Dua orang yang tengah terbuai dengan sentuhan pasanganya lansung terlonjak kala mendengar pintu dibuka paksa. Mereka menoleh bersamaan, lalu tersentak saat melihat seseorang yang sangat dikenali tengah berdiri dengan wajah memerah dan mata yang melotot tajam.
Tubuh yang berada dalam pangkuan, segera dihempaskan. Lalu, si lelaki membenarkan kancing-kancing yang terbuka jejak penjelajahan dengan tubuh gemetar dan wajah yang menegang. Ia bangkit berdiri dan berusaha menghampiri tunangannya.Sementara si perempuan dengan rambut lurus sebahu yang terlihat berantakan tengah mengaitkan kancing di dadanya yang sempat menjadi pusat perhatian si lelaki.Ia yang hampir terjatuh karena terdorong, terlihat memasamkam wajah. Sambil menggerutu ia membereskan penampilannya. Tidak peduli dengan Tanti yang napasnya tengah memburu, ingin menumpahkam segala kekesalan."Ta-Tanti, Mas bisa jelaskan!" ucap Arif menghampiri Tanti lalu menyentuh lengaTiga hari telah berlalu setelah kejadian di kantor Tanti. Gadis dengan kulit sawo matang itu masih mengurung diri di kamar, hatinya yang rapuh masih terlena dengan kesedihan. Dalam kesendirian, terkadang ia menangis, lalu tertawa, sesudahnya menatap hampa, tak berapa lama menumpahkan amarah. Yana merasa kewalahan dengan sikap putri keduanya.Sepulang bekerja tiga hari lalu. Tanti selalu menangis dan histeris. Segala benda di dekatnya dilempar ke berbagai arah, seringkali ia mengamuk, dan meneriakkan sumpah serapah. Yana mencoba bicara, tetapi selalu berakhir kecewa. Tanti tak mau bercerita"Bagaimana Tanti, Bu?" Wiguna bertanya khawatir."Masih sama, Gun. Susah diajak bicara," sahut Yana."Makannya gimana?""Ga mau makan. Kalau Ibu paksa, Tanti malah mengamuk! Ga tega ibu, badannya jadi kurus sekali."Lelaki yang wajahnya tampah lelah itu menghembuskan napas. Melihat sang adik yang berubah perilaku,
Hilma tengah membuat nasi goreng seafood di dapur tempat usahanya untuk para pengemudi online yang sedang mengantri ketika pesanannya diproses. Lihai tangannya memasukkan bumbu yang telah dihaluskan, menumisnya sampai harum lalu memasukkan udang dan ayam yang sudah dipotong kecil-kecil. Setelah itu memasukkan nasi dalam ukuran banyak, kemudiann mengaduknya sampai rata, terakhir dimasukkan sayuran ke dalamnya.Ketika sudah matang, Hilma dibantu pegawai lainnya menbagi-bagi di piring dengan porsi yang sama. Setelah itu bersama es teh manis, nasi goreng itu di berikan pada pejuang nafkah yang menunggu di luar."Pak, ini silahkan dimakan?" Perempuan yang menggunakan pashmina pink itu menyerahkan nampan berisi makan siang. Wajah-wajah yang lelah itu antusias menerima, senyum merekah diiringi ucapan terima kasih bahkan ada yang sampai mendoakan berbagai kebaikan untuk usaha Hilma. Semuanya menikmati makanan yang dibuat sepenuh hati di depan kios yang telah dise
