Suara Hantu di Kamar TamuPart 12 : POV ArshaSudah lima hari pasca kepergian mama dan Om Riko. Aku paling gemes dengan Arka yang selalu menanyakan mama setiap saat, tanganku sudah capek mencubit perut gembulnya. Yang paling kasihan itu Arshi, dia suka nangis tiba-tiba saat ingat mama. Apalagi dia tidak suka dengan Mbak Icha, baby sitter yang sudah tiga hari ini menjaganya saat aku pergi ke sekolah. Ada Mbok Munah juga, dia wanita paruh baya, pembantu yang dipekerjakan papa.“Kak, mama kok nggak pulang-pulang sih?” Arka menghampiriku yang sedang menemani Arshi bermain boneka barby.Tanpa menjawab pertanyaannya, langsung kupelototi dia dan mencubit mulutnya. Berharap Arshi tak mendengar kata “mama” yang disebutnya, karena bocah berusia tiga tahun itu akan langsung menangis saat mendengar kata mama.“Kok nyubit-nyubit sih? Kakak kayak mak lampir!” teriak Arka dengan marah.Ih, nih anak mau dilakban kali mulutnya! Kutarik dia keluar dari kamar, lalu mengajaknya ke depan televisi.“Arka,
Suara Hantu di Kamar TamuPart 13 : POV Riko (Flashback Malam Petaka)Dengan tanpa arah dan tujuan, kupacu sepeda motor ini membelah jalanan di tengah malam ini. Mbak Syil duduk diboncengan belakang, ia tak bersuara sama sekali. Kami sama-sama diam sejak tadi dan tak ada yang berani memulai pembicaraan.Pikiranku terus berkelana, peristiwa beberapa jam yang lalu itu terus berputar di kepala. Aku tak pernah membayangkan hal ini dan tak pernah terpikirkan sebelumnya akan mengalaminya.“Rik, kita mau ke mana?” Mbak Syil memukul pelan bahuku.Aku melambatkan laju sepeda motor dan menoleh ke belakang, wajahnya terlihat sembab dengan air mata yang masih menggenang.“Aku nggak tahu juga, Mbak, mau ke mana,” jawabku pelan.Di ujung jalan, terlihat papan sebuah penginapan. Aku langsung membelokkan motor ke sana. Sebaiknya kami menginap di sana dulu malam ini, besok baru dipikirkan lagi bagaimana rencana selanjutnya.Mbak Syil hanya menurut saja saat aku mengajaknya masuk ke penginapan itu. Beb
Suara Hantu di Kamar TamuPart 14 : Pov Syilvina (Flashback kehamilan tak wajar)Dengan bimbang, aku mondar-mandir di kamar mandi sambil memegang testpack hasil pemeriksaan tadi pagi. Hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya terjadi dan membuat aku kelabakan setengah mati.Pesan yang kukirim ke Riko hanya dibaca doang tanpa dibalas olehnya.[Beb, aku harus gimana?] Kukirimkan lagi pesan itu padanya.Aku duduk di atas kloset, pikiran ini sangat kacau. Bagaimana bisa aku seteledor ini? Bang Radit saja menggunakan pengaman saat melakukannya denganku tapi aku bisa melupakan hal itu saat melakukannya bersama Riko.Setelah bertapa setengah jam di kamar mandi, akhirnya kuputuskan untuk menggugurkan janin ini. Aku tak mau Bang Radit sampai tahu akan kehamilan tak wajar karena ini bukan benihnya melainkan benih adiknya. Bisa hancur rumah tanggaku dan perang saudara akan terjadi karena ini."Mbak Syil!" Terdengar suara Riko dari depan pintu kamar.Aku langsung membuka pintu kamar dan mengajak
