“Selamat siang, selamat datang di toko kami,” sapa Lalita dengan antusias kepada sepasang pengunjung yang baru saja masuk ke dalam tokonya. Dia senang karena pengunjung wanita yang baru datang itu merupakan salah satu pelanggan VIP di tokonya.
Pelanggan wanita itu berjalan melenggang dengan dagu yang terangkat sambil mengedarkan pandangannya mengamati sekitar. Namun, ekspresinya berbeda dengan pria yang ada di sebelahnya. Entah kenapa sedari tadi pria itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis yang sejak tadi berbicara antusias sambil menunjukan barang ini dan itu. Hingga akhirnya pandangan mereka bertemu.
Mata dengan tatapan setajam elang itu bertemu dengan doe eyes milik Lalita.
Hanya sepersekian detik pendangan mereka terkunci sebelum akhirnya Lalita terkesiap. Mata bulatnya mengerjap-ngerjap, sedikit salah tingkah setelah beradu pandang dengan pria yang ada di depannya. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Mari, Kak Celin.” Lalita kemudian mengarahkan pelanggannya itu agar mengikutinya ke kamar pas. Lalita sudah membawa beberapa stel lingerie dan juga underware yang sudah Celin pilih tadi.
“Maaf … Pak-." Ucapan Lalita tidak bisa selesai karena sudah dipotong oleh pria di depannya.
“Adrian.”
Lalita terdiam sesaat begitu mendengar suara baritone yang baru saja dikeluarkan oleh pria di depannya. Karena sejak tadi pria itu sama sekali tidak bersuara, Lalita jadi sedikit terkesima. Wajah pria itu memancarkan aura yang kuat dan membuat Lalita terpesona. Tapi sayang, aura dinginnya membuat Lalita sedikit takut.
“Akh, iya, Pak Adrian. Silakan, Bapak bisa duduk di sofa itu selagi menunggu Kak Celin mencoba ini semua.”
Kening Adrian sedikit mengkerut. Apa dia sudah terlihat setua itu sampai gadis di depannya memanggilnya dengan sebutan 'Pak'. Umurnya baru 36 tahun, dia pria dewasa, bukan bapak-bapak. Dia, Adrian Respati. Pria mapan, tampan, juga menantang yang di dambakan oleh banyak wanita. Adrian merupan salah satu calon pewaris dari GR Group juga pemilik dari rumah produksi AD Entertainment yang baru dia dirikan sendiri empat tahun lalu. Dengan Identitasnya yang seperti itu membuatnya memiliki kepercayaan diri tinggi.
Lalita masuk menyusul Celin yang kini sudah ada di dalam kamar pas. Dia kemudian meletakan beberapa stel pakaian di atas meja kecil yang ada di dalam kamar pas itu.
“Silakan tekan tombol ini kalau nanti kakak butuh bantuan.” Lalita kemudian berbalik untuk meninggalkan pelanggannya. Tapi, Adrian masih berdiri di ambang pintu kamar pas dan menghalangi jalan Lalita sehingga gadis itu tertahan disana.
“Saya akan menemaninya dan melihat apa itu semua cocok untuknya,” ucap Adrian pelan tapi penuh penekanan.
Lalita menelan ludahnya dengan gusar dan sedikit mengernyitkan keningnya. “Wah, jangan-jangan nih cowok mau mesum, nih,” pikir Lalita curiga.
Melihat Lalita yang masih diam terpaku Adrian pun berdehem dua kali. Membuat Lalita tersadar dari renungannya.
“Ah, iya. Silakan, Pak,” jawab Lalita kaku. Namun Lalita kebingungan karena Adrian masih saja berdiri di ambang pintu. Membuat Lalita susah untuk keluar.
Adrian yang mengerti pun mundur satu Langkah, tapi jarak yang dia sisakan untuk Lalita lewat masih terlalu sempit karena tubuh pria itu yang tinggi besar mengisi setengah dari lubang pintu.
“Baby, apa ada masalah?” panggilan manja Celin yang sudah berada di dalam bilik membuat kedua orang itu menoleh. Sementara sedari tadi Celin sibuk bercermin sambil memilih-milih semua yang tadi Lalita bawa.