Terdengar avanza hitam memasuki halaman rumah, Yana gegas membuka pintu utama dan menghampiri Wiguna yang baru kembali dari toko. "Tanti sudah siap, Bu?" Wiguna bertanya ketika melangkah ke teras."Sudah, Gun. Hari ini juga udah agak baikan. Udah mau bicara. Tapi ibu ga nyinggung soal Arif, takut ngamuk lagi," sahut ibunya."Oh, ya, ga apa, Bu. Memang sebaiknya jangan bertanya dulu hal-hal yang buat Tanti jadi sensitif."Yana Mengangguk. Keduanya melangkah memasuki rumah. Melihat anaknya yang tampak lelah, sigap Yana menuju dapur dan membuatkan minuman segar."Nela mana, Bu?"Wiguna langsung menyeruput minuman yang disajikan ibunya. Udara panas yang menyengat membuatnya selalu merasa haus."Ada di kamar." Yana menjawab dengan wajah sedikit bertekuk. Namun, Wiguna tak terlalu memerhatikan perubahan itu.Menantunya itu baru pulang pagi tadi, dengan alasan kemalaman. Jadi, m
"Nel, Lu, kenapa ga berubah, sih! Masih aja main api!" ucap Mira yang merasa kesal dengan sahabatnya. "Ya mau gimana lagi, Mir. Usaha Mas Guna lagi menurun, jatah gue sering dikurangin. Stres gue jadinya. Bukannya menikah jadi bahagia, ini malah sengsara. Ya wajar dong, gue cari pemasukan di luar," sahut Nela membela diri. Semenjak menikah ia berhenti dari pekerjaannya sebagai penyanyi di cafe. Saat itu ia menuruti karena berpikir Wiguna masih bisa bangkit lagi setelah kebakaran di toko itu terjadi. Rupanya, proses untuk menanjak lagi membutuhkan banyak pengorbanan, termasuk jatah bulanan yang dikurangi. Hal itu membuat Nela kesal dan menyesal telah menuruti Wiguna. Hingga kemarin jatahnya semakin diperkecil, ia langsung melemparkan murka.Sahabatnya hanya menggeleng, tak mengerti jalan pikiran Nela. Bertahun-tahun ia mengenal perempuan berkulit putih itu, kehidupan yang sulit di masa kecil membuatnya antipati terhadap kesulitan. Namun, ji
"Saudara Tanti mengalami tekanan dalam hidup, trauma masa lalu masih membekas di alam bawah sadarnya. Jadi, ketika hal yang sama kembali terulang, membuat luka masa lalunya kembali teringat. Dan itu sangat menyakitkan buat Tanti.Dia mengalami kekhawatiran tinggi akan ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya, oleh sebab, itu ia akan melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan orang yang menurutnya menjadi ancaman. Namun, sepertinya kasus terakhir ini membuat Tanti merasa depresi. Seseorang yang sangat dicintainya lebih memilih orang lain. Dan membuat Tanti kehilangan kendali diri." Dokter menjelaskan."Jadi bagaimana penanganannya, Dok?" tanya Wiguna cemas."Saya sudah meresepkan obat untuk membuatnya lebih tenang. Tetapi, dukungan keluarga sangat diperlukan. Beri kekuatan pada Tanti, buat dia merasa nyaman dan berharga. Selain itu yakinkan dia bahwa keluarga selalu ada untuknya serta dengarkan segala keluh kesahnya.""Baik, D
Idam memasuki rumah dengan langkah kaki pelan. Ketika pintu di buka terlihat suasana rumah yang pencahayaannya sudah remang. Wajar saja, karena ketika tadi ia melihat jam di pergelangan tangan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sepulang kerja tadi, teman lama dari Singapura yanag baru sampai ke Jakarta mengajaknya bertemu di sebuah club malam di Jakarta Selatan. Asiknya bercengrama sampai membuatnya terlena.Merasa lelah, ia merehatkan diri sejenak dengan duduk di sofa ruang tamu sambil menikmati senyapnya malam ditemani suara gemericik air dari aquarium yang berada di samping sofa."Baru pulang, Mas?" Idam terlonjak mendengar suara seseorang yang tiba-tiba bertanya. Tak terdengar langkah kaki yang mendekat."Eh, kamu. Bikin kaget aja." Wajah tegangnya berangsur menghilang. Sedangkan Mima terlihat santai dan terus berjalan memghampiri Idam."Malam banget, sih!""Tadi ketemu temen. Dia dari Singapura
"Anak-anak berhenti bermainnya! Turunkan kaki kalian!" titah Mima pada kedua anak lelaki juga keponakannya yang berjongkok juga berdiri di atas sofa ruang keluarga yang berdekatan dengan ruang makan. "Ini, Ma, Om Dion masih jadi buaya," sahut anak lelaki berusia delapan tahun.⁸"Iya, nih, Tante, kalau kakinya diturunin, nanti ketangkap sama buayanya." Cantika menjawab sambil menatap awas kepada lelaki yang berjongkok di depan mereka.Ketiganya tertawa-tawa menghindar dari kejaran buaya jadi-jadian yang mengintai mereka.Aum! Aum! Aum!"Ih, salah, Om. Masa buaya bunyinya gitu." Anak lelaki berusia enam tahun memprotes suara yaang tak sesuai dengan jenis binatangnya. Namun, lelaki yang tengah berpura-pura itu tak menghiraukan. Bahkan, berusaha menerjang mereka.Semua berteriak tatkala Dion semakin bergerak maju dan menakuti mereka. Mima menggeleng dengan wajah kesal. Ia sampai berjingkat karena k
Sepasang pengantin sudah duduk bersama di depan penghulu. Keduanya tampak berbinar bahagia. Semua orang yang menyaksikam turut bergembira melihat dua insan yang akan mengikat tali perjanjian yang mampu mengetarkan arsy. Penyatuan dua hati untuk membangun keluarga baru yang sakinah, mawwaddah, warrohmah.Masjid berlantai dua menjadi pilihan untuk menjadi saksi perjanjian keduanya. Beberapa sanak keluarga yang hadir juga tamu undangan telah siap menyaksikan serangkaian acara ijab qabul Ardi dan Virda. Tepat di belakang pengantin, Hilma bersama Bi Yah dan kedua anak kembar tengah mendengarkan Ardi mengucapkan ijab qabul. Ketika saksi memgatakan 'sah', perempuan yang mengenakan kebaya berwarna pastel dipadu bawahan batik itu meneteskan airmata, terharu dengan sahabatnya yang telah menempuh kehidupan baru bersama lelaki yang tulus mencintai.Ia tahu perjuangan teman yang selalu ada dalam suka duka itu. Dikhianati ketika sedang mengandung buah h
"Gery! Kamu tidak apa-apa?" Patra berusaha membangunkan Gery yang telungkup di lantai, lalu membalikkan tubuh yang penuh luka itu dalam pangkuannya.Gery hanya menggeleng. Ia terlihat ingin bicara, tetapi terlalu lemah.Sementara para pengikut Patra langsung menghadapi orang-orang Jayadi yang langsung menyerang ketika melihat keberadaan mereka, termasuk dua petarung yang kini beralih salam menghadapi lawan. Tubuh besar itu mengincar orang-orang berseragam hitam yang diketahui berseberangan dengan Jayadi. Bagi mereka, orang yang membayar mahal adalah tuannya. Dan yang bertentangan adalah musuh.Terjadi pertempuran menggunakan senjata api, sebagian mereka mencari benda terdekat sebagai pelindung dan bersembunyi di beberapa tempat di ruangan itu. Lima orang pengawal Patra melindungi tuannya yang masih mengkhawatirkan keadaan putra semata wayang. Sementara Jayadi yang dilindungi beberapa orang berhasil mendekati tubuh Hilma. Denga