Suara Hantu di Kamar TamuPart 15 : POV Riko 2“Mbak, kamu kenapa? Kenapa kamu lakukan!” Aku panik saat melihat Mbak Syil sudah tergeletak di lantai dapur dengan darah yang mengalir dari pergelangan tangannya.Mbak Syil sudah tak sadarkan diri. Ya tuhan, bagaimana ini? Segera kugendong dia keluar dari rumah kontrakan dan memanggil sebuah taxi. Semoga Mbak Syil nggak kenapa-kenapa, aku menyayanginya dan tak ingin terjadi hal buruk dengannya. Aku tahu, dia sangat terpukul dengan semua kejadian pahit yang telah menimpa kami tapi tak seharusnya dia nekat mengakhiri hidup. Aku akan bertanggungjawab atas semua yang telah kulakukan, aku akan menikahi dia setelah anak kami lahir nanti. Atau juga, kalau dia masih berharap bisa kembali ke Bang Radit, aku akan memohon kepada abangku itu untuk menerimanya kembali. Hati semakin terpuruk melihat wanita yang kucinta berserak darah begini.Beberapa menit kemudian, taxi yang kami tumpangi telah tiba di rumah sakit. Mbak Syil langsung dilarikan ke ruan
Suara Hantu di Kamar TamuPart 16 : Radit VS MertuaAku tertegun di meja kerja sambil membolak-balik ponsel. Pikiran mendadak jadi tak tenang setelah mendapat pesan WhatsApp dari Riko tentang Syilvina. Kuusap wajah lalu memijat dahi, tak bisa kupunggkiri, aku khawatir juga mendengar kabar mantan istriku itu masuk rumah sakit. Dia kenapa? Apa yang terjadi kepadanya?Kuhela napas panjang sambil menatap pas fotoku bersama tiga anak-anak. Mereka sudah terluka dengan kepergian Syilvina, semoga dia baik-baik saja. Walau hati ini terasa sakit mengingat wanita murah** itu, tapi tetap saja aku tak ingin dia sampai kenapa-kenapa. Aku ikhlaskan dia untuk Riko, adik bungsuku yang mungkin lebih membutuhkan dia. Aku juga tak mau memaksakan cinta kepada satu-satunya wanita yang ada di dalam hidupku itu. Dia berselingkuh, artinya dia sudah tak menginnginkan berumah tangga lagi bersamaku. Untuk apa aku masih saja memikirkannya, biarlah dia mendapatkan apa maunya.Untuk saat ini, aku harus fokus kepada
Suara Hantu di Kamar TamuPart 17 : Berunding"Semua bisa diselesaikan dengan cara baik-baik, bertindak itu dipikirkan dulu! Jangan hanya menuruti rasa sakit hati saja, rumah tangga kalian sudah belasan tahun." Papa Syilvina menatapku geram."Kalau Papa jadi saya, apa yang akan Papa lakukan?" tanyaku dengan tetap menatapnya."Syilvina memang salah, tapi tindakmu menalak dan langsung menikahkannya juga salah. Kamu berdosa, Radit! Kamu menikahkan istrimu yg belum resmi bercerai denganmu!" Mata pria berjenggot putih itu semakin melotot kepadaku, tatapannya begitu sengit."Lebih berdosa mana dengan perselingkuhan?" Tatapanku juga tak kalah sengit."Kamu juga bersalah dalam hal ini, kenapa kamu bisa membiarkan adikmu yang bukan mahrom dengan Syilvina tinggal di sini?" Dia mengacungkan jari telunjuknya ke hadapan wajahku, nadanya tinggi. Napasnya naik turun dengan rahang yang mengeral. Tangannya juga mengepal, seakan siap melayangkan bogem mentahnya."Oke, kesalahan awal memang terletak pad
Suara Hantu di Kamar TamuPart 18 : Tentang Vika"Permisi, Bu Vika, apakah anda memanggil saya?" tanyaku dengan wajah datar."Iya, silakan masuk Pak Radit!" jawab Vika sambil membalik badan dan melangkah menuju meja kerjanya.Aku melangkah masuk dan mengekor di belakangnya. Aku sudah bersiap jika manager jutek ini mengomeliku seperti yang ia lakukan kepada karyawan lainnya."Silakan duduk!" Dia duduk di kursinya dengan menatapku sekilas dan kemudian menyibukan diri dengan laptop di hadapannya.“Terima kasih, Bu,” jawabku sambil duduk di hadapan wanita yang umurnya dua tahun lagi genap 30 tahun itu, begitu menurut Hilman yang begitu ngefans dengannya. Dia itu keponakan Pak Sofian, lulusan dari LA, jadi wajar kalau emang pintar dan langsung naik daun dalam karirnya.Aku menautkan alis, menunggu dia berbicara. Apakah dia sedang mengetik surat peringatan untukku? Ah, jantung sedikit berdebar karena selama sepuluh tahun bekerja di perusahaan ini belum pernah aku berbuat salah sekali pun.“