Lalita yang melihat Adrian terdiam dan terlihat tidak berniat untuk menggeser tubuhnya pun akhirnya memutuskan nekat untuk melewati laki-laki itu. Meski dia sadar kemungkinan mereka untuk bersentuhan sangat besar.
Kini Lalita sedang berpikir keras, apa dia akan lewat dengan tubuh menyamping ke kiri atau ke kanan. Sebab, jika dia menghadap ke kiri, bagian bokongnya lah yang akan bersentuhan dengan pria itu. Sedangkan jika dia menghadap ke kanan, dadanya yang pastinya akan bersentuhan. Tapi setelah dia pikir-pikir lagi, Lalita lebih memilih menghadap ke kiri dan memutuskan untuk membelakangi pria itu.
Begitu Lalita lewat, benar saja bokongnya bergesekan dengan tubuh Adrian yang entah kenapa rasanya membuat jarak tubuh mereka tiba-tiba menjadi rapat. Lalita membelalakan matanya dan ingin sekali berteriak lalu memaki pria itu saat merasakan sesuatu yang keras menekannya dari belakang dan tangan pria itu menahan pinggangnya. Tapi sayangnya dia seperti mematung dan tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali.
Adrian memejamkan mata dan menghirup aroma tubuh Lalita dalam-dalam. Gadis ini, sejak awal entah kenapa menarik perhatiannya. Jarak mereka yang dekat begini membuat dia semakin menginginkan lebih.
“Gila, apa yang sedang aku lakukan. Kenapa aku melakukan hal memalukan seperti ini,” ucap Adrian dalam hati. Dia kemudian tersadar dengan tindakannya dan segera berjalan masuk. Meninggalkan Lalita yang mematung di depan pintu yang baru saja di tutupnya. Gadis itu membuatnya terhipnotis beberapa detik lalu. Aroma tubuhnya membuat Adrian rileks ketika dia menghirupnya.
“Emmhhh … pelan-pelan, Baby.”
Lalita tersadar dari lamunannya begitu mendengar suara lenguhan dari balik pintu di depannya dan buru-buru pergi dari sana sambil menggerutu.
“Cowok gila. Mesum. Tidak tahu malu!” gerutu Lalita. Padahal tadi jantungnya sempat berdebar-debar, tapi kini pandangannya tentang Adrian berubah seketika.
“Kenapa, Ta? Ngapain kesini?” tanya Randy salah satu rekannya yang heran melihat Lalita yang kini malah berjalan ke arah mereka yang sedang berkumpul di depan meja kasir.
“Bodo amat. Gue yakin mereka pasti lagi mesum dulu di dalem sana. Ngapain juga gue kaya orang bego nungguin mereka di luar pintu.”
Lalita benar-benar kesal karena kejadian tadi. Sebenarnya memang bukan kali ini saja ada pasangan yang susah menahan gairah dan melampiaskan nafsunya di kamar pas itu. Lalita kesal karena hal lain, dia kesal gara-gara menerima pelecehan dari pelanggan prianya tadi.
Meskipun gantengnya kebangetan, Lalita tetap tidak rela dirinya diperlakukan seperti itu. Tapi, mau mengeluh pun dia mana bisa? Yang datang ke storenya ini orang-orang berduit yang selalu punya cara untung berkelit. Tidak akan ada yang membelanya meski Lalita melapor ke atasannya sekalipun. Apalagi, pria itu kekasih Celin sang model dan juga artis papan atas. Yang ada dia bakalan habis kena bully oleh fans-fans fanatik dari Celin jika sampai hal seperti ini bocor ke publik.
Apa yang Lalita katakan tadi itu memang benar adanya. Saat ini, Adrian sedang bercumbu di dalam bilik sempit itu bersama Celin. Pria itu butuh pelampiasan. Bersentuhan dengan Lalita sungguh membuat adrenalinnya mendadak naik.
