Suara Hantu di Kamar Tamu
Part 6 : Notifikasi CCTV
[Sayang, malam ini Abang nginap di mes soalnya bakal lembur sampai larut malam. Titip anak-anak, ya! I love you.] Kukirimkan pesan itu kepada Syilvina biar dia nggak nungguin aku malam ini.
[Iya, Bang. I love you too.] Aku tersenyum senang pesanku langsung dibalas olehnya.
[Jangan lupa kunci pintu! Kalau ada apa-apa, segera hubungan Abang.] Kembali kutekan tombol send.
[Iya, Bang.]
Segera kusimpan ponsel dan kembali melanjutkan pekerjaan. Laporan ini harus selesai sebelum malam, biar nanti aku bisa mengamati hantu penunggu kamar tamu itu.
Saat adzan magrib telah berkumandang, segera kukemaskan tas kerja dan tak lupa mengambil kunci mes. Suasana kantor sudah sepi, kulangkahkan kaki menuruni anak tangga lalu menuju parkiran.
Bangunan Mes tepat bersebelahan dengan kantor, aku langsung mengemudikan mobil memasuki halaman bangunan berlantai tiga itu. Sekilas, mes itu terlihat seperti hotel. Hanya terdapat kamar yang cukup luas, ada 50 kamar jumlah keseluruhan.“Pak Radit!” seru suara dari arah samping.
Aku langsung menoleh, ternyata itu Vika sang manager.“Hay, Mbak, nginap di mes juga?” tanyaku basa-basi.
“Iya, capek mau pulang,” jawabnya sambil mendorong pintu kamar. “Masuk dulu, ya,” sambungnya lalu masuk ke dalam kamar yang tepat bersebelahan dengan kamarku.
Aku menggaruk dahi, lalu memasukan anak kunci ke gagang pintu kemudian masuk juga. Kuhela napas panjang, lalu membuka lemari untuk mengambil handuk dan bergegas membersihkan diri.
Satu jam kemudian, aku telah selesai melakukan segala aktifitas. Kini saatnya membuka laptop dan mengamati kamera CCTV di kamar tamu. Aku sangat yakin, hantu itu akan tertangkap basah malam ini. Entah hantu jenis apa yang menghuni ruangan yang tak pernah ditiduri tiu? Kurasa, jin mungkin.
Kini jarum jam telah menunjuk ke arah 21.00. Hmm ... belum ada pun yang tampak dari dalam layar laptop. Aku masih fokus dan masih sabar menanti penampakan makhluk menyeramkan itu.
‘Tok-tok’
Aku langsung melompat kaget saat mendengar bunyi itu.
“Assalammualaikum, Pak Radit.” Terdengar suara ketukan pintu kembali disertai ucapan salam.
Astaghfirullah’adzim, aku mengelus dada. Kukira itu suara dari dalam laptop ini, ternyata itu suara dari depan pintu kamarku. Kuhembuskan napas berat lalu turun dari tempat tidur dan membuka pintu.
Dahi ini kembali berkerut saat mendapati Vika di depanku sambil menenteng sekotak pizza, wajahnya terlihat sangat bersahabat.“Pak Radit, tadi saya order satu porsi pizza tapi malah diantar dua. Ya sudah, buat Pak Radit deh satu, saya nggak mampu menghabiskannya.” Dia mengulurkan kotak pizza ke tanganku.
Aku tersenyum tipis dan menerima pizza itu, lalu berkata, “Terima kasih ya, Mbak Vika.”
“Oke, sama-sama. Saya permisi.” Dia langsung membalik badan dan menuju mes miliknya.Aku mengangkat sebelah alis, menatap kotak pizza itu, lumayan buat teman begadang mantau CCTV. Segera kubawa masuk dan menikmatinya sepotong, dengan mata kembali fokus ke lapotop.
*****
Cahaya matahari yang menerobos dari celah tirai jendela membuatku sedikit terusik. Segera kubuka mata dan melihat jam yang tergantung di dinding. Ya tuhan, sudah pukul 09.00 rupanya. Aku bergegas bangkit dan berlari ke kamar mandi. Gara-gara mantau kamera CCTV itu aku jadi kesiangan begini.
Alhasil, aku tiba di kantor sudah pukul 09.30. Untung saja jarak mes sangat dekat, mobil kutinggal saja di garasi mes.
Dengan terburu-buru, aku segera masuk ke ruangan kerja dan menghembuskan napas letih. Berlari dengan jarak sedekat ini saja sudah membuatku kecapekan. Kukencangkan volume AC biar suhu tubuh berubah normal kembali.
Sibuknya pekerjaan membuatku tak sempat untuk mengecek hasil rekaman CCTV tadi malam yang pas aku ketiduran, biarlah nanti-nanti saja aku mengeceknya. Tadi malam juga, udah ditungguin sampai tengah malam tapi tak ada yang aneh juga, hanya kamar yang tetap gelap saja.
Tak terasa, hari mulai sore, sedangkan pekerjaanku masih menunmpuk begini. karena disibukan oleh benda kecil itu aku jadi melalaikan pekerjaan. sepertinya malam ini aku akan lembur sebab besok laporan harus selesai. Pak Sofian atasanku itu orangnya disiplin sekali, setiap tanggal 1 dia selalu meminta hasil laporanku dan tidak mau tahu jika ada masalah apa pun yang membuat laporan itu terjeda. Akan tetapi, aku selalu mendapat bonus bulanan karena pekerjaan ini. Jadi, aku rela lembur hingga subuh demi laporan ini. Bulan lalu aku mendapat bonus lima juta, itu jumlah yang sungguh lumayan sekali untukku.
Kurentangkan tangan dan melenturkan otot-otot, rasanya pegal sekali. Kuraih ponsel dan mengirim pesan untuk Syilvina.
[Sayang, malam ini abang lembur lagi. Kalian baik-baik ya di rumah.] Kutekan tombol kirim dan menunggu balasannya.
Satu menit, dua menit hingga sepuluh menit tapi tak juga ada balasan darinya. Kuketik pesan untuk Arsha saja, putri pertamaku.
[Arsha, kalian lagi apa? Malam ini papa lembur lagi dan nggak pulang. Mamamu mana? Papa chat mama tapi nggak dibalas.]
Dua menit kemudian, Arsha sudah membalas pesanku.
[Mama lagi ke Supermarket sama Om Riko, mau belanja katanya. Arsha lagi jagain Arshi ini. Arka sedang main sama temannya di teras.]
Aku menautkan alis. Kenapa anak-anak ditinggal bertiga saja di rumah? Kenapa nggak nunggu hari minggu aja sih belanjanya? Biasanya ‘kan begitu, padahal ini sudah hari jum’at. Besok siang aku juga udah pulang. Ah, Syilvina!
Oh iya, aku sampai lupa menanyakan masalah hantu itu.
[Sha, gimana tadi malam? Apa ada suara aneh-aneh lagi dari kamar tamu?]
Lima menit kemudian, barulah pesanku dibalas Arsha.
[Nggak ada, Pa, malam ini juga aman walau papa nggak ada. Mungkin hantunya udah pergi kali.]
Aku menahan senyum. Yeah, dasar Arsha! Semoga saja benar, hantu itu sudah pergi dan berpindah rumah. Kalau begini, aku tak bimbang lagi jika harus lembur dan pulang malam.
******
Saat jam menunjuk ke arah 01.25, barulah semua pekerjaanku rampung. Akhirnya bisa bernapas dengan tenang juga. Besok pagi tinggal menyerahkan laporan ini saja, dan aku bisa pulang siang ke rumah.
“Bro, udah selesai?” sapa Hilman saat aku keluar dari ruangan.
“Alhamdulillah,” jawabku lega. “Kamu juga lembur dan udah selesai?”