Suara Hantu di Kamar TamuPart 19 : Temu KangenDengan perasaan cemas, kupacu mobil menuju arah pulang. Debaran di dada terasa bergemuruh, aku sebenarnya tak mau ada hal buruk yang terjadi tapi semua ini tetap harus terjadi dan diselesaikan. Yang kutakutkan hanya kesehatan ibu, aku tak mau penyakitnya kambuh gara-gara berita mengejutkan ini.Berkali-kali, kuhela napas berat. Semua ini sungguh membuatku tertekan dan bimbang. Aku tak berani membayangkan hal terburuk yang akan menimpa keluargaku. Ah, aku ikhlaskan Syilvina untuk Riko. Akan tetapi, semua ini tak sesimpel itu. Kalau orangtua kami sudah tak ada, mungkin aku takkan sebimbang ini.Ya Tuhan, tunjukkan jalan penyelesaian terbaik! Kutarik napa panjang dan menghembuskannya perlahan. Syilvina akan tetap menjadi menantu ayah dan ibu, hanya saja ... dia sekarang bukan istriku lagi, tapi istri Riko. Apa aku sanggup mengatakan hal ini?Tanpa terasa, mobilku telah tiba di depan rumah. Debaran jantung semakin tak terkontrol saja. Langsu
Suara Hantu di Kamar TamuPart 35 (Tamat)“Hay!” Suara yang tak asing itu membuatku terkejut dari lamunan.Kulirik ke arah suara dari sebelah kanan kursi, seorang wanita dengan senyum manis menyambutku.“Vika!” Aku tak dapat menyembunyikan senyum bahagia saat melihatnya kini malah duduk di sampingku, padahal tadi aku sudah mendengar suara pesawat naik landas.“Ayo, pulang!” Vika tiba-tiba menggandeng tanganku dan mengajak untuk beranjak dari kursiku.Aku tak bisa berkata-kata, kuturuti saja ajakannya yang kini malah menggandengku ke tempat parkiran. Aku tersenyum, hati ini senang saat dia tak jadi pergi. Tanpa kusadari, perasaan aneh ini muncul tiba-tiba.Aku memasukkan koper milik Vika ke bagasi, lalu membukakan pintu mobil untuknya. Dia menahan senyum saat duduk di sebelahku.“Coba, katakan sekali lagi ucapan kamu di bandara tadi? Aku tak salah dengar ‘kan? Sebab tak ada tiket untuk ke kota x lagi hari ini, tiketku hangus hanya karena ingin memeriksakan telinga yang sepertinya menga
Suara Hantu di Kamar TamuPart 34 : GalauHari terus berlalu. Semenjak kejadian Vika mengirimkan chat isi hatinya, aku belum pernah melihatnya lagi muncul di kantor ini. Sedikit bimbang juga dengan keadaannya sekarang. Apa dia tersinggung dengan penolakanku atau juga sakitnya semakin parah? Kubolak-balik ponsel di tangan ini, dilema antara menanyakan keadaannya atau tetap cuek karena aku tak mau memberinya harapan palsu jika benar dia memiliki rasa terhadapku.Jam pulang kantor pun tiba. Kulirik ruangan di depan sana, di mana ada gadis yang selalu melempar senyum jika bertemu denganku, tapi kini ruangan itu terlihat sepi. Kuusap wajah dengan kesal, karena suasana hati jadi tak menentu saat ini.Sepanjang perjalanan pulang pun, aku masih kepikiran Vika. Ada perasaan aneh yang menyelusup di relung hati ini, rasa bimbang ini seakan tak tertahan. Ah, tak seharusnya aku begini, dia bukan siapa-siapa bagiku. Dia hanya seorang atasan di kantor. Ketika sampai di rumah, kualihkan pikiran kepad