"Shit. Bisa-bisanya aku seperti anak ABG hanya karena gadis muda itu," omelnya dalam hati.Deretan wanita cantik bertubuh tinggi semampai, dengan body yang aduhai kini sedang berdiri berjajar. Mereka hanya memakai pakaian dalam super seksi. Mereka juga berlenggak-lenggok dengan percaya dirinya. “Kayanya gue juga kalau punya body kaya mereka-mereka gitu, bakalan PD abis meski dilihat jutaan mata cuma pake kancut doank,” ucap teman Lalita dengan pandangan penuh kekaguman dan iri dengki. “Duuh, buka dikit, jos,” gumam temannya satu lagi sambil tetap fokus memelototi pemandangan indah di depannya. Air liur di mulutnya bahkan hampir saja akan menetes ketika menyaksikan model-model cantik itu. “Dasar mesum!” Lalita menoyor kepala Randy. “Hati-hati tuh, bola mata lo bentar lagi jatoh,” sindirnya lagi. “Please deh, jangan kebanyakan ngimpi, mereka pake begituan dibayar ratusan juta. Nah, elo. Kalo pake gituan, gue jamin bakalan di kira cewek stress yang frustasi karena susah jodoh.” Lalita menyampirkan tangannya di pundak Icha sambil sebelah tangannya lagi menunjuk salah satu m
“Gue nggak salah alamat kan, ya?” gumam Lalita sambil melihat kembali alamat yang tadi di kirim oleh nomor adiknya. Dia belum masuk parkiran, saat ini dia hanya menepikan motornya di pinggiran trotoar depan club Holyshit.Lalita kemudian menelpon kembali nomor adiknya dan untungnya langsung tersambung tanpa harus menunggu lama.“Saya sudah di depan, kalian di mana?” tanya Lalita.“Adik kamu ada di dalam. Langsung masuk saja, orang kami akan menunggumu di pintu masuk.” Setelah mengatakan itu, sambungan telepon pun langsung ditutup.Mulut Lalita masih terbuka karena akan mengatakan sesuatu tapi buru-buru di urungkannya setelah tahu sambungan teleponnya sudah terputus. Dia hanya bisa memandangi ponselnya dengan kesal sambil sedikit mencebikan bibir merah alaminya.“Buset deh, padahal kan gue belum selesai ngomong. Lagian kenapa mesti ke dalem sih,” rutuk Lalita.Lalita kemudian menyalakan kembali motornya dan masuk ke area parkir. Dia sempat kebingungan karena tidak ada satupun motor yan
“Aku tidak akan lapor polisi jika kalian mau bertanggung jawab dan mau membayar ganti rugi. Terutama dia,” tunjuk Adrian pada Lucky yang kini langsung bersembunyi di balik punggung Lalita.“Dia yang membawa motor itu dan menabrak mobilku,” lanjutnya lagi.Lalita syok, pantas saja mereka bisa menabrak. Setahunya, adik laki-lakinya itu belum lancar membawa motor. Kenapa bisa adiknya berani berkendara di jalan raya begitu. Lalita langsung berbalik dan menatap sengit pada adiknya.“Tadi aku di suruh bawa motor Ilham karena dia habis minum. Tapi aku beneran nggak sengaja melakukan semuanya,” cicit Lucky begitu mendapatkan tatapan intimidasi dari kakaknya.“Kamu—” Lalita kehabisan kata-kata. Dia meremat tangannya sendiri karena gemas sekaligus kesal pada adik satu-satunya itu.“Aku tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja jika kamu tidak bersedia membayar uang ganti rugi,” ucap Adrian yang kini sudah berada di sebelah Lalita.Lalita menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatin
Gadis ini gemetar? Apa ini pertama kali dia mendapatkan sentuhan dari pria? Adrian buru-buru menepis pikiran itu. Mana mungkin ada gadis selugu itu di jaman sekarang. Tangan Adrian bergerak kembali. Turun menyusuri leher Lalita dengan perlahan, membelainya hingga terus turun melewati area dadanya dengan pelan-pelan sekali. Debaran jantung Lalita sudah seperti orang yang sedang lari maraton, dia tidak bisa mengontrolnya. Deru nafasnya mulai memburu dan dadanya terlihat naik turun. Tangan Lalita kini sudah mengepal sangat erat. Wajahnya pun sudah mulai memanas. Dia sangat ingin segera lari dari ruangan itu dan menendang pria di depannya agar menyingkir dan berhenti menyentuh tubuhnya. Lalita kemudian melihat jam di pergelangan tangannya, ternyata waktu yang mereka lewati baru sepuluh menit saja berlalu. Membuat dia sangat kesal, kenapa waktunya disini seolah berjalan lambat sekali. “Waktu kebersamaan kita masih lama, waktu pagi masih terlalu jauh,” ucap Adrian kemudian menarik waja
“Tempat itu dipenuhi oleh pria gila, hacim…,” rutuk Lalita diselingi dengan bersin-bersin.“Lo juga hampir aja gue sangka orang gila. Tengah malem ngetok pintu kamar kos gue dengan penampilan yang sangat-sangat mengerikan,” ucap Icha sambil geleng-geleng kepala.Semalam Lalita memang tidak pulang ke rumahnya. Dia tidak mau membuat ibunya syok dengan penampilannya. Tapi dia malah membuat sahabatnya syok karena berdiri tengah malam di depan kosnya dengan baju super seksi dan rambut acak-acakan habis diterpa angin karena membawa motor tanpa helm. Dia terlalu terburu-buru sehingga menjatuhkan helmnya ketika akan dia pakai dan tidak sempat mengambilnya karena helmnya menggelinding lumayan jauh. Lalita langsung tancap gas menuju kosan Icha. Alhasil, kini dia terkena flu dan masuk angin karena mengendarai motor di tengah malam tanpa jaket dan helm. Dia hanya memakai baju super seksi hasil curiannya itu.Semalam dia diburu oleh dua pria sekaligus. Lalita berpura-pura jadi wanita murahan yang
“Silakan masuk,” ucap seorang pria tampan dan terlihat masih muda. Usianya mungkin baru sekitar awal tiga puluhan. Setelan mahal yang di pakainya membuatnya terlihat sangat eksklusif sekali.Bu Maelani langsung memasang senyum genitnya begitu melihat pria tampan itu.Mereka pun masuk ke dalam apartemen mewah yang masih minim dekorasi itu. Sepertinya ini apartemen baru yang tidak pernah dihuni sebelumnya. Di sana hanya ada perabotan inti saja. Tidak ada pajangan atau apapun yang menandakan bahwa tempat itu berpenghuni sebelumnya.“Silakan di minum,” pria tampan tadi menyodorkan dua botol air mineral pada mereka. “Maaf, ini hari pertama kami di sini, hanya ada air putih dan bir saja. Apa mau menukarnya dengan bir?” tawar pria tadi.“Tidak, ini sudah cukup,” ucap Lalita cepat. Dia melihat bu Maelani akan membuka mulutnya tadi. Lalita takut wanita yang sedikit centil itu akan menukar minuman mereka dengan bir.“Minumlah, sebentar lagi Tuan Respati akan segera datang,” ucap pria itu.Lalit
Sinar Mentari pagi yang menerobos masuk melalui jendela mengusik tidur Lalita. Dia merasakan silau saat akan membuka mata. Perlahan dia mengerjap-ngerjap untuk memperjelas pandangannya.Mata Lalita langsung melotot kaget begitu sadar kalau dia sedang berada di kamar yang asing baginya. Pantas saja kasurnya tiba-tiba terasa berubah menjadi lebih nyaman dan empuk dibandingkan kasur miliknya yang biasanya.‘Semalam aku berada di apartemen ini hanya berduaan bersama laki-laki mesum yang memiliki dendam padaku. Lalu aku tiba-tiba mengantuk sampai tidak sadarkan diri …. Degh! Ini tidak benar. Sesuatu yang buruk pasti terjadi padaku! Minuman itu, pasti ada sesuatu di dalamnya.’ Lalita mencoba mengingat-ngingat semua rentetan peristiwa yang terjadi padanya kemarin. Iya kemarin, karena hari kini sudah berganti bukan?“Tunggu dulu, Lalita. Jangan panik. Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan dengan perlahan,” gumamnya pada diri sendiri. Dia terus melakukan itu sampai rasa paniknya perlahan mu
