Pagi ini, Valen sudah mandi dan siap-siap untuk berangkat menuju ke sekolahnya untuk mengajar di sekolahnya. Untung saja semalam itu, sebelum berangkat menemui Evan, Valen memang sudah menyiapkan diri dengan membawa baju seragamnya sebagai seorang guru di tas yang dia bawa karena dia sudah berencana untuk membawa Evan yang sedang mabuk ke hotel ini. Saat ini, Valen sudah ganti pakaian dan menatap ke arah wajah pria yang semalam suntuk bersamanya. Karena pria ini kerja keras semalam, maka ini membuat dia tidak tega untuk membangunkan pria ini. Karena itu, Valen putuskan untuk meninggalkan Evan sendirian di kamar hotel ini. Tapi baru saja dia membuka pintu kamar tiba-tiba Evan mendusin dari tidurnya dan langsung memanggil dirinya. Valen buru-buru mendekat ke arah Evan. "Aku pergi ke sekolah dulu ya? Kamu di sini aja ya atau... apakah kamu akan ke kantor?"Evan mengerjar-ngerjapkan matanya. Kesadarannya baru mulai pulih. Pengaruh alkohol mulai hilang dari pikirannya. Yang tertingga
Sesampainya di sekolah, Valen mengajar dengan semangat. Kadang-kadang dia tersenyum saat melihat Karly. Entah kenapa dia merasa Karly ini seperti anak yang dia kandung di rahimnya sendiri. Sepanjang hari dia banyak memberikan perhatian kepada Karly. Dia tahu walaupun anak ini belum terlalu mengerti akan persoalan orang tuanya tapi anak ini mungkin terluka melihat pertikaian antara orang tuanya pasca perselingkuhan yang dilakukan Jojo itu. Karena itu, sedapat mungkin dia memberikan banyak perhatian kepada Karly, hingga membuat iri beberapa teman Karly lainnya yang tidak mendapatkan perhatian seperti perhatiannya pada Karly. Tapi Vallen tidak memperdulikan semua itu. Di hatinya ada hanya ada Karly, dan tanpa dia sadari dia telah melakukan hal-hal yang menjurus seperti memberikan perhatian yang sangat besar kepada Karly, supaya nantinya dia betul-betul bisa menjadi ibu bagi Karly, menggantikan Jojo yang telah mengecewakan ayahnya Karly itu. Saat menunggu jemputan, Valen juga sudah be
Valen menunggu hingga dia melihat di aplikasi WA-nya sudah tertulis berdering, yang berarti panggilan WA-nya ke nomornya Evan sudah masuk. Sekarang dia menunggu. Menunggu hingga terdengarnya suara yang dia rindukan, yaitu suaranya Evan. Tapi kemudian apa yang dia nantikan itu tidak terjadi karena panggilan teleponnya ini tidak pernah diangkat di seberang sana. Tidak mau patah semangat, Valen kembali menekan tombol Panggil untuk kembali memanggil nomornya Evan ini. Tapi kali ini nomor yang dia panggil ini cuma terlihat tampilan memanggil, yang berarti nomor handphonenya Evan sudah tidak lagi aktif. Ini mencurigakan. Karena sebelumnya nomor WA-nya Evan masih aktif. "Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak mau menjawab panggilan teleponku? Dan kenapa dia menonaktifkan handphonenya? Apa dia sengaja menghindariku?Atau Apakah dia sedang ada meeting di kantornya yang tidak bisa diganggu? Apakah itu yang terjadi atau dia berencana untuk kembali kepada istrinya dan melupakan aku? Apakah dia
Roy tertawa mendengar kata-kata Valen itu. Sambil melirik layar handphonenya dia mengambil minuman untuk Valen. Dia cukup puas karena Evan sudah membaca pesan WA yang dia kirimkan tentang kedatangan Valen ke meja barnya. "Apa kamu ingin orange juice?" tanya Roy. "Apa itu minuman yang biasa diminum Evan di sini?" tanya Valen balik. "Tentu saja tidak. Di masa SMA-nya dia adalah pemabuk bahkan sampai masa kuliah-nya. Dia adalah pemimpin tawuran. Aku sempat mengira dia akan menjadi kepala preman tapi ternyata nasib berkata lain. Dia memilih untuk menjadi anak yang alim, menjauhi teman-temannya yang berantakan dan kemudian menjadi bapak yang sangat baik dan suami yang sangat baik bagi istrinya.""Sebelum istrinya menghancurkan hubungan mereka itu, kan?""Ya. Mereka adalah pasangan serasi sebelum istrinya menghancurkan dirinya. Aku tidak pernah melihat dia sedepresi sekarang ini. Dia sempat ingin bunuh diri. Dia begitu hancur karena pengkhianatan istrinya itu.""Kasihan dia.""Ya. Oh iy