"Bagaimana, apa kita masuk sekarang?" tanya Wiguna sambil terus mengawasi keadaan di depan yang sedang terjadi pertarungan."Jangan, Wiguna! Kita tidak bisa masuk ke dalam! Sangat berbahaya!" Melihat sekelompok orang berbaju hitam yang terus merangsek maju membuat Noto berpikir dua kali untuk menyerang. Namun, ia tak tahu, apa motif orang yang datang menyerang tersebut. Jika dilihat dari segerombolan orang yang terus berdatangan, tentu ia kalah jumlah. Noto memutuskan untuk terus mengawasi sampai memdapat kesempatan."Tapi bagaimana dengan Hilma? Orang-orang itu akan membahayakannya dan juga anak-anakku," ucap Wiguna resah. "Kita akan menunggu!" Melihat orang yang tadi berjalan gagah ia meyakini jika itu adalah ajudan dari sosok yang sangat dikenalnya. Ia harus memastikan dulu siapa oramg yang tengah menyerang markas di hadapannya itu. "Sembunyikan kepalamu, Guna!" Noto menekan kepala anaknya agar tidak menyembul. Di jalan
"Well. Dua orang ayah dan anak telah bertemu. Sesuatu yang sangat mengharukan!" ucap seorang lelaki paruh baya yang melangkah masuk ruangan sambil bertepuk tangan.Mendengar hal itu Gery dan Hilma melepaskan pelukan lalu menoleh pada asal suara."Uncle Jay!" Gery menyebut nama adik sepupu ayahnya."Yeah. Bagaimana Gery? Kamu bahagia?" tanya Jayadi sambil tersenyum dan melangkah mendekati. Orang-orang berbaju hitam di belakangnya pun turut mengikuti begitu juga Joni."Kau tahu Gery! Perpisahan itu sangat menyedihkan," ucap Jay menepuk pelan pundak keponakannya. "Aku pun sangat mengerti hal itu!" lanjutnya dengan nada suara pelan, terdengar sedih.Gery menghela napas. Ia tahu akan hal itu, mendapati anak satu-satunya memilih mengakhiri hidup karena seorang perempuan membuat pamannya sangat terpuruk. "Namun, aku berharap kau pun mau mengerti." Tubuh kurus yang telah menua itu berdiri tepat di hadapan G
"Joni! Apa yang terjadi?" tanya Gery pada anak buahnya.Anto yang mengikuti langkah Gery langsung terbelalak melihat teman yang dikenalnya di penjara terlihat babak belur. "Itu Bos, saya kasih pelajaran sama anak baru ini. Dia terlalu banyak membantah!" ujar Joni menjelaskan.Gery tak terlalu menanggapi penjelasan yang diberikan, kedua netranya fokus pada perempuan yang terduduk di atas ranjang dengan ketakutan. Sejenak, ia tertegun mendapati rupa yang begitu sama dengan istri pertamanya, setelah itu ia mulai melangkah. Wajah yang mengingatkannya pada Amelia seolah menarik dirinya untuk mendekat.Sementara Anto yang sejak tadi terlihat gundah, langsung membantu Haris yang tak berdaya. Ia langsung memeriksa keadaan temannya."Kamu ga apa, Ris?"Aris tidak menjawab. Sekitar mulutnya mengeluarkan darah, tetapi dengan isyarat mata seolah mengatakan ia akan baik-baik saja. Lelaki yang merupakan tangan ka
Mendapati seseorang menyapanya, lelaki yang sedang menatap pusara itu menegakkan tubuh, dengan pandangan masih ke arah makam mendiang Amira."Ada apa?" Lelaki itu bertanya dingin."Maaf, Tuan Gery, saya diminta menyampaikan ini pada Anda." Seseorang yang memakai pakaian serba hitam itu melangkah, kemudian melewati Gery selangkah dan berbalik menghadap lelaki yang tampak acuh tak acuh tersebut. Ponsel berwarna hitam disodorkan dengan posisi menyala dan berada pada sebuah file yang sudah dipersiapkan.Gery terlihat enggan untuk mengambilnya."Tolong diterima, Tuan. Ini masih berhubungan dengan mendiang Nyonya Amelia," jelas pengawal tersebut.Mendengar nama perempuan masa lalunya disebut, Gery menoleh lalu menatap tajam pada pengawal di hadapannya. Tampak sekali wajahnya terlihat tidak suka.Menyadari perubahan mimik yang tak biasa, tubuh tinggi kurus itu sedikit membungkukkan tubuh. "Maaf, Tuan Gery.