Tanpa aba-aba, Adrian langsung menurunkan wajahnya dan meraup bibir Lalita.Ciumannya sangat lembut dan penuh kehati-hatian. Dia menikmati setiap tekstur dan rasanya. Ciumannya kali ini berbeda sekali dengan ciuman yang dilakukannya pada malam itu yang sedikit kasar.Lalita yang merasa terpana tanpa sadar menerima ciuman pria itu begitu saja.Sebelumnya, Lalita belum pernah berciuman seperti ini dengan pacarnya. Entah kesambet setan apa atau dia terhipnotis dengan pesona Adrian. Kali ini pria itu memberinya rasa yang berbeda. Gerakannya halus dan terkontrol.Oh, tidak. Lalita salah karena memujinya.Semuanya berubah saat lidahnya mulai masuk dan ikut bermain. Lidah itu merangsak masuk menggoda Lalita untuk ikut bermain. Membuat Lalita terbuai oleh permainannya dan tanpa sadar malah membalasnya. Lalita mengikuti naluri tubuhnya dan mencoba mengimbangi Adrian.Pipi Lalita merona, dia malu karena ketahuan menikmati permainan panas yang diciptakan oleh Adrian. Dia terbawa suasana, laki-lak
Jemari lentik Naissa bermain diatas dada Adrian, membentuk pola benang kusut. Sedangkan pandangan matanya mengunci pada mata Adrian.Bibir gadis itu merekah, dia tersenyum kegirangan karena rencananya berhasil. Namun sedetik kemudian ekspresinya berubah."Berhenti!" perintah Adrian penuh dengan penekanan. Matanya terpejam, dadanya naik turun. Dia mencoba menormalkan kembali nafasnya yang kian memburu. Naissa menulikan pendengarannya. "Tidak boleh. Tidak boleh gagal," gumamnya sambil menggelengkan kepala. Bukannya berhenti, gerakan tangannya malah semakin cepat. Dengan gesit dia buru-buru membuka kancing kemeja Adrian."Aku bilang, Hentikan!" Adrian menggenggam pergelangan tangan Naissa kemudian menjauhkan dari tubuhnya."Kenapa … kenapa kak Adrian menolakku?" bisik Naissa lemah sambil menunduk. Kedua telapak tangannya mengepal dengan kuat.Karena tidak urung mendapat jawaban, wajahnya mendongak menatap Adrian dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa di matamu aku lebih buruk daripada perem
“Rupanya kau masih ingat untuk pulang,” sindir Greyson kakeknya. “Untung saja aku masih memiliki cucu perempuan ini yang selalu menemani hari-hari tuaku.” Kake Grey merentangkan tangannya.Naissa berhambur kepelukan kakeknya. “Kakek jangan galak-galak, nanti kak Adrian tidak mau datang kesini lagi,” ucapnya dengan manja.“Kedua cucu laki-lakiku selalu sibuk, mereka tidak pernah memiliki waktu untuk berkumpul dengan kakek tua ini.” Greyson menghela napas. Salahnya yang selalu keras pada Adrian dan banyak menuntut ini dan itu. Ada sedikit rasa sedih di hatinya karena hubungan diantara mereka hanyalah melulu tentang bisnis. Ada jarak tak kasat mata diantara mereka. Keduanya memiliki karakter yang mirip, sama-sama pria yang keras dan sulit menunjukan kasih sayang satu sama lain.“Makan malam sudah siap, bagaimana kalau kita lanjut acara kangen-kangenan ini di meja makan saja?” Seorang wanita setengah baya menginterupsi mereka. Tampilannya terlihat lebih muda dibandingkan dengan usianya. D
