depannya mengulurkan tangan untuk membantu. Seketika Sheila kaget, karena ternyata itu adalah pemuda yang ditabraknya tempo hari.

"Ka, ka, kau?" 

"Ngapain ke sini? Kamu pasti mau memeras aku, bukan?" Tuding Sheila.

Telunjuknya mengarah ke muka pemuda itu. Ia terus berjalan mendekati pemuda di depannya. Pemuda itu hanya menggeleng dan mundur selangkah demi selangkah ke belakang.

"A, aku tidak tahu kalau kamu tinggal di sini," ujar pria itu. Ia tampak gelagapan. Matanya membulat seakan melihat setan. Zaid sungguh tak menyangka akan bertemu Sheila di sini.

"Satpam! Satpam!"

"Mana satpam?"

"Lekas kemari dan usir lelaki ini!"

Dua orang satpam berlari mendekati Sheila. Mereka terkejut mendapatkan tugas mengusir Zaid. Karena mereka yang mengizinkan Zaid masuk atas perintah Mak Cik Limah.

"Lihat apa kalian?" Bentak Sheila saat melihat satpam saling pandang satu sama lain.

"Lekas usir si brengsek ini"

"Huh! Dasar nggak berguna!" 

"Nggak becus. Memasukkan orang sembarangan," 

"Lain kali lihat dulu siapa orangnya. G*bl*k." Sheila terus mencaci pekerja di rumahnya.

Ia pun berlari kembali ke dalam rumah.

"Bikin hilang mood orang aja. Disuruh jaga rumah aja nggak becus," gerutu Sheila. Ia membanting pintu rumah sampai membuat Mak Cik Limah yang berada di dapur ikut terperanjat.

"Ada apa Sheila?" tanya perempuan yang hampir seusia papanya.

"Itu, satpam s**l*n," 

"Berani-beraninya bawa masuk sembarangan orang ke mari," 

Sheila berlalu. Ia berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya.

Tinggallah Mak Cik Limah yang geleng-geleng kepala melihat kelakuannya yang kekanak-kanakan.

"Ayo saya antar ke Mak Cik Limah," ajak seorang satpam.

Mereka lantas menuju ke rumah.

Mak Cik Limah ternyata sudah berada di depan pintu rumah, karena baru selesai berbicara dengan Sheila. Ternyata yang membuat Sheila marah adalah kehadiran Zaid, keponakannya. Wanita itu heran, mengapa Sheila begitu marah hingga mengusir keponakannya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di rumahnya. Padahal, setahunya Sheila tak mengenal Zaid. Pemuda itu datang pertama kalinya ke rumah Sheila atas permintaan Limah. Rencananya ia akan menjadi supir Sheila. 

Sheila tidak tahu kalau tanpa sepengetahuannya, Mak Cik Limah telah meminta Zaid menjadi supir Sheila. Entah untuk ke berapa kalinya ia meminta Zaid bekerja di rumah itu. Namun Zaid senantiasa menolak permintaan Mak Cik Limah. Meskipun menurut Mak Cik Limah gajinya cukup besar karena ia akan bekerja tak hanya sebagai supir, namun juga pengawal Sheila. Sejak tidak memiliki supir dan pengawal, Papa melarang Sheila melakukan kegiatan di luar. Papa khawatir karena kecerobohan dan emosinya yang meledak-ledak tak ada yang mendampingi dan membantu anak gadis semata wayangnya. Perlakuan Banta itu tentu saja membuat gadisnya stress. Karena Sheila tidak suka berada di rumah sepanjang hari. Ia lebih suka mengabiskan waktu di mall dan cafe-cafe kesukaannya. Meski Papa telah memintanya untuk makan di rumah walau kemanapun ia pergi, tapi Sheila tak pernah mengindahkan. Jika ia jalan ke mall dan waktu makan telah tiba, ia tak sungkan menghabiskan uangnya untuk makan siang di situ. Lalu beraktivitas kembali. Padahal Mak Cik Limah selalu menyiapkan makanan di rumah dan meminta Sheila makan di rumah saja. 

Namun Sheila tak peduli. Untuk apa punya duit banyak kalau tidak bisa dipergunakan? Ia merasa bebas semaunya menggunakan kartu kredit di mana-mana dan dalam sekejap dapat menghabiskan puluhan hanya untuk berbelanja pakaian dan perhiasan. 

