“Wah, rupanya Aiden berkeluarga dengan artis terkenal ya.” Sisilia tertawa pelan ketika mengatakan hal itu. “Padahal kemarin itu aku sudah berburuk sangka loh.”
“Apa mau kalian?” Alih-alih meluruskan kalimat Sisilia, Aiden malah bertanya. “Bagaimana kalian bisa tahu Aju tinggal di sini? Lebih tepatnya, bagaimana kau tahu?” Damian tersenyum melihat reaksi saingannya. Dia cukup senang karena Aiden sangat mudah terpancing amarahnya. Sejauh ini, semua sesuai dengan apa yang diinginkan Damian. “Tentu saja aku tahu.” Damian menjawab dengan senyum lebar. “Biar bagaimana, Aju kan dekat denganku.” Kening Aiden berkerut karena tidak senang. Dia jelas sekali sedang cemburu, tapi sayang sekali yang empunya enggan bekerja sama. Aju yang juga terlihat kesal, malah meminta kedua tamunya untuk masuk. “Apa kalian berdua tidak mau masuk? Tidak baik mengobrol sambil berdiri, apalagi di teras.” Permintaan sang kekasih membuat Ai“Kalau kau ingin itu, ambil saja.” Suara lembut yang terdengar dekat, membuat Aju tersentak. Dia meringis ketika melihat Tiara Purnomo berdiri menatapnya dengan senyum lembut yang seperti biasanya. Walau baru sebentar saling mengenal, tapi Aju tahu kalau perempuan paruh baya di depannya memang selalu lembut. “Itu dompet lelaki.” Tiara kembali bersuara. “Apa kau ingin memberikannya pada Aiden.” “Bagaimana ....” Aju nyaris saja keceplosan, tapi untung saja dia bisa mengerem mulutnya pada saat yang tepat. “Bagaimana mungkin Tante berpikiran seperti itu?” Aju cepat-cepat meralat perkataannya. “Aku melihatnya karena cantik, bukan untuk diberikan pada siapa pun.” “Benarkah?” Tiara terlihat sok bingung. “Padahal kudengar dari Ray, kalau Aju sama sekali belum memberikan hadiah ulang tahun pada Aiden. Apa kalian marahan?” Wajah Aju sontak saja memerah karena dia sudah ketahuan. Rasanya agak memalukan, tapi mau apa lagi?
“Melelahkan sekali.” Rajendra mengeluh, ketika dia sudah duduk di dalam mobil. “Anda mau ke mana, Tuan?” Sopir bertanya dengan sopan. “Pulang saja ke rumah.” Pria tua itu menjawab, setelah berpikir sejenak. “Beri tahu juga kalau aku batal bertemu dengan Atlas dan panggil Aiden ke rumah.” Kali ini dia memberi perintah pada asistennya. Tentu saja sang asisten akan langsung menurut dan membiarkan tuannya memejamkan mata. Rajendra tidak tidur, dia hanya ingin menenangkan pikirannya. Atau lebih tepatnya, memikirkan kembali apa yang baru saja dia dengar dari mulut seorang selebriti yang baru naik daun.“Kenapa pertanyaan Anda seperti itu?” ucap Aju beberapa saat yang lalu. “Apa Anda tidak setuju dengan hubungan kami? Dengan alasan apa?” “Tentu saja karena hubungan keluarga kita.” Itu yang dijawabkan Rajendra. “Memangnya kenapa dengan keluarga? Kalau keluarga kami tidak akur, bukan berarti kami tidak bisa akur. Lagi p
“Apa yang Kakek katakan pada Kakak Malaikatku?” Kening Rajendra berkerut mendengar pertanyaan itu dari mulut cucunya. Itu jelas bukan hal yang ingin dia dengarkan. Apalagi ketika mereka berdua memang jarang bertemu. “Apa begitu caramu menyapa orang tua?” Alih-alih menjawab, Rajendra malah bertanya balik. “Selamat siang, Kakek Rajendra.” Dengan terpaksa, Aiden mengatakannya. “Sekarang sudah aku sapa kan? Jadi apa bisa Kakek menjawab pertanyaanku?” lanjutnya dengan nada kesal. “Tapi masalahnya, siapa yang kau sebut Kakak Malaikat?” Rajendra kembali bertanya dengan kening berkerut bingung. Aiden memutar bola matanya dengan gemas. Dia kesal sekali karena merasa yakin kalau sang kakek hanya pura-pura tidak tahu, tapi untuk saat ini Aiden akan mencoba untuk menahan diri. “Angelina Julie. Dia pacarku yang sudah aku kenalkan pada Kakek.” “Kau memanggilnya Kakak Malaikat?” Kening Rajendra makin berkerut. “T
“Coba ulangi sekali lagi?” “Mamanya Aiden kabur.” Kedua alis Rajendra terangkat, ketika mendengar apa yang dikatakan putra sulungnya. Padahal tadi dia pikir salah dengar, tapi rupanya tidak. Menantu kesayangan pilihannya benar-benar kabur, bahkan meninggalkan gugatan cerai. “Kau ini bagaimana sih?” Bukannya menghibur, Rajendra malah menghardik putranya. “Sudah susah payah dicarikan jodoh artis terkenal, tapi malah seperti ini jadinya.” “Itu kan pilihan Ayah, bukan pilihanku.” “DELON.” Rajendra berteriak dengan cukup keras. “Harusnya kau bersyukur masih ada yang peduli denganmu,” lanjut Rajendra masih terlihat sangat kesal. “Menurutmu, siapa yang mau peduli dengan kisah romantismu yang menyedihkan itu.” “Memang menyedihkan, tapi aku tidak menyesalinya.” Di luar dugaan, Delon Nugraha terlihat sedikit marah. “Walau dia dirampas dariku, setidaknya aku berhubungan dengan dia karena perasaan kami sama. Bu