“Iya dan udah selesai juga. Sama, kayak kamu juga, besok Pak Sofian minta laporan kerusakan beberapa alat berat dan minta rincian biaya perawatan,” jawab Hilman sambil menuruni anak tangga.
“Kamu langsung pulang atau mau nginap di mes?” tanyaku lagi.
“Nginap di mes aja deh kayaknya, nggak kuat mau pulang, takut ditumpangi Nyi Kunti di tengah jalan.” Dia terkekeh. "Eh, gimana kalau kita mampir ke kafe saja dulu? Refresing, Bro, ngejus sambil karoke, seru tuh .... "
Belum sempat aku mengiyakan, tapi Hilman sudah menarik tanganku untuk menyeberang ke depan, menuju kafe yang berada tepat di depan mes.
Tiba-tiba, ada notifikasi dari sambungan CCTV di kamar tamu. Aku jadi penasaran. Akan tetapi, lagi-lagi Hilman sudah menarikku masuk ke dalam ruangan karoke dengan lampu yang bikin sakit mata. Ah, ya sudah, tunggu udah pulang ke mes aja baru kulihat hasil rekaman itu.
Kuhela napas panjang, lalu duduk di sofa. Beberapa wanita masuk ke dalam ruangan kami dan menanyakan pesanan minuman. Aku pesan cappucino saja, biar nggak ngantuk. Hmm ... Dasar Hilman, dia nggak cuma pesan minuman saja, tapi juga pesan wanita untuk menemani kami di sini.
"Kamu aja, Hil, aku cukup pesan cappucino saja," ujarku sambil berpindah tempat duduk karena seorang wanita berpakaian serba kekurangan bahan menyerempet di sampingku.
Hilman terkekeh dan melambai wanita dengan rok mini biru itu. Kini dia diapit oleh dua wanita. Aku hanya menghela napas melihat tabiat temanku itu. Wajar dia masih betah jomlo, senggolannya banyak rupanya. Untunglah Vika tak tertarik kepada pria yang wajahnya mirip Ariel mantan Luna Maya itu, kasihan dia kalau dapat laki-laki hidung belang kayak Hilman.
Sumpah, pikiranku tak tenang berada di sini, walau dua lagu telah kulantunkan. Sedangkan Hilman, hanya kedoknya saja ngajak karokean, sekarang dia malah ngamar ama dua wanita itu. Astaghfirullahal'adzim.
Setelah membayar ke kasir, aku bergegas keluar dari tempat mesum ini. Aku seorang pria beristri dengan keluarga bahagia, jadi tak pantas lama-lama aku berada di sini.
Bersambung ....
Suara Hantu di Kamar TamuPart 7 : Penemuan TestpackSaat tiba di mes, mataku terasa sudah sangat berat. Dengan menahan kantuk, kusetel alarm pukul 07.00, agar tak kesiangan lagi karena sekarang sudah pukul 03.00. Aku hanya punya waktu untuk tidur empat jam saja, lumayanlah untuk menghilangkan penat.Rasanya belum lama mata ini terpejam, alarm ponselku sudah berdering nyaring. Mau tak mau, aku bangun juga. Ah, lagi-lagi aku absen sholat subuh. Ampuni aku, Tuhan.Pukul 08.00, aku telah tiba di kantor. Hari ini kantor sepi karena libur, hanya karyawan yang lembur saja yang masuk.Aku segera masuk ke ruangan kerja dan mengambil satu bundel laporan yang sudah kuprint tadi malam. Semoga tak ada masalah agar aku bisa segera pulang. Aku sudah kangen rumah, kangen anak-anakku juga istriku yang cantik."Terima kasih, Pak Raditya, kamu memang karyawan andalan saya. Laporan bulanan selalu tepat waktu, pertahankan terus kinerja kamu. Bulan depan kamu akan dapat promosi jabatan. Bonus bulan ini ak
Suara Hantu di Kamar TamuPart 8 : Hantunya TertangkapSyilvina, Riko, kalian memang hantu! Umpatku kesal, dengan rahang yang mengeras dan mengepalkan tinju. Dada ini terasa begitu sakit dan tanpa terasa, air mata meleleh begitu saja. Hah, aku menangis! Aku tertawa dalam kepedihan. Mungkin tak ada sejarahnya seorang pria menangis dan ini hanya ada di dalam cerita sinetron udang terbang tapi aku nyata mengalami hal ini. Sekuat apa pun lelaki, tapi jika hatinya terlalu sakit, maka menetes juga air mata.Ini sungguh tak masuk akal, adik kandungku berselingkuh dengan istriku. Kukira kisah seperti ini hanya ada di dalam cerita novel dan film saja. Tega, mereka sungguh tega dan tidak punya otak! Apa yang harus kulakukan sekarang? Kuusap pipi lalu bangkit dari tempat tidur kemudian meraih jaket, dompet serta kunci mobil. Aku tak bisa berpikir jernih saat ini, aku harus menenangkan diri. Ini masalah besar, aku tak boleh salah dalam bertindak.Dengan menahan amarah, aku keluar dari kamar dan m
Suara Hantu di Kamar TamuPart 9 : Ini AIB"Nikahkan mereka, Pak Penghulu!" ujarku sambil mengakhiri video itu dan menyimpan ponsel ke saku celana."Bang, ampuni Riko, Bang!" Riko langsung luruh ke lantai sambil memeluk lututku."Bang, jangan lakukan ini!" Syilvina juga berlutut di kaki ini."Maafkan Riko, Bang, Riko memang salah tapi jangan nikahkan kami!" Riko terlihat menangis di kakiku."Bang, maafkan aku, Bang! Aku khilaf .... " Dia wanita jalang itu ikut menangis juga."Bangun kalian! Jangan sentuh aku!" Aku mundur ke belakang dan menghindar dari sentuhan kedua menusia terkutuk itu."Bang!" Syilvina menatapku dengan wajah yang sembab, ia mencoba merayu dengan air mata tapi hati ini sudah terlanjur terluka dan tak akan pernah bisa memaafkan kesalahan fatal ini."Duduklah di depan Penghulu! Kalian akan kunikahkan malam ini juga," kataku lirih sambil memalingkan wajah."Tidak, Bang, jangan lakukan ini!" Riko bangkit dan menghampiriku, sepertinya dia ingin bernegosiasi.Kuarahkan ta
Suara Hantu di Kamar TamuPart 10 : Pernikahan Tidak Sah“Maaf, Mas Radit, saya tetap tidak berani menikahkan saudara Riko dan saudari Syilvina, sebab pernikahan ini hukumnya tetap haram. Saya tidak mau berdosa karena pertanggungjawaban ini begitu besar,” ujar Pak Penghulu itu dengan suara berat.“Saya yang akan menanggung semua dosanya dan saya yang akan bertanggung jawab. Pak Penghulu hanya bertugas menikahkan saja, saya mohon.” Aku duduk di hadapan tiga pria paruh baya itu, berharap mereka mengabulkan keinginan gila ini.Lagi-lagi ketiga pria itu saling pandang. Kukeluarkan sebuah amplop tebal yang isinya ada sepuluh juta dan kuletakkan di hadapan Pak Penghulu dan dua saksi.“Ini bukan uang sogokan, hanya sekedar ucapan terima kasih saja. Hal ini hanya akan menjadi rahasia kita berenam dan tak ada yang akan tahu. Intinya, Syilvina dan Riko harus menikah malam ini juga,” ujarku pelan namun penuh penekanan."Siapa yang akan menjadi wali nikah mempelai wanita?" tanya Pak Penghulu lagi