Suara Hantu di Kamar TamuPart 33 : Isi Hati Vika[Radit, aku mencintaimu. Bolehkah aku menjadi mama dari anak-anakmu?]Ini isi chat dari wanita yang kini sedang terbaring di hadapanku. Apa-apaan dia? Ah, kekanak-kanakan sekali. Kugaruk dahi yang tidak gatal. Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia serius atau cuma bercanda, ya? Ada-ada saja. Aku jadi teringat kata-kata Arsha saat itu, katanya Vika suka denganku dan kupikir itu hanya bisa-bisanya putri sulungku itu saja.“Bu Vika, saya harus segera ke kantor. Hmm ... nanti Evita akan saya suruh ke sini, biar bisa menemani Bu Vika,” ujarku sambil bangkit dari kursi.Vika terlihat salah tingkah, tapi aku tetap berusaha bersikap wajar. Aku tak mau membuatnya malu, sedikit kasihan juga dengannya jika isi chat ini memang benar isi hatinya.Tanpa menunggu jawabannya, aku segera keluar dari ruangan itu dan meninggalkannya. Saat berpapasan dengan seorang perawat, aku sudah berpesan untuk menitipkan bosku itu, Vika Putri.Sesampainya di parkira
Suara Hantu di Kamar TamuPart 32 : POV Vika 2 (Chat Nyasar)[Hey, pelakor, jangan ganggu suamiku!]Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, masuk ke ponselku. Dahi ini langsung berkerut kala membacanya dan menganggap pesan itu hanya salah nomor sebab saat ini aku tak sedang mengganggu suami siapa pun. kuabaikan pesan itu dan melanjutkan aktifitasku yang sedang membaca sebuah novel online di KBM App dengan judul “Istri Gaib” karya Evhae Naffae. Aku mulai berkhayal jika memiliki suami gaib, ah ... mungkin asyik kali ya. Hanya aku yang dapat melihatnya, otomatis aman dari gangguan pelakor. Eh! Kok pelakor?‘Ting-ting-ting’ Beberapa pesan WhatsApp masuk kembali ke ponselku. Ah, benar-benar mengganggu saja tapi kayaknya nomor yang tadi deh yang chat, apa dia mau minta maaf karena telah salah kirim atau apa ya? Segera kubuka pesan itu dan membacanya.[Hey, pelakor, kuingatkan kepadamu, jangan pernah ganggu Bang Radit lagi. Kami akan segera rujuk, jadi jangan berharap kamu bisa menggodanya!][M
Suara Hantu di Kamar TamuPart 31 : Ulah ArshaAku masih sibuk mengerjakan laporan yang dipinta Pak Sofian harus selesai besok, saat getar ponsel membuyarkan konsentrasi. Segera kuraih benda pipih itu dan melihat siapa yang mengirim pesan.[Pak Radit, ajakan tadi malam, masih berlaku ‘kan? Jam berapa kita pergi?]Agghh ... itu chat dari Vika. Semua karena ulah Arsha, putri sulungku yang kini sudah pandai mengerjai papanya. Dasar! Aku tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala. Aku tak berminat pergi makan siang bersama Miss jutek itu, apalagi kalau sampai ketahuan Hilman yang sepertinya masih menyimpan rasa dengannya. Aku tak tega, lagipula aku tak mau seisi kantor heboh dengan gosipku dan Vika. Aku tak suka membuat skandal dan menjadi bahan perbincangan.Kumainkan ponsel dan memikirkan balasan yang tepat untuk Vika, aku tak mau membuatnya tersinggung. Dia gadis yang baik dan temannya Arsha pula, aku harus bisa membuat alasan yang masuk akal tapi apa, ya?‘Tok-tok’ Tiba-tiba terdenga
Suara Hantu di Kamar TamuPart 30 : POV Vika[Assalammualaikum, Bu Vika, maafkan saya atas kejadian di Bandara. Bukan maksud saya ingin menolak kebaikan ibu, tapi saya hanya merasa tak enak saja karena sudah merepotkan. Sekali lagi maaf.]Kupandangi chat dari Radit, rasanya tak percaya saja dia bisa chat aku begini. Senang sekali, bunga sakura seakan berterbangan di mana-mana, padahal isi chatnya biasa saja. Dasar aku, noraknya kebangetan! Aku tersenyum sendiri sambil memeluk ponsel.Aku balas apa ya? Duh, kok jadi grogi gini mau ngebalas apa? Kuacak rambut dengan menggeleng lemas. Vika, nggak usah malu-maluin begini, kenapa? Tinggal balas ‘tidak apa-apa’ aja jari ini mendadak kaku. Begini deh akibat dari mencintai seseorang dalam diam, padahal orang dicintai itu tak tahu sama sekali, hanya aku saja yang terlalu berharap kepada sesuatu yang tak mungkin.[Waalaikumsalama. Iya, Pak Radit, tidak apa-apa, saya bisa mengerti kok.]Segera kutekan tombol sent, selesai! Segampang itu tapi aku