Banta Mustafa tak pernah tahu apa saja yang dibelanjakan Sheila dengan kartu kredit di tangannya. Ia hanya melunasi saja tagihan kartu itu setiap bulan. Sheila satu-satunya anak yang dimiliki. Mau ke mana lagi ia akan membawa uang yang telah dicarinya siang dan malam jika bukan untuk Sheila. Ia tak tahu jika kebiasaan itu telah menjerumuskan Sheila menjadi pribadi yang konsumtif dan seenaknya saja dalam berbuat.

Banta tak pernah merasa itu sebuah kesalahan. Karena menurutnya sudah selayaknya seorang ayah membahagiakan anak-anaknya. Ia pikir, dengan demikian akan menutupi kasih sayang seorang ibu yang tak pernah bisa diberikannya pada anak gadisnya itu. Rasa iba dan kasihan pada Sheila yang tak pernah merasakan cinta dan kasih sayang seorang ibu telah membuat Sheila tumbuh menjadi seorang gadis manja, keras kepala dan susah diatur. 

Banta tak pernah berpikir untuk memberikan ibu baru untuk Sheila. Selama ini ia beranggapan, wanita-wanita di luar sana hanya mengincar hartanya saja. Ia begitu khawatir wanita-wanita itu akan menyakiti Sheila jika menjadi ibu tiri. Banta tak ingin Sheila merasakan penderitaan karena memiliki ibu sambung. Toh, selama ini ada Limah yang senantiasa sayang pada Sheila dan merawatnya penuh kasih selayak anak sendiri. Meskipun selama ini Limah lebih cenderung menurut saja apa yang diinginkan Sheila. Semua rasa iba kepada Sheila dari penghuni rumah, telah mendidik Sheila menjadi pribadi yang rumit dan selalu merasa benar sendiri.

"Zaid, kau datang juga rupanya," sambut Mak Cik Limah saat melihat kehadiran keponakannya.

"Kau makin tampan sekarang." Ia menangkupkan tangannya pada kedua pipi Zaid yang mulai kemerahan karena malu. Ia segera memindahkan tangan Mak Ciknya dari wajahnya yang bersemu merah.

Kedua tangan Zaid dimasukkan ke dalam saku. Ia melihat ujung jari kaki dan tersenyum simpul. anak rambutnya yang menutupi dagu, ikut bergerak seiring tatapannya yang menunduk. Gerakan itu semakin menambah aura tampannya. Diam-diam, dari balkon atas Sheila memperhatikannya sebelum masuk ke kamarnya.

"Jadi dia keponakan Mak Cik Limah?" Batin Sheila.

"What's the hells going on here!" Cicitnya. Sheila benar-benar salah tingkah. Ia tak menduga masalahnya menjadi bertambah rumit. Kenapa ia harus berurusan dengan keponakan wanita yang telah membesarkannya. 

Selama ini, meski ia acapkali marah-marah, tapi ia amat menyayangi Mak Cik Limah. Bahkan ia menganggap Limah adalah ibu kandungnya sendiri. Suatu ketika ia pun pernah mengusulkan Banta menikahi Limah agar resmi menjadi ibu Sheila.

Namun, tentu saja perbedaan status sosial membuat Banta tak bisa memenuhi keinginan Sheila. Hingga akhirnya, tak ada seorang wanita pun yang ingin dijadikan ibu sambung bagi putri tunggalnya. Padahal Sheila amat ingin memiliki dan merasakan kasih sayang seorang ibu. Tak jarang ia bercerita tentang rasa cemburunya pada teman-teman yang memiliki ibu. Beruntungnya, ketika Sheila bercerita, Limah selalu membesarkan hatinya bahwa Ia adalah Ibu bagi Sheila meski tak terikat hubungan apapun. Namun ikatan batin antara mereka telah membuktikan kalau mereka layak disebut ibu dan anak. 

Mak Cik Limah menggandeng lengan Zaid dan mengajaknya ke dapur. Mungkin karena merasa diperhatikan seseorang, Zaid menoleh ke atas. Di sana Sheila yang terpergok memandangnya dari atas tampak pucat dan salah tingkah sendiri. Gadis itu pun berlari masuk ke kamarnya.

"B*d*b*b*ah,"

"Kenapa pula ia masuk ke rumahku?" 

Sheila berjalan hilir mudik di dalam kamarnya. Hingga ia merasa lelah dan duduk di tempat tidur. Ia melemparkan bantal-bantal ke segala arah di dalam kamarnya.

"Akhirnya kamu mau juga menjadi supir dan menjaga Sheila. Mak Cik senang mendengarnya. Kasihan dia nggak bisa bebas ke luar jalan-jalan seperti biasa," ucap Limah.

"Memangnya kenapa Mak Cik?" Zaid bertanya heran.

"Kau tidak kenal Sheila?" 

Ia menggeleng.

Mak Cik Limah tertawa.

"Kau ini bodoh atau kampungan, sih?" 

"Coba buka I*******m atau apa nama namanya itu tok-tok."

"Tik-tok barangkali Mak Cik?" 

"Iya, tik tok. Cari saja Sheila. Nanti kau akan tahu bagaimana dia," 

"Zaid, tidak pernah buka sosial media Mak Cik," Zaid mengulum senyumnya.

"Kau memang lurus-lurus saja, ya." Mak Cik menepuk pundak Zaid.

"Itulah mengapa Mak Cik merasa Sheila akan aman dalam penjagaanmu. Kau pun seorang pendidik. Pasti tahu bagaimana mengarahkan Sheila jika dia mulai aneh-aneh," 

Zaid mengangkat sebelah alisnya. Matanya nampak semakin bulat saat melihat ke arah Limah.

"Kau ini baik dan juga pintar meski tidak mencicipi perguruan tinggi."

"Sssst, gali di sini cukup besar loh. Mana tahu nanti kau pun bisa kuliah," bujuk Limah.

Zaid memutar gelas yang telah kosong di depannya. Sedari tadi, ruangan dapur yang harusnya sejuk karena angin yang berembus sepoi-sepoi masuk dari pintu dapur, menjadi panas. Padahal tidak ada kegiatan memasak sekarang. 

Entah kali ke berapa Zaid meneguk air dingin yang disediakan Limah di depannya.

"Nampaknya kau sangat haus. Dari mana saja rupanya?" cecarnya. Zaid menjadi salah tingkah dan menghentikan kegiatannya mempermainkan gelas.

"Hehehe, tidak ada Mak Cik,"

"Jadi bagaimana maksud Mak Cik ?" 

"Zaid menjadi supir dan menjaganya?" 

Limah mengangguk.

"Supir sekaligus pengawal." Limah menegaskan.

"Bagaimana kalau dia di kamar? Bagaimana kalau dia ke kamar mandi? Bagaimana kalau dia….," 

"Husss. Tak perlu sampai ke situ. Kalau di rumah kau tak perlu mengawalnya lagi. Cukup di luar saja," 

"Oh, begitu." 

Perempuan di hadapannya mengangguk. Ia merasa yakin Zaid akan menjadi supir yang cocok bagi Sheila.

"Tapi, tapi Mak Cik." 

"Udah, nggak udah pake tapi-tapian. Mak Cik tahu kau menjaga jarak dengan wanita. Bahkan bersalaman saja kau tidak mau dengan mereka. Itu tandanya kau sangat menghargai perempuan. Dengan demikian Sheila akan aman bersamamu. Mak Cik percaya." Limah menepuk dada Zaid. 

Dengan kening berkerut dan wajah serba salah, Zaid bergeming menatap Mak Ciknya. 

Wanita itu tidak tahu permasalahannya dengan Sheila. Berulangkali ia mencoba menceritakan masalah yang dihadapi dengan gadis itu, namun ia urungkan. Entah mengapa sulit sekali ia mengatakannya. Ia tak ingin merusak kepercayaan Limah selama ini padanya.

Selama ini, ia memang dikenal sebagai pemuda yang sangat menjaga jarak dengan perempuan. Jangankan menyentuh perempuan walau hanya bersalaman. Banyak gadis yang menganggapnya sombong karenanya. Berduaan dengan mereka saja sangat dihindarinya. Kini, bagaimana dia harus semobil dengan Sheila setiap bepergian? Bahkan gadis itu pun amat benci padanya

Bersambung...

Bab terkait

  • Supirku Sayang   Sheila Harus Menikah

    Suatu pagi hari yang cerah. Di halaman rumah Sheila yang tertata indah, Papa sedang sarapan pagi di meja makan mungil berwarna putih. Di atas meja itu telah tertata cangkir teh dan teko keramik berwarna putih. Di sampingnya ada roti dan selai yang tersusun rapi. Sheila sedang mengoles rotinya dengan selai kacang kesukaannya."Sheila, Papa punya sebuah keinginan. Papa harap, kamu dapat memenuhi keinginan Papa kali ini." Papa meletakkan cangkir teh itu di atas piring kecil yang terletak di meja."Kalau Sheila bisa, tentu saja Sheila akan penuhi, Pa," jawab Sheila."Papa ingin kamu menikah." Papa memandang lekat ke arah Sheila."Papa!" Sheila terkejut dengan permintaan Papa padanya."Sheila masih muda, Pa!""Kalau kamu tidak kuliah dan tidak bekerja, sebaiknya menikah saja, Sheila. Supaya hidupmu lebih berarti," ucap Papa.Sheila mengg

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • Supirku Sayang   Perjodohan

    "Mak Cik dari mana saja?" Wajah Sheila memerah karena amarah."Mak Cik baru belanja." Mak Cik Limah meletakkan barang belanjaannya.Sheila memindai sejenak barang belanjaan Mak Cik Limah."Duduklah. Mak Cik akan buatkan teh untukmu." Mak Cik Limah mengambil 2 cangkir di lemari dapur dan menatanya di atas nampan. Kemudian menyeduh teh dan menuangkannya ke dalam cangkir.Sheila menanti Mak Cik Limah di meja makan dengan sambil sesekali mengetuk-ngetuk meja makan dengan tangannya."Sudah, marahnya?"Mak Cik Limah meletakkan nampan berisi dua cangkir teh di atas meja. Mengarahkan secangkir untuk Sheil, dan mengambil secangkir untuknya."Sheila benci Papa!"Sheila mengetuk meja dengan jari tergenggam."Minum dulu tehnya," ujar Mak Cik Limah.Sheila menghid

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-03
  • Supirku Sayang   Sheila dan Arkan

    Sheila dan ArkanSheila mengabaikan pertanyaan Mak Cik Limah ia bergegas masuk ke dalam rumah. Saat membuka pintu, Papa Banta, Pak Rahman dan beberapa orang telah berada di ruang tamu.Apakah tamu yang diundang papa untuk acara perjodohan itu telah datang?Mata Sheila menyipit menatap ke arah penghuni ruang tamu di hadapannya.Mak Cik Limah menyampaikan kalau mereka sudah bisa menikmati makan malam.Banta mengarahkan para tamu ke ruang makan. Sheila masih mematung saat semuanya telah beranjak ke ruang makan. Papa memandang Sheila memberi kode agar ia menyusul ke ruang makan.Sheila celingukan seakan mencari seseorang."Hei, kamu! Tunggu hukuman dariku!" Telunjuknya diarahkan ke wajah pemuda bermata sendu yang sedari tadi masih berada di belakangnya. Lantas, Sheila melengos dan meninggalkan Zaid yang tak berkedip menatap punggungnya.Andaikan saja dia bukan seorang gadis, Zaid ingin sekali melabra

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Supirku Sayang   Permintaan Banta

    "Sheila, Arkan! sebaiknya duduk dulu. Nggak baik berbicara sambil berdiri di depan meja makan begin."Bu Retno hendak menyentuh tangan Sheila. Namun gadis itu mengabaikannya dan melangkah maju semakin mendekati Arkan.Seperti apa kelanjutan hubungan Sheila dan Arkan ini ya? Sepertinya mereka berdua sama-sama keras kepala.Sekarang, jarak mereka semakin dekat. Dengan cepat dia mengayunkan telapak tangannya ke arah pipi Arkan. Setelah itu ia berlalu meninggalkan ruang makan.Arkan mengelus pipinya. Bu Retno mendekati Arkan dan membimbing putranya duduk kembali. Papa Banta dan Pak Wahyu mulai menunjukkan wajah masam. Tidak suka dengan keadaan ini.Sementara Zaid yang sedari tadi berdiri di dekat Banta memperhatikan apa yang dilakukan majikannya. Ia mengikuti kepergian Sheila dan ikut meninggalkan ruang makan."Gadis yang sangat emosional," ujar Pak Wahyu."Sepertin

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-08
  • Supirku Sayang   Pertemuan Tak Terduga

    Setelah mengemudi selama satu jam, Sheila dan Zaid tiba di sebuah mall yang berada tepat di tengah kota. Sheila segera turun dari mobil diikuti oleh Zaid. Mereka masuk ke dalam mall melalui pintu kaca.Sheila menuju ke bagian pakaian wanita dan memilih beberapa pakaian yang disukainya. Saat sedang asyik memilih pakaian, seorang pria menyapanya."Ternyata kita bertemu lagi di sini." Sapanya membuat Sheila kaget.Mata pria itu menatapnya, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sheila sedikit bergidik karenanya. Namun bukan Sheila namanya kalau takut berlebihan."Kau membuntutiku?" Sheila kembali menatap pakaian yang tergantung di depannya."Huh, apa gunanya membuntuti gadis bengal sepertimu." Arkan tersinggung dengan tuduhan Sheila padanya."Lalu, kenapa kau bisa di sini?""Aku bebas pergi kemanapun kumau,""Lalu, kaupikir bisa seenaknya membuntutiku?""Hei! Aku tidak membuntutimu!""Kaup

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-10
  • Supirku Sayang   Rumahjin

    Zaid menarik paksa lengan Sheila. Mudah saja baginya menyeret wanita mungil itu ke luar dari situ, karena tubuhnya yang tinggi dengan dada yang lumayan bidang dan lengan berotot, tentu itu adalah hal kecil.Ia menyeret Sheila hingga memaksanya masuk ke dalam mobil. Kemudian dengan cepat Zaid masuk ke bagian kemudi. Ia tak mengindahkan Sheila yang masih mengomelinya."Kau gila!""Minta dipecat, hah?""Aku akan bilang sama Papa!"Sheila terus mengomel sepanjang jalan. Sesekali ia memukul Zaid dari belakang hingga mobil kadang oleng karena Zaid tidak bisa fokus akibat pukulan Sheila."Berhentilah memukuliku! Atau kita akan mati bersama!" Teriak Zaid setelah menghentikan mobil secara mendadak.Sheila memegang dadanya dan tubuhnya oleng tiba-tiba akibat kaget dengan tindakan Zaid yang menghentikan mobil mendadak."Ish, aku tak sudi mari bersama kacung sepertimu,"Zaid tersenyum sinis mendengar ce

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Supirku Sayang   Gara-gara Berita Buruk

    "kau tampak lesu belakangan. Apa pekerjaan barumu begitu melelahkan?" Tanya Hafiz usai anak-anak bubar mengaji.Zaid mendesah berat. Sejak bekerja dengan Sheila, yang paling lelah itu batinnya. Pertentangan batin yang acapkali terjadi saat berdekatan dengan Sheila dan naluri lelakinya yang yang bergejolak saat bersentuhan, sungguh amat mengganggu. Tidak mesti harus menyukai Sheila untuk merasakan gejolak. Sebagai seorang lelaki normal, tentu saja ia akan merasakan perasaan tertarik berada di dekat gadis cantik."Apa gadis itu menyiksamu?"Zaid bergeming."Apa kau sakit?"Zaid tetap diam."Kau telah mengenalku cukup baik bukan?" Akhirnya sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Zaid. Ia menelisik wajah wajah sahabatnya sejak kecil yang duduk di depannya."Hehehe, " Hafiz menggaruk tengkuknya dan mengangkat peci hitam yang bertengger di kepalanya."Anggap saja kau sedang latihan berhadapan dengan per

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20
  • Supirku Sayang   Peristiwa di Kamar Sheila

    "Dari mana saja kau. Gara-gara kau aku harus pergi ke kantor besok. Kau harus bertanggung jawab untuk kekacauan ini!" Tuding Sheila begitu Zaid berdiri di ambang pintu sambil membuka koran yang direma oleh Sheila.Ia mengangkat bahu. "Bukankah itu lebih baik dari pada keluyuran tak jelas?"Sheila membalikkan tubuh menghadap Zaid dan matanya menatap tajam pria di depannya."Heh, jangan mencampuri urusan orang!""Baik, kalau begitu aku tak perlu menemanimu di kantor besok,""Enak saja katamu. Kau harus bertanggung jawab!" Bentak Sheila dengan jari menunjuk wajah Zaid. Jarak mereka amat dekat membuat Zaid menjengit ke belakang.Sheila berjalan tertatih meninggalkan Zaid. Ia terbiasa berjalan cepat saat marah Hingga lupa dengan kondisi kakinya yang sedang sakit."Auw!" Jeritnya saat tersadar ia telah menyakiti kakinya yang belum pulih sempurna.Zaid tergopoh mendekat

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-25

Bab terbaru

  • Supirku Sayang   Kembalinya Zaid 

    Sheila turun dari mobil dengan penuh amarah. Ia berteriak-teriak menceracau tak jelas sepanjang perjalanannya menuju kamar dan merusak beberapa pajangan yang ada di ruang tengah. "Kenapa dia?" tanya Mak Cik Limah pada seorang pelayan di dapur. Pelayanan itu menggelengkan kepala. Jelas saja dia tak tahu apa yang terjadi, karena Sheila baru pulang setelah pergi tanpa pamit dari rumah dan menginap di rumah Aisha. Pak Banta melewati Mak Cik Limah yang memandang kepergian Sheila dari bawah tangga. "Ada apa, Pak?""Anak itu sungguh terlalu Limah." "Apa yang telah dia lakukan sebenarnya?"Pak Banta merebahkan tubuh di sofa." Buatkan aku kopi Limah." Pintanya. Makcik Limah bergegas ke dapur. Mengambil cangkir dan menuangkan kopi ke dalamnya dengan kening mengkerut. Limah membawa nampan berisi kopi dan juga sedikit camila ke meja Pak Banta."Aku kehabisan cara menasihati Sheila. Menikah dengan Damar pun kurasa belum tentu efektif menjadikannya lebih baik. Sebagai ayah aku benar-benar ta

  • Supirku Sayang   Perhatian Zaid

    "Assalamualaikum," terdengar suara salam di ambang pintu. Daun pintu masih terbuka lebar. Di sana ada sesosok pemuda berdiri dan menatap ke arah Aisha dan Sheila dengan raut khawatir. "Kamu kok kemari? ""Huss. kok gitu tanyanya?" Celutuk Aisha. Damar menunduk. Kemudian menatap Sheila. "Masuk Damar," ajak Aisha. Damar mengangguk dan melangkahkan kakinya masuk. Ia duduk di samping Aisha dan Sheila. Sheila segera melipat kakinya seakan tak terjadi apapun. "Aww!" jerit Sheila. "Kakimu kenapa? Sini aku lihat." Damar mengarahkan tangannya hendak meraih kaki Sheila. Namun Sheila menepis tangan Damar. "Kenapa?" tanya Damar. "Sakit tau!" bentak Sheila. "Oh, maaf." "Kita ke dokter, ya" ajak Damar. "Enggak! " Tolak Sheila. "Sheila di sini aja,""Kakimu terluka, bagaimana aku membiarkan kamu di sini?" Damar kembali membujuk. "Hanya luka kecil. Nanti juga sembuh."Aisha memberi kode dengan kedipan mata pada Sheila agar ia menurut. Aisha tahu kondisi kaki Sheila tidak baik-baik saja

  • Supirku Sayang   'Not Your Business'

    "Kami dan Damar baik-baik saja, kan?" Zaid bertanya kembali."Kenapa aku harus bercerita padamu?" Kilah Sheila."Lalu kamu mau cerita sama siapa? Memangnya kamu punya teman selain aku?" "Not your business," kilah Sheila lagi."Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu." Zaid mohon izin."Eh, Zaid kamu mau kemana?" "Kamu nggak mau cerita ke aku. Untuk apa lagi aku berada di sini?" "Kamu mau mendengar ceritaku?" "Tentu saja, Sheila. Sampai kapanpun, walaupun aku bukan supirmu lagi aku tetap mau mendengar ceritamu." "Kamu mau kuajak ke suatu tempat?" Mereka berdua pun mampir di sebuah waduk yang indah dekat masjid. Mereka duduk di rerumputan di tepi waduk."Dulu, ibuku sering mengajakku main di tepi waduk ini." Cerita Zaid. "Ketika mulai remaja, aku sering menghabiskan waktu membaca dan menulis di tepi waduk ini. Bagiku waduk ini adalah taman bermain yang tak pernah dapat kuraih seperti anak-anak lain." Zaid mulai bercerita."Dan keindahan waduk ini masih sama seperti dulu." Zaid men