Suara Hantu di Kamar TamuPart 11 : Hari Tanpa SyilvinaSaat aku membuka mata, ternyata anak-anak sudah berada di dekatku. Ya Tuhan, ternyata aku telah tertidur di sopa ruang tamu.“Papa kok tidur di sini sih?” tanya Arka, menatapku dengan mata bulatnya.“Sttt!” Arsha langsung mencubitnya. Arka meringis dan melototi sang kakak.Aku langsung bangun lalu melenturkan tubuh, sendi-sendi rasanya sakit semua.“Udah pukul berapa sekarang, Sha?” tanyaku kepada Arsha yang sedang memangku Arshi.“Pukul 09.00, Pa,” jawab Arsha, wajahnya terlihat murung. Apakah dia mendengar masalah tadi malam?“Pa, lapar ... Mama mama sih? Dicariin di kamar juga nggak ada .... “ Arka yang emang selalu minta makan pas matanya melek mengelus perutnya sambil celingukan.“Mama mana, Pa? Aci mau mama .... “ rengek Arshi sambil merentangkan tangannya, meminta aku menggendongnya.“Hmm ... mama ... tadi pagi-pagi sekali ... mama ... hmm ... berangkat ke rumah oma dan opa, hah ... iya ... mama pergi ke sana .... “ Aku te
Suara Hantu di Kamar TamuPart 12 : POV ArshaSudah lima hari pasca kepergian mama dan Om Riko. Aku paling gemes dengan Arka yang selalu menanyakan mama setiap saat, tanganku sudah capek mencubit perut gembulnya. Yang paling kasihan itu Arshi, dia suka nangis tiba-tiba saat ingat mama. Apalagi dia tidak suka dengan Mbak Icha, baby sitter yang sudah tiga hari ini menjaganya saat aku pergi ke sekolah. Ada Mbok Munah juga, dia wanita paruh baya, pembantu yang dipekerjakan papa.“Kak, mama kok nggak pulang-pulang sih?” Arka menghampiriku yang sedang menemani Arshi bermain boneka barby.Tanpa menjawab pertanyaannya, langsung kupelototi dia dan mencubit mulutnya. Berharap Arshi tak mendengar kata “mama” yang disebutnya, karena bocah berusia tiga tahun itu akan langsung menangis saat mendengar kata mama.“Kok nyubit-nyubit sih? Kakak kayak mak lampir!” teriak Arka dengan marah.Ih, nih anak mau dilakban kali mulutnya! Kutarik dia keluar dari kamar, lalu mengajaknya ke depan televisi.“Arka,
Suara Hantu di Kamar TamuPart 13 : POV Riko (Flashback Malam Petaka)Dengan tanpa arah dan tujuan, kupacu sepeda motor ini membelah jalanan di tengah malam ini. Mbak Syil duduk diboncengan belakang, ia tak bersuara sama sekali. Kami sama-sama diam sejak tadi dan tak ada yang berani memulai pembicaraan.Pikiranku terus berkelana, peristiwa beberapa jam yang lalu itu terus berputar di kepala. Aku tak pernah membayangkan hal ini dan tak pernah terpikirkan sebelumnya akan mengalaminya.“Rik, kita mau ke mana?” Mbak Syil memukul pelan bahuku.Aku melambatkan laju sepeda motor dan menoleh ke belakang, wajahnya terlihat sembab dengan air mata yang masih menggenang.“Aku nggak tahu juga, Mbak, mau ke mana,” jawabku pelan.Di ujung jalan, terlihat papan sebuah penginapan. Aku langsung membelokkan motor ke sana. Sebaiknya kami menginap di sana dulu malam ini, besok baru dipikirkan lagi bagaimana rencana selanjutnya.Mbak Syil hanya menurut saja saat aku mengajaknya masuk ke penginapan itu. Beb
Suara Hantu di Kamar TamuPart 14 : Pov Syilvina (Flashback kehamilan tak wajar)Dengan bimbang, aku mondar-mandir di kamar mandi sambil memegang testpack hasil pemeriksaan tadi pagi. Hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya terjadi dan membuat aku kelabakan setengah mati.Pesan yang kukirim ke Riko hanya dibaca doang tanpa dibalas olehnya.