Suara Hantu di Kamar TamuPart 29 : Maaf“Papa!” seru Arsha sambil memelukku.“Hey, bagaimana bisa kamu ada di sini?” tanyaku sambil mengacak rambut sebahunya.“Mau jemput papalah,” jawab Arsha sambil melirik wanita yang tak asing lagi di kantorku. Iya, dia Vika, sang manager jutek.“Hay, Pak Radit,” sapa Vika sambil tersenyum.“Maaf, Bu Vika, kalau Arsha sudah merepotkan anda,” ujarku dengan perasaan tak enak. Walau bagaimana pun, dia atasanku di kantor. Aku tak nyaman kalau Arsha meminta bantuannya untuk menjemputku ke sini.“Nggak apa kok, Pak Radit, saya dengan Arsha ‘kan berteman jadi papanya Arsha juga papa saya, eh!” Vika menutup mulutnya. “Maksudnya ... kita semua berteman, iya ... temanan.” Dia menggaruk kepala dengan senyum salah tingkah.Aku menahan senyum melihat Vika yang terlihat aneh begitu. Kenapa dia? Typo itu masalah bisa, apalagi hanya di hadapanku dan Arsha, lain halnya jika dia sedang memimpin rapat dengan karyawan bawahannya, ia tak boleh salah bicara sedikit pun
Suara Hantu di Kamar TamuPart 28 : Lega, Sedih, dan Bahagia[Dit, segeralah ke rumah sakit. Syilvina mencoba bunuh diri tadi pagi dan sekarang dia sedang kritis di ruang ICU.]Kuusap wajah saat membaca pesan dari mantan papa mertua. Aku tak habis pikir saja dengan tingkah Syilvina yang begitu mudah mau mengakhiri hidup. “Rik, ayo segera bersiaplah, kita harus segera ke rumah sakit!” ujarku kepada Riko yang sedang bergurau dengan anak-anak Reza.“Iya, Bang.” Riko menurunkan dua keponakan dari pangkuannya.“Ada apa, Bang?” Reza menatapku sekilas sambil sibuk dengan buku kecil untuk daftar belanjaan restorannya.“Ada masalah dengan Syilvina, kami harus segera ke rumah sakit. Titip Ayah, ya! Oh iya, Abang pinjam mobil kamu dong.” Kutadahkan tangan di hadapannya. Reza langsung mengeluarkan kunci mobil dari saku jaketnya dan memberikan kepadaku.Setelah berpamitan kepada ayah, kami bergegas berangkat ke rumah sakit untuk menemui Om Qumar yang sudah mengirim pesan tadi.Jalanan lumayan mac
Suara Hantu di Kamar TamuPart 27 : Test DNATanpa basa-basi lagi, aku meminta agar segera dilakukan tes DNA sebab aku tak punya banyak waktu di Kota dan kembali ke tujuan awal karena kedatanganku memang untuk itu. Om Qumar menyetujui, walau wajahnya masih muram. Aku dan Riko mengikuti langkahnya yang kini menuju ke sebuah ruangan yang ada di rumah sakit itu. Tak butuh waktu lama, beberapa saat kemudian, kami sudah selesai diambil sampel darah untuk keperluan tes DNA. Aku sudah meminta agar hasilnya dipercepat, dan kalau bisa, besok hasilnya sudah harus keluar. Aku juga berwanti-wanti kepada sang dokter, agar hasil tesku dan Riko takkan tertukar.Kuajak Riko untuk ke ruangan rawat Syilvina. Dalam hal ini, aku memang harus menyiapkan keikhlasan yang super dan melapangkan dada seluas-luasnya, jika terdapat adegan kangen-kangenan antara adik dan mantan istriku.Aku dan Riko mengetuk pintu dengan tulisan “Ruangan Anggrek” itu. Pintu terbuka, mantan mama mertua mempersilakan kami untuk mas