"Mas, Mas Idam kenapa?" tanya Mima melihat saudara lelakinya yang terlihat syok.Mendengar suara yang terdengar panik, Opa Patra menoleh. Wajahnya pun terlihat resah, baru saja ia juga menerima berita yang kurang baik. Namun, melihat cucu menantunya yang membeku, ia langsung menghampiri."Idam apa kamu baik-baik saja?" Dua kali memdapat pertanyaan dari orang yang berbeda, Idam masih terdiam. Mima melangkah lebih mendekat, menepuk bahu orang yang seolah tak sadar."Mas Idam kenapa?"Mendapat tepukan pelan, lelaki itu tersentak lalu menoleh."Hilma, Mim!""Kenapa Mbak Hilma!""Hilma diculik!"Mendengar nama yang tak asing dengan kejadian yang sama baru dilaporkan oleh bawahannya membuat Opa Patra terperangah."Hilma! Diculik!" gumam Opa PatraSementara Mima langsung histeris."Mas, cepat tolong Hilma!""L
"Hilma, kamu akan segera mati!" Wiguna terkejut dengan penuturan istrinya. Bibir tipis yang selalu disukainya dulu itu menggaungkan kata yang mengerikan. Sebegitu bencikah perempuan yang masih terpejam itu pada Hilma. Padahal mantan istrinya tidak pernah menganggu rumah tangga mereka, bahkan perihal nafkah untuk anak-anak pun tak pernah menuntut, diberi berapapun akan diterima, tak diberipun tak pernah mengeluh. Perihal nafkah itu juga baru ia penuhi tiga bulan terakhir.Tring!Ponsel merah muda yang tergeletak tak jauh dari Wiguna, menyala dengan getaran yang membuat benda itu menarik perhatiannya. Ingatan mengenai dugaan sang ayah, jika Nela terlibat dalam penculikan Hilma, terngiang di kepalanya. Sebuah ide muncul untuk memeriksa benda pribadi istrinya itu. Setelah memastikan perempuan di sebelahnya masih tertidur pulas, ia mulai mengambil ponsel itu perlahan, lalu membuka paswordnya. Beruntung masih menggunakam kata sandi
Mendengar mantan istri serta kedua anaknya diculik, Wiguna langsung bangkit berdiri lalu menarik kerah baju ayahnya sampai lelaki berambut putih itu mendongak."Apa yang Anda lakukan terhadap Hilma dan anakku?" ucap Wiguna dengan kemarahan yang membara. Yana yang melihat sang anak berlaku kasar pada Noto langsung menghampiri dan berusaha melerai, akan tetapi Wiguna tidak menghiraukan permintaan ibunya. Ia terus saja mendesak meminta penjelasan.Sementara Noto masih terdiam, kedua matanya terpaku pada tatapan yang menyorot tajam, ia mendapati kekhawatiran juga ketakutan akan kehilangan di manik tersebut."Gun, jangan seperti itu!""Lepasin, Gun! Ga baik kamu bersikap seperti ini!""Guna! Kamu tidak mendengar ibu, ya?""Jangan Guna!" teriak Yana ketika anaknya semakin menarik paksa kerah baju lelaki yang tampak pasrah. Ia menggeleng dengan airmata yamg semakin menderas. Kesalahpahaman y
Idam terpaku pada seseorang yang bersama Mima di meja makan ketika sedang menuruni tangga. Seketika wajahnya berubah cerah pada saat menyadari jika itu adalah kakek dari istrinya. Dengan riang ia mempercepat langkah dan menghampiri kumpulan orang yang tengah tertawa."Opa, kapan datang!" tanya Idam ketika telah berada di depan lelaki paruh baya yang tengah menyuapi Cantika. Satu tangannya mengambil jemari keriput itu dan menyalaminya."Semalam, Nak." "Semalam? Kenapa tidak ada yang memberitahuku!" Lelaki yang mengenakan jas hitam itu menatap pada adiknya meminta penjelasan. "Mima kenapa ga kasih kabar?"Mima yang tengah mengoles roti menengok. "Opa yang minta untuk tidak memberi kabar. Mau buat suprise, eh Mas Idam lagi-lagi pulangnya kelewat malam, bahkan pagi," ucap Mima menggeleng, mengetahui jika saudara laki-lakinya tengah memiliki masalah lagi, selalu seperti itu jika banyak hal yang dipikirkan. Hanya saja ia tidak suka