[Beb, aku harus gimana?] Kukirimkan lagi pesan itu padanya.Aku duduk di atas kloset, pikiran ini sangat kacau. Bagaimana bisa aku seteledor ini? Bang Radit saja menggunakan pengaman saat melakukannya denganku tapi aku bisa melupakan hal itu saat melakukannya bersama Riko.Setelah bertapa setengah jam di kamar mandi, akhirnya kuputuskan untuk menggugurkan janin ini. Aku tak mau Bang Radit sampai tahu akan kehamilan tak wajar karena ini bukan benihnya melainkan benih adiknya. Bisa hancur rumah tanggaku dan perang saudara akan terjadi karena ini."Mbak Syil!" Terdengar suara Riko dari depan pintu kamar.Aku langsung membuka pintu kamar dan mengajak
Suara Hantu di Kamar TamuPart 35 (Tamat)“Hay!” Suara yang tak asing itu membuatku terkejut dari lamunan.Kulirik ke arah suara dari sebelah kanan kursi, seorang wanita dengan senyum manis menyambutku.“Vika!” Aku tak dapat menyembunyikan senyum bahagia saat melihatnya kini malah duduk di sampingku, padahal tadi aku sudah mendengar suara pesawat naik landas.“Ayo, pulang!” Vika tiba-tiba menggandeng tanganku dan mengajak untuk beranjak dari kursiku.Aku tak bisa berkata-kata, kuturuti saja ajakannya yang kini malah menggandengku ke tempat parkiran. Aku tersenyum, hati ini senang saat dia tak jadi pergi. Tanpa kusadari, perasaan aneh ini muncul tiba-tiba.Aku memasukkan koper milik Vika ke bagasi, lalu membukakan pintu mobil untuknya. Dia menahan senyum saat duduk di sebelahku.“Coba, katakan sekali lagi ucapan kamu di bandara tadi? Aku tak salah dengar ‘kan? Sebab tak ada tiket untuk ke kota x lagi hari ini, tiketku hangus hanya karena ingin memeriksakan telinga yang sepertinya menga
Suara Hantu di Kamar TamuPart 34 : GalauHari terus berlalu. Semenjak kejadian Vika mengirimkan chat isi hatinya, aku belum pernah melihatnya lagi muncul di kantor ini. Sedikit bimbang juga dengan keadaannya sekarang. Apa dia tersinggung dengan penolakanku atau juga sakitnya semakin parah? Kubolak-balik ponsel di tangan ini, dilema antara menanyakan keadaannya atau tetap cuek karena aku tak mau memberinya harapan palsu jika benar dia memiliki rasa terhadapku.Jam pulang kantor pun tiba. Kulirik ruangan di depan sana, di mana ada gadis yang selalu melempar senyum jika bertemu denganku, tapi kini ruangan itu terlihat sepi. Kuusap wajah dengan kesal, karena suasana hati jadi tak menentu saat ini.Sepanjang perjalanan pulang pun, aku masih kepikiran Vika. Ada perasaan aneh yang menyelusup di relung hati ini, rasa bimbang ini seakan tak tertahan. Ah, tak seharusnya aku begini, dia bukan siapa-siapa bagiku. Dia hanya seorang atasan di kantor. Ketika sampai di rumah, kualihkan pikiran kepad
Suara Hantu di Kamar TamuPart 33 : Isi Hati Vika[Radit, aku mencintaimu. Bolehkah aku menjadi mama dari anak-anakmu?]Ini isi chat dari wanita yang kini sedang terbaring di hadapanku. Apa-apaan dia? Ah, kekanak-kanakan sekali. Kugaruk dahi yang tidak gatal. Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia serius atau cuma bercanda, ya? Ada-ada saja. Aku jadi teringat kata-kata Arsha saat itu, katanya Vika suka denganku dan kupikir itu hanya bisa-bisanya putri sulungku itu saja.“Bu Vika, saya harus segera ke kantor. Hmm ... nanti Evita akan saya suruh ke sini, biar bisa menemani Bu Vika,” ujarku sambil bangkit dari kursi.Vika terlihat salah tingkah, tapi aku tetap berusaha bersikap wajar. Aku tak mau membuatnya malu, sedikit kasihan juga dengannya jika isi chat ini memang benar isi hatinya.Tanpa menunggu jawabannya, aku segera keluar dari ruangan itu dan meninggalkannya. Saat berpapasan dengan seorang perawat, aku sudah berpesan untuk menitipkan bosku itu, Vika Putri.Sesampainya di parkira