  • Supirku Sayang   Makan Siang

    Makan Siang"Masuklah Zaid. Bang Hafiz di kamar mandi. Bentar lagi juga selesai." Aisha membujuk Zaid.Sheila beranjak ke belakang tanpa berkata apa-apa.Zaid diam sebentar."Yuk, masuk," ajak Aisha kembali.Zaid pun melangkahkan kaki ke dalam rumah petak Aisha dan Hafiz."Kamu ini. Kayak tamu aja," celutuk Aisha.Zaid terkekeh, wajahnya nampak memerah dan ia mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Duduk dulu ya, aku ke belakang." "Ada Zaid di depan. Sudah masuk?" tanya Hafiz begitu keluar dari kamar mandi."Udah. Malu, malu diatu." Aisha tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan.Mereka berdua melirik Sheila yang sedang berada di westafel dapur. Sheila membalas lirikan mereka."Kalian berdua mencurigakan, deh," usik Sheila."Sssst. Sini, sini. Kita makan dulu, yuk." Aisha merangkul bahu Sheila dan mengajaknya pindah dari dapur."Sheila belum siap nyupir, nih." "Nggak papa. Nanti aja. Kayak kamu rajin aja nyuci piring. Padahal nggak pernah. Alesan!" goda Aisha.Wajah

  • Supirku Sayang   Pertama Bagi Sheila

    "Kamu mau cerita tentang pertunanganmu?" Aisha langsung menebak. "Iih. Rupanya kamu lebih nyebelin dari Pak Rahman." Mereka berdua pun tertawa lepas. "Aku ragu dengan Damar, Aisha," sungut Sheila. "Apakah kau tidak percaya pada Damar?" "Sepertinya aku dan Damar beda tujuan sekarang." Sheila menunduk. "Apakah kalian pernah memiliki tujuan yang sama?" Sheila memandang Aisha, lama. "Aku hanya ingin berubah Aisha. Menjadi perempuan yang lebih berharga. Mencintai diriku sendiri. Apa itu salah?" Aisha hanya tersenyum. "Bagaimana mungkin aku bisa mencintai orang lain jika diriku saja tak kuhiraukan. Bukankah itu katamu?" Aisha kembali tersenyum. "Aku memang tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Namun bukan berarti aku boleh menghancurkan diriku sendiri. Aku sudah dewasa dan dapat memilah apa yang terbaik untukku." Aisha menunduk dan tersenyum. "Jalan hijrah memang tidak mudah Sheila. Kau akan menemui banyak tantangan. Jalan hijrah adalah jalan menuju Allah dan Ras

  • Supirku Sayang   Pertengkaran Sheila dan Damar

    "Kamu ngapain kemari?" Sheila mempertanyakan keberadaan laki-laki yang telah menjadi tunangannya."Memang ya Aku nggak boleh ya, jenguk tunangan sendiri?" Pria itu menunduk. Mendekatkan wajahnya pada Sheila yang duduk di sofa. Ia menyentuh ujung hidung Sheila."Ih, jangan sentuh-sentuh," rutuk Sheila menghapus bekas sentuhan di hidungnya."Sedikit aja pun." "Sedikit pun nggak boleh. Lihat si Zaid itu. Kalau aku tarik lengannya saja langsung ditepisnya. Padahal nggak bersentuhan langsung," ujar Sheila." Zaid. Dia itu kampungan." Damar tidak mau kalah."Lagi pula kamu sudah jadi tunanganku," sambungnya lagi."Aku, aku nggak mau jadi gadis murahan." Damar tertawa mendengar perkataan Sheila."Siapa yang bilang kamu gadis murahan?" Damar semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Sheila. Membuat Sheila mengkerut."Aku tidak akan melamarmu jika kamu murahan, Sheila. Aku menyentuhmu sedikit kupikir bukan masalah besar. Cepat atau lambat kita kan pasti menikah."Damar terus mencecar Sheila."S