“Kak …? Ka Adrian?” Suara manjanya sedikit hilang dan berganti dengan kekesalan. Naissa mencebikan bibirnya.Jonathan yang ada di sebelah Adrian melirik kemudian menggelengkan kepala. “Akh, Ya. Ada apa?” tanya Adrian. Sejak tadi entah kenapa Adrian terus-terusan memikirkan Lalita. Membuatnya sedikit hilang fokus. ‘Apa yang sedang dilakukannya sekarang?’.“Jadi, sejak tadi kamu tidak mendengarkanku?” ucapnya dengan wajah yang berubah sendu.Naissa merupakan cucu angkat kakeknya yang sangat dimanjakan. Dia cucu perempuan satu-satunya dari mendiang sahabat kakeknya yang sangat berjasa selama masa hidupnya. Kini Naissa bisa menjadi salah satu artis terkenal pun tidak luput dari campur tangan gerald Respati dan juga Adrian sebagai kaki tangannya.“Maaf, ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku. Kamu siap-siap saja dulu.” Adrian menurunkan tangan Naissa yang masih bergelayut di lengannya. “Aku akan bertemu salah satu klien dulu. Salah satu orang ku akan menemanimu. Kita akan bertemu l
Sementara di tempat lain. Dua orang pria tampan sedang berjalan di tengah lautan manusia di bandara. Mereka sedang menuju sebuah gate pesawat yang akan membawanya terbang untuk melakukan perintah sang kakek. Keduanya sangat tampan dengan kacamata hitam yang bertengger di atas hidung bangirnya.“Kenapa orang tua itu menyuruhmu melakukan pekerjaan tidak penting ini? Sepertinya dia tahu akhir-akhir ini kau kebanyakan bermain-main.” Komentar Jonathan, asisten pribadi Adrian itu sudah biasa mengatakan apapun yang ingin diucapkan dan Adrian tidak masalah dengan itu. Jonathan bukanlah pegawai biasa. Dia istimewa dan direkrut langsung oleh Adrian. Hubungan mereka terjalin sudah lima tahun lamanya, jadi mereka tidak sekedar atasan dan juga bawahan. Jonatan adalah pria yang sangat bisa diandalkan. Dia bisa melakukan apa saja untuk Adrian ‘APA SAJA’, dan pria itu selalu puas dengan pekerjaanya.“Bagaimana keadaannya, apa dia sudah bangun?” tanya Adrian, dia mengabaikan komentar Jonatan sebelumny
Lalita tidak berani menatap ke arah tubuh Adrian yang sudah tidak memakai penutup tubuh apa pun. Dia memalingkan wajahnya, melihat ke arah lain. Pipinya bersemu semakin merah. Alcohol dan rasa malunya membuatnya bereaksi seperti itu.“Akhhh …,” desah Lalita karena Adrian kini menyerang area lehernya.Adrian mengendus ceruk leher Lalita dengan hidungnya, kemudian bibirnya mulai menciumi seluruh bagian itu.“Tidak mau… lepaskan aku!” pekik Lalita frustasi. Namun Adrian tidak mengindahkannya.Beberapa detik kemudia, Lalita terkulai lemah. Dia tidak sadarkan diri.Adrian yang tidak merasakan perlawanan apapun lagi dari gadis ini pun segera mendongak.“Hey, jangan bercanda?” Adrian menepuk-nepuk pelan pipi Lalita. Namun tidak ada lagi pergerakan atau respon apapun dari gadis itu. Dia hanya terkulai lemas tak berdaya dalam kukungan Adrian.“Sial!” bentak Adrian yang kini gantian frustasi. Gadis ini benar-benar selalu menguji kesabarannya. Dia kemudian meninggalkan gadis yang rohnya seda
Di dalam foto itu terlihat potret Lalita yang sedang memejamkan mata sambil di cumbu oleh seorang pria dalam berbagai pose. Hanya wajahnya yang terlihat, sementara wajah pria yang sedang menciumnya tidak terlihat sama sekali. Adrian! Tentu saja pria dalam foto itu adalah pria itu. Meski wajahnya tidak terlihat, tapi Lalita jelas mengenalinya.Sepertinya foto-foto itu diambil tadi malam, ketika Lalita tidak sadarkan diri.Lalita sangat syok begitu melihat bagian-bagian tubuh pribadinya di expose begitu saja dalam foto-foto itu. Air matanya meleleh, dia tidak tahan melihat pose dirinya yang terlihat menjijikan.‘Aku harus bergegas ke luar dari sini! Cowok itu benar-benar gila!" batin Lalita.Begitu tangannya sudah menyentuh handle pintu. Suara di belakang mengintrupsinya, membuat langkahnya terhenti dan dunianya terasa akan runtuh seketika.“Jika kamu berani melangkahkan kaki ke luar barang selangkah saja, aku jamin … foto-fotomu itu akan beredar luas di seluruh internet,” ucap Adrian
'Bukankah dia sangat kaya raya, seharusnya uang segitu tidak begitu besar untuknya ‘kan?’ protes Lalita dalam hati.Salah satu yang membuat Adrian semakin marah pada Lalita sebenarnya adalah selain kabur darinya, Adrian tidak terima Lalita malah bercumbu dengan pria lain. Dengan pria yang selalu menjadi saingannya dalam hal dan aspek apapun.Adrian dan Evan sama-sama di gadang-gadang akan menjadi pewaris dari seluruh kerajaan bisnis dari keluarganya masing-masing. Sejak duduk di bangku SMA sampai kuliah pun mereka selalu berada di sekolah yang sama. Entahlah, sebenarnya mereka tidak memiliki masalah pribadi satu sama lain. Tetapi karena perselisihan kakek mereka, otomatis keduanya pun secara tidak langsung jadi selalu bersaing sejak dulu. Demi kebanggaan sang kakek, pada akhirnya mereka pun secara alami jadi selalu bersaing. Setelah mengatakan itu, Adrian benar-benar pergi dan mengurung Lalita di apartemen itu.“Astaga, apa lagi kali ini? Mana aku tahu kalau pria yang aku cium sembar
Tanpa aba-aba, Adrian langsung menurunkan wajahnya dan meraup bibir Lalita.Ciumannya sangat lembut dan penuh kehati-hatian. Dia menikmati setiap tekstur dan rasanya. Ciumannya kali ini berbeda sekali dengan ciuman yang dilakukannya pada malam itu yang sedikit kasar.Lalita yang merasa terpana tanpa sadar menerima ciuman pria itu begitu saja.Sebelumnya, Lalita belum pernah berciuman seperti ini dengan pacarnya. Entah kesambet setan apa atau dia terhipnotis dengan pesona Adrian. Kali ini pria itu memberinya rasa yang berbeda. Gerakannya halus dan terkontrol.Oh, tidak. Lalita salah karena memujinya.Semuanya berubah saat lidahnya mulai masuk dan ikut bermain. Lidah itu merangsak masuk menggoda Lalita untuk ikut bermain. Membuat Lalita terbuai oleh permainannya dan tanpa sadar malah membalasnya. Lalita mengikuti naluri tubuhnya dan mencoba mengimbangi Adrian.Pipi Lalita merona, dia malu karena ketahuan menikmati permainan panas yang diciptakan oleh Adrian. Dia terbawa suasana, laki-lak
Sinar Mentari pagi yang menerobos masuk melalui jendela mengusik tidur Lalita. Dia merasakan silau saat akan membuka mata. Perlahan dia mengerjap-ngerjap untuk memperjelas pandangannya.Mata Lalita langsung melotot kaget begitu sadar kalau dia sedang berada di kamar yang asing baginya. Pantas saja kasurnya tiba-tiba terasa berubah menjadi lebih nyaman dan empuk dibandingkan kasur miliknya yang biasanya.‘Semalam aku berada di apartemen ini hanya berduaan bersama laki-laki mesum yang memiliki dendam padaku. Lalu aku tiba-tiba mengantuk sampai tidak sadarkan diri …. Degh! Ini tidak benar. Sesuatu yang buruk pasti terjadi padaku! Minuman itu, pasti ada sesuatu di dalamnya.’ Lalita mencoba mengingat-ngingat semua rentetan peristiwa yang terjadi padanya kemarin. Iya kemarin, karena hari kini sudah berganti bukan?“Tunggu dulu, Lalita. Jangan panik. Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan dengan perlahan,” gumamnya pada diri sendiri. Dia terus melakukan itu sampai rasa paniknya perlahan mu