Suara Hantu di Kamar TamuPart 32 : POV Vika 2 (Chat Nyasar)[Hey, pelakor, jangan ganggu suamiku!]Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, masuk ke ponselku. Dahi ini langsung berkerut kala membacanya dan menganggap pesan itu hanya salah nomor sebab saat ini aku tak sedang mengganggu suami siapa pun. kuabaikan pesan itu dan melanjutkan aktifitasku yang sedang membaca sebuah novel online di KBM App dengan judul “Istri Gaib” karya Evhae Naffae. Aku mulai berkhayal jika memiliki suami gaib, ah ... mungkin asyik kali ya. Hanya aku yang dapat melihatnya, otomatis aman dari gangguan pelakor. Eh! Kok pelakor?‘Ting-ting-ting’ Beberapa pesan WhatsApp masuk kembali ke ponselku. Ah, benar-benar mengganggu saja tapi kayaknya nomor yang tadi deh yang chat, apa dia mau minta maaf karena telah salah kirim atau apa ya? Segera kubuka pesan itu dan membacanya.[Hey, pelakor, kuingatkan kepadamu, jangan pernah ganggu Bang Radit lagi. Kami akan segera rujuk, jadi jangan berharap kamu bisa menggodanya!][M
Suara Hantu di Kamar TamuPart 31 : Ulah ArshaAku masih sibuk mengerjakan laporan yang dipinta Pak Sofian harus selesai besok, saat getar ponsel membuyarkan konsentrasi. Segera kuraih benda pipih itu dan melihat siapa yang mengirim pesan.[Pak Radit, ajakan tadi malam, masih berlaku ‘kan? Jam berapa kita pergi?]Agghh ... itu chat dari Vika. Semua karena ulah Arsha, putri sulungku yang kini sudah pandai mengerjai papanya. Dasar! Aku tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala. Aku tak berminat pergi makan siang bersama Miss jutek itu, apalagi kalau sampai ketahuan Hilman yang sepertinya masih menyimpan rasa dengannya. Aku tak tega, lagipula aku tak mau seisi kantor heboh dengan gosipku dan Vika. Aku tak suka membuat skandal dan menjadi bahan perbincangan.Kumainkan ponsel dan memikirkan balasan yang tepat untuk Vika, aku tak mau membuatnya tersinggung. Dia gadis yang baik dan temannya Arsha pula, aku harus bisa membuat alasan yang masuk akal tapi apa, ya?‘Tok-tok’ Tiba-tiba terdenga
Suara Hantu di Kamar TamuPart 30 : POV Vika[Assalammualaikum, Bu Vika, maafkan saya atas kejadian di Bandara. Bukan maksud saya ingin menolak kebaikan ibu, tapi saya hanya merasa tak enak saja karena sudah merepotkan. Sekali lagi maaf.]Kupandangi chat dari Radit, rasanya tak percaya saja dia bisa chat aku begini. Senang sekali, bunga sakura seakan berterbangan di mana-mana, padahal isi chatnya biasa saja. Dasar aku, noraknya kebangetan! Aku tersenyum sendiri sambil memeluk ponsel.Aku balas apa ya? Duh, kok jadi grogi gini mau ngebalas apa? Kuacak rambut dengan menggeleng lemas. Vika, nggak usah malu-maluin begini, kenapa? Tinggal balas ‘tidak apa-apa’ aja jari ini mendadak kaku. Begini deh akibat dari mencintai seseorang dalam diam, padahal orang dicintai itu tak tahu sama sekali, hanya aku saja yang terlalu berharap kepada sesuatu yang tak mungkin.[Waalaikumsalama. Iya, Pak Radit, tidak apa-apa, saya bisa mengerti kok.]Segera kutekan tombol sent, selesai! Segampang itu tapi aku