“Halo.” Sudut bibir Aju berkedut mendengar sapaan itu. Dia bukan ingin tersenyum, tapi sedang berusaha untuk tidak marah dan berteriak. Padahal dia datang ke rumah besar ini untuk bertemu Aiden (tanpa Kira), sekalian untuk bekerja dengan Tiara. Siapa sangka dia disambut oleh orang lain. Sisilia. “Kau sepertinya sangat akrab dengan Ray ya?” tanya Aju berusaha untuk tersenyum, hanya demi kesopanan. “Kau sampai berkunjung kemari.” “Aku datang ke sini untuk bertemu Aiden,” jawab Sisilia dengan sombongnya, bahkan sambil mengibaskan rambut. “Biar bagaimana, dia tunanganku.” “Calon tunangan,” desis Aju dengan tidak rela. “Aiden sama sekali tidak mengakuimu.” “Memangnya kau punya niatan untuk menikah dengan Aiden?” Sisilia bertanya dengan senyum sinisnya. “Aku tidak yakin kau mau menunggu dia selesai kuliah, jadi kemungkinan aku yang menjadi istrinya masih jauh lebih besar.” Aju menggeram kesal mendengarnya. Bukan se
“Ada apa ini?” Kira yang datang belakangan, mengerutkan kening melihat pemandangan yang dia lihat sekarang. “Kenapa kalian semua terlihat tegang?” “Aku sama sekali tidak tegang, tapi dia.” Ray yang menjawab, sembari menunjuk temannya menggunakan jempol. Kira menoleh dan menatap Aiden yang memang terlihat sangat tegang. Dia seolah sedang menunggu untuk dipanggil sidang proposal. Padahal hal itu masih sangat lama baru terjadi dan rasanya dulu Kira tidak setegang itu. “Jadi apa yang membuat temanmu tegang?” tanya Kira yang memilih duduk di antara dua lelaki yang tengah menunggu. “Kau tunggu dan lihat saja.” Sayangnya, Ray tidak mau menjawab. Lelaki muda itu malah tersenyum penuh arti. Untungnya, tidak lama dari itu Aju yang sedang berganti pakaian akhirnya keluar. Kali ini, dia bukan menggunakan pakaian kasual atau gaun malam, tapi gaun pengantin yang tadi mereka bicarakan. Gaun putih seperti yang ada di dalam kartun. Mengemb
“Hei, apa kau pernah memikirkan soal pernikahan?” Tiba-tiba saja, Aju menanyakan hal itu pada manajernya. “Kenapa kau menanyakan itu?” Kira jelas saja akan mengerutkan keningnya. “Apa gara-gara mencoba gaun pengantin, kau jadi ingin menikahi Aiden.” “APA-APAAN ITU?” Aju memekik karena dia ketahuan. “Aku tidak seperti itu.” “Ya. Ya.” Kira mengangguk sok mengerti. “Kau mungkin tidak, tapi Aiden sudah memikirkannya. Bahkan mungkin sudah memikirkan mau berapa anak.” “Dasar gila.” Walau memaki, tapi wajah Aju memerah karenanya. “Padahal dia baru umur dua puluh satu.” “Dan kau akan berumur dua sembilan dalam beberapa bulan lagi,” lanjut Kira, seolah itu bukan apa-apa. “Kalau kau ingin menikah, sebaiknya kau harus cepat-cepat menjadi terkenal.” “Industri hiburan kita memang tidak seketat di luar negeri, tapi akan lebih baik kalau kau sukses dulu sebelum menikah. Popularitasmu bisa turun setelah menikah, apalagi punya
“APA-APAAN INI?” Aiden tidak tahan untuk tidak berteriak pada Damian. “Kau kan sudah menjanjikan bertemu dengan pemilik kantor manajemen artis, tapi kenapa ada Sisilia?” “Loh? Kau tidak pernah lihat biodataku?” tanya perempuan yang sedang dibicarakan itu dengan penuh percaya diri. “Keluargaku kan punya perusahaan seperti itu.” “Tapi bukan kau kan yang menjalankan perusahaannya?” “Iya sih,” jawab Sisilia dengan pelan. “Tapi aku tahu sedikit kok.” “Tahu sedikit tidak akan membantu.” Aiden yang marah, akhirnya memukul meja. “Kalau seperti ini, aku tidak jadi meminta bantuanmu. Lebih baik aku pulang saja.” Padahal setelah menanti hampir dua minggu, akhirnya hari yang ditunggu Aiden datang. Damian menjanjikan untuk bertemu dengan salah seorang yang mengurusi kantor manajemen artis, tapi yang datang malah Sisilia. “Hei, jangan begitu dong.” Damian yang sejak tadi hanya duduk dan tersenyum, akhirnya angkat bicara. “Ak