  • Supirku Sayang   Sheila Tidak Enak Badan

    Mentari mengintip dari jendela kamar Sheila yang lebar dengan gorden putih.Gadis mungil itu masih meringkuk dalam selimut tebal. Ia meninggalkan kewajiban sebagai muslim yang mulai rutin ia lakoni. Semua sejak bertemu Aisha. Gadis itu telah menginspirasi banyak perubahan pada diri Sheila dalam semalam. Pak Rahman dan Makcik Ramlah sudah berada di sisi pembaringan Sheila. Mereka telah berulang kali membangunkannya. "Apa sih," gerutu Sheila masih dengan netra terpejam."Sheila. Kenapa belum bangun? Sheila udah ketinggalan waktu subuh kalau begini. Katanya mau rajin salat. Gimana sih, Sheila!" cecar Mak Cik Limah. "Sheila juga harus ke kantor," tambah Pak Rahman yang sedang menyingkap gorden kamar Sheila."Ahhh, Sheila nggak mau," rajuknya."Eh kenapa sih ini." Mak Cik Limah mengerutkan dahi."Tadi malam senang. Sekarang berubah. Sheila kenapa, sih?" cecar Makcik Limah."Sheila capek." Sheila memeluk selimut tebalnya."Kamu harus ke kantor. Nggak ada libur." Pak Rahman bersitegas."E

  • Supirku Sayang   Kesedihanmu Membuat Hatiku Perih

    Terdengar suara tawa gembira dari ruang makan rumah Sheila. Di sana ada Pak Banta, Sheila, Damar dan orang tuanya sedang makan siang sembari berbincang ringan."Saya berharap kalau Sheila kelak akan bahagia bersama Damar."Sheila tampak tersenyum simpul mendengar uraian papanya."Saya akan membahagiakan Sheila, Om. Jangan khawatir. Meski banyak gadis yang mengejarku, hanya Sheila di hatiku." Mereka pun kembali larut dalam gelak tawa.Di tempat lain, Zaid terlihat gelisah sendiri. Ia berdiri di tepi pantai dan menatap jauh ombak yang begantian hadir ke permukaan seakan menyapa dirinya dalam kesendirian.Ia berdiri di sisi motor dan memasukkan tangan ke saku celana. Matanya menatap lurus dan hanya membayangkan seseorang yang belakangan ini mengisi harinya. Bukan hanya hari, tapi ia merasa gadis itu pun telah mengisi hatinya. Namun Zaid tak kuasa mengakui dan berusaha sekuat tenaga meredam perasaan yang terlarang itu. Bukankah sangat tak pantas memiliki rasa aneh terhadap majikan sendiri

  • Supirku Sayang   Selera Zaid memang Tinggi

    "Wah, Sheila cantik sekali!" Seru Makcik Limah begitu Sheila tiba di ambang pintu."Zaid yang pilihkan," kata Sheila malu-malu. Makcik Limah sibuk menelisik pakaian Sheila dari ujung kaki sampai kepala.Senyum menghiasi wajah Zaid. Lelaki bermata sipit itu memasukkan tangannya ke saku celana dan menunduk sembari mengulum senyum."Oh, ya!""Selera Zaid memang tinggi.""Tapi. Kenapa Sheila ingin berpakaian begini?" Makcik Limah menelisik wajah Sheila.Sheila menyenggol siku Zaid. Pria itu malah menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal."Enak aja kayaknya," sahut Sheila sebelum berlalu meninggalkan Makcik Limah yang terheran-heran."Heh. Zaid! Kamu apakah Sheila?" Makcik Limah melirik sinis sambil menyenggol siku Zaid."Tidak. Zaid nggak apa-apakan. Sheila tadi minta sendiri. Katanya dia ingin seperti Aisha." Zaid menjelaskan."Aisha?""Istri Hafiz. Teman Zaid." jawab Zaid."Ah. Semoga itu yang terbaik buat Sheila. Makcik senang aja jika itu memang keinginannya sendiri." Makcik Lim

DMCA.com Protection Status