Suara Hantu di Kamar TamuPart 29 : Maaf“Papa!” seru Arsha sambil memelukku.“Hey, bagaimana bisa kamu ada di sini?” tanyaku sambil mengacak rambut sebahunya.“Mau jemput papalah,” jawab Arsha sambil melirik wanita yang tak asing lagi di kantorku. Iya, dia Vika, sang manager jutek.“Hay, Pak Radit,” sapa Vika sambil tersenyum.“Maaf, Bu Vika, kalau Arsha sudah merepotkan anda,” ujarku dengan perasaan tak enak. Walau bagaimana pun, dia atasanku di kantor. Aku tak nyaman kalau Arsha meminta bantuannya untuk menjemputku ke sini.“Nggak apa kok, Pak Radit, saya dengan Arsha ‘kan berteman jadi papanya Arsha juga papa saya, eh!” Vika menutup mulutnya. “Maksudnya ... kita semua berteman, iya ... temanan.” Dia menggaruk kepala dengan senyum salah tingkah.Aku menahan senyum melihat Vika yang terlihat aneh begitu. Kenapa dia? Typo itu masalah bisa, apalagi hanya di hadapanku dan Arsha, lain halnya jika dia sedang memimpin rapat dengan karyawan bawahannya, ia tak boleh salah bicara sedikit pun
Suara Hantu di Kamar TamuPart 28 : Lega, Sedih, dan Bahagia[Dit, segeralah ke rumah sakit. Syilvina mencoba bunuh diri tadi pagi dan sekarang dia sedang kritis di ruang ICU.]Kuusap wajah saat membaca pesan dari mantan papa mertua. Aku tak habis pikir saja dengan tingkah Syilvina yang begitu mudah mau mengakhiri hidup. “Rik, ayo segera bersiaplah, kita harus segera ke rumah sakit!” ujarku kepada Riko yang sedang bergurau dengan anak-anak Reza.“Iya, Bang.” Riko menurunkan dua keponakan dari pangkuannya.“Ada apa, Bang?” Reza menatapku sekilas sambil sibuk dengan buku kecil untuk daftar belanjaan restorannya.“Ada masalah dengan Syilvina, kami harus segera ke rumah sakit. Titip Ayah, ya! Oh iya, Abang pinjam mobil kamu dong.” Kutadahkan tangan di hadapannya. Reza langsung mengeluarkan kunci mobil dari saku jaketnya dan memberikan kepadaku.Setelah berpamitan kepada ayah, kami bergegas berangkat ke rumah sakit untuk menemui Om Qumar yang sudah mengirim pesan tadi.Jalanan lumayan mac
Suara Hantu di Kamar TamuPart 27 : Test DNATanpa basa-basi lagi, aku meminta agar segera dilakukan tes DNA sebab aku tak punya banyak waktu di Kota dan kembali ke tujuan awal karena kedatanganku memang untuk itu. Om Qumar menyetujui, walau wajahnya masih muram. Aku dan Riko mengikuti langkahnya yang kini menuju ke sebuah ruangan yang ada di rumah sakit itu. Tak butuh waktu lama, beberapa saat kemudian, kami sudah selesai diambil sampel darah untuk keperluan tes DNA. Aku sudah meminta agar hasilnya dipercepat, dan kalau bisa, besok hasilnya sudah harus keluar. Aku juga berwanti-wanti kepada sang dokter, agar hasil tesku dan Riko takkan tertukar.Kuajak Riko untuk ke ruangan rawat Syilvina. Dalam hal ini, aku memang harus menyiapkan keikhlasan yang super dan melapangkan dada seluas-luasnya, jika terdapat adegan kangen-kangenan antara adik dan mantan istriku.Aku dan Riko mengetuk pintu dengan tulisan “Ruangan Anggrek” itu. Pintu terbuka, mantan mama mertua mempersilakan kami untuk mas