Kata-kata Roy tidak digubris oleh dua orang pria mabuk ini mereka mulai mencolek bagian buah dada Valen. Valen berteriak marah atas perbuatan mereka. "Kalian kurang ajar! Jangan menggangguku!""Katakan berapa kami harus membayarmu semalam. Kami berdua ingin main bertiga denganmu," kata pria yang di sebelah kiri. Roy yang melihat keadaan semakin berbahaya bagi Valen ini, berusaha mengontak satpam Cafe ini untuk datang mengatasi keadaan. Tapi saat itulah salah satu di antara pria mabuk itu sudah mendapatkan pukulan dari arah belakang. Pukulan itu membuat pria yang berada di sebelah kiri Valen langsung mengaduh kesakitan dan melepaskan tangannya dari Valen. Sementara pria lainnya yang berada di sebelah kanan sudah ditarik oleh seseorang dari belakang kemudian orang itu memukul pria itu hingga pria itu jatuh terduduk ke lantai. Valen segera menoleh ke belakang dan di sana dia segera melihat mata teduh yang selama dua minggu ini selalu membuat dia tenang yaitu mata teduh dari Evan, p
Evan menggelengkan kepalanya. "Aku takut.""Takut kenapa?" tanya Valen sambil menatap pria yang berada di sampingnya yang sedang mengemudikan mobil ini. "Aku takut membuat aku seperti mempermainkan kamu seharusnya aku tidak melakukan ini.""Apa maksudmu? Kamu tidak mempermainkan aku, Evan! Aku ikhlas. Aku cuma ingin bersamamu.""Masa depanmu cerah, Valen. Kamu masih muda. Seharusnya kamu bersama dia yang seusia kamu, bukan bersama aku.""Aku memilih untuk bersamamu. Kamu Jangan jadikan itu alasan!" Valen mulai meninggikan nada suaranya. "Seseorang yang mencintai itu harus memberikan yang terbaik untuk orang yang dia kasihi. Dan aku yakin kamu bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku saat kamu meninggalkan aku. Apalagi aku cuma seorang pria yang terjebak dalam pernikahan yang tidak berbahagia dengan seorang wanita tukang selingkuh, dan aku tidak mampu untuk meninggalkan wanita itu dan membiarkan anak-anakku menjadi korban perceraian orang tua.""Tapi kalau kamu terus bertahan d
Keduanya saling kecup dengan sepenuh rasa seakan sudah lama terpisah. Evan menghisap bibir bawah sang ibu guru hingga terdengar rintihan dari mulut Valen. Setelah ciuman dari Evan mulai agak pelan, Valen sedikit mendorong tubuh Evan. "Jangan di sini. Jangan di dalam mobil seperti ini," kata Valen sambil menatap penuh kerinduan kepada Evan.Valen tidak mengerti mengapa pria yang sebenarnya bukan miliknya ini sudah mulai mencuri hatinya, karena itu, sikap Evan yang agak menjauh padanya pada hari ini, membuat dia sempat khawatir.Valen khawatir akan kehilangan Evan, pria yang mulai singgah dalam hatinya apalagi setelah hubungan panas yang mereka lakukan semalam.Evan menatap Valen. Dia melihat kegalauan di hati Valen. Dia melihat kesedihan Valen. Karena itu, setelah menghela nafas sekali, Evan berkata, "boleh. Tapi dimana?""Bagaimana kalau kita makan malam dulu? Aku lupa makan. Lagian, aku ingin curhat.""Kenapa? Kamu bisa sakit, Valen."Valen tidak menjawab. Masih malu mengatakan
"Hahaha. Kok dibuka, sih?" kata Valen sambil ngintip di bawah sana.Evan baru menyadari kalau Valen mengintip yang sedang dia lakukan di bawah sana.Buru-buru Evan memakai tangannya untuk menutup propertinya yang keluar karena berkembang besar sehingga penuh sesak kalau tetap terkurung di dalam celananya.Valen menaikkan wajahnya ke atas sambil tersipu malu. Walaupun, dia sudah pernah melihat pusaka milik Evan itu, tapi saat ini, dia tetap merasa malu saat kembali melihat benda besar itu.Mungkin karena saat ini mereka berdua berada di tempat umum sehingga dia merasa malu. Selain malu, ada sesuatu yang mendesir di dada Valen saat dia melihat benda itu."Kok aku terus mengingat benda itu, sih? Ugh, pasti karena ukurannya yang gede.""Apa?""Hah? Kamu bisa mendengar kata-kataku?" Valen jadi sangat kaget."Iya. Kamu bilang punyaku gede.""Aku kira aku mengatakannya dalam hati tadi. Duh, malunya." Wajah Valen merah seperti kepiting rebus karena malu dengan kata-katanya tadi.Tapi, kata-k