SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 84"Aku gak tahu lagi sama jalan pikiranmu, Nora. Terserah kamu sajalah. Aku capek, aku pulang cari duit bukannya dibuatkan teh atau kopi dan disambut senyuman malah kamu sambut aku dengan hal seperti ini dan dengan ucapan yang ketus! Pokoknya aku gak mau tahu itu uang yang aku kasih harus cukup untuk beberapa hari kedepan karena aku hari ini jualan lagi sepi jadi aku gak banyak bawa uang. Mana kita gak punya kulkas jadi sisa dagangan yang gak laku gak mungkin kan dijual buat besok lagi!" ketus David. Ia pun kembali merebahkan tubuhnya dan membelakangi Nora dengan sejuta perasaan kesal. "Ck! Nyebelin banget sih kamu, Mas! Ngeselin!" Nora pun sama jengkelnya dengan David. Misinya membuat sang suami senang dan memujinya pun gagal seketika. Padahal dalam hatinya tadi sudah memiliki keyakinan kalau David akan senang dan memujinya. Tentu saja memuji kecantikannya. Bagi Nora, membeli baju setiap seminggu sekali adalah sebuah kewajiban. Karena dirinya mema
David pun lantas bergegas menuju warung kelontong yang tak jauh dari tempat tinggalnya dengan berjalan kaki.Tak banyak yang ia beli, hanya seperempat telur dan juga sebungkus mie kuah rasa soto dengan merek mie seda*p. Setelah David memberikan uang dan telah menerima kembalian, ia pun lantas berjalan menuju ke rumah membawa kantong kresek berwarna hitam. "Mana, Mas?" tanya Nora yang tak sabar karena perut yang terasa begitu lapar. Apalagi semenjak kehamilan melanda, Nora doyan sekali yang namanya makan. David pun lantas memberikan kantong tersebut pada sang istri, bergegas Nora berjalan menuju dapur. Mengambil panci kecil dan menuangkan air ke dalamnya. "Sekalian bikin kopi atau teh, ya. Sekalian rebus airnya," ucap David yang ternyata mengikuti langkah sang istri. Setelah berucap, David pun meninggalkan Nora. Lelaki itu menuju ke ruang tengah untuk menggelar tikar sebagai tempatnya makan bersama dengan sang pujaan hati. "Iya," jawab Nora dengan singkat. Beberapa menit kemudian,
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 86"Aku tahu sakitnya pengkhianatan, akan tetapi, aku malah melakukan hal itu untuk menyakiti perempuan lain," ucap Arita dengan lirih dan penuh penyesalan."Maafkan aku, Raya, maafkan aku, Nania. Aku memang perempuan tak punya hati. Hanya demi ambisi dan napsuku, aku mengorbankan kalian demi menuruti egoku. Andaikan aku tidak membiarkan David dan Nora melakukan perbuatan bejat mereka, tentu saja aku pasti masih berhubungan baik dengan kalian. Sekarang aku hanya sendiri meratapi nasib. Masa tuaku yang pasti akan sendirian. Apakah ini karma untukku karena sudah berlaku jahat?" Arita medesah untuk menghilangkan sesak yang mendera dadanya. Pikirannya juga tiba-tiba teringat dengan Kevin. Seorang anak yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang meski awalnya ia berat untuk menerima. Akan tetapi, jauh di lubuk hatinya yang terdalam Arita menyayangi Kevin. Bagaimanapun juga Arita sudah merawat Kevin sejak ia masih bayi. Tentu saja perasaan sayang itu pasti
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 87Hatinya tercabik, harga dirinya terkoyak. Bagaimana tidak? Jika seorang suami sendiri yang merendahkan harga dirinya. Namun, lagi-lagi Arita tidak bisa berbuat apa pun. Ia hanya bisa pasrah atas nasib buruk yang menimpanya. ***"Kenalkan dia Trias istri baruku. Kami baru saja menikah sebulan yang lalu," ucap Rama pada Arita yang sedang melipat baju. Gerakan tangan wanita cantik itu terhenti di udara dan menatap sosok pria yang jarang pulang dan sering memukulinya itu dengan tatapan nanar. "I-istri, Mas?" tanya Arita memastikan. "Yah, dia adik madumu, aku harap kamu dan Trias akur karena Trias akan tinggal di rumah ini selama dua bulan. Aku diajak Ayah pergi ke kota sebelah untuk urusan pekerjaan. Aku harap kamu sama Trias yang akur. Aku tidak mau mendengar kamu menindas Trias. Dia adalah belahan jiwaku," ucap Rama dengan santainya. Bahkan, Rama sama sekali tidak melihat ke arah Arita. Ia justru membelai rambut Trias dan meletakkan anak rambut it
"Silahkan pergi kalau kamu mau tapi jangan salahkan aku kalau Ayah akan menagih hutang-hutang orang tuamu yang sudah tua renta itu," ucap Rama yang membuat gerakan tangan Arita yang mengemas pun terhenti seketika.Arita menatap Rama dengan tatapan yang kembali berkaca-kaca. Ia masih tidak habis pikir bagaimana dengan jalan pikiran suaminya itu. Rama menginginkan kebebasan. Dengan terang-terangan Rama mengatakan jika dirinya lebih mencintai istri barunya ketimbang sosok Arita yang sudah menemaninya terlebih dahulu. Bukankah ancamannya itu sebagai senjatanya untuk mencegah kepergian Arita? Begitulah isi batin perempuan yang saat ini kembali meneteskan air mata."Kamu masih mau pergi?" tanya Rama dengan nada angkuhnya. Sebab Rama yakin jika ancaman itu sudah keluar dari mulutnya, maka Arita akan kembali mengurungkan niatnya untuk pergi. Bukan hanya sekali atau dua kali Rama mengancam dengan hal seperti itu, dan ancaman itu selalu menggagalkan kepergian Arita."Mas, tidak berpikir kah ka
"Kamu apa-apaan sih, Mas?! Mbak Rita itu sedang hamil tua, dia sedang mengandung anakmu. Kenapa kamu memperlakukannya dengan begitu kasar?!" pekik Trias yang menunjukkan kepeduliannya pada kakak madunya itu. Kepala itu menggeleng-geleng. Benar-benar tak habis pikir dengan sikap sang suami."Sayang, udah jam segini dia belum bangun loh. Siapa yang nggak marah?! Padahal jelas-jelas sudah kukatakan jika pagi ini aku akan pergi," ucap Rama dengan nada suara yang terdengar begitu lembut. Pandangan Rama beralih pada Arita yang menyimpan rasa kesal dan dendam. Padahal baru kali ini Arita bangun kesiangan. Bukan tanpa sebab sebenarnya, sepanjang malam, sepasang mata itu selalu terjaga. Perempuan itu duduk meringkuk di atas ranjang sembari menyelami rasa sakit yang tiada terkira. Apalagi, kandungannya yang kian membesar, sering sekali ia merasakan kram di area perut jika pikiran Arita sedang merasa stress dan tertekan."Apa sudah kau siapkan pakaian yang aku bawa?!" Jika tadi Rama berucap den
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 90"Kamu sisihkan lalu kau taburkan racun? Kau mau membuatku dan anakku mati, lalu kau bisa menguasai Mas Rama sepenuhnya? Benar-benar licik dan picik!" hina Arita. Ia pun langsung berlalu pergi meninggalkan Trias yang saat ini semakin merasakan sesak yang tiada terkira."Bu beli sabun colek nya dong," ucap seorang pembeli pada Arita membuatnya tersentak. Arita tersadar dirinya melamun cukup lama akan masa lalunya. Masa lalu yang begitu menyesakkan dada. Masa lalu yang tidak akan pernah bisa hilang dari ingatannya. "Ah, iya, Bu, mau yang besar apa yang kecil?" tanya Arita pada si pembeli itu. "Yang kecil saja, Bu, sama kecapnya dua sachet. Terus masaki rasa sapi tiga bungkus. Garam nya satu," ucap si pembeli menyebutkan beberapa kebutuhan yang sekiranya habis di rumahnya. Kebetulan para ibu-ibu di wilayah itu memang kebanyakan ibu rumah tangga dan para suami mereka bekerja di pabrik yang tidak jauh dari tempat itu. "Ini, Bu, totalnya delapan ribu
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKBAB 91"Dih, lagian kapan aku kasih harapan sama situ? Situnya aja yang gak nyadari diri! Warisan gak seberapa dan anak banyak aja pake ngarep. Yang ada pusing nantinya rebutan warisan! Dah ah aku mau pergi! Engep liat muka situ gak ada cahaya kebahagiaan soalnya!" ketus Nora dan setelahnya ia pergi meninggalkan sekumpulan pemuda pemalas itu dengan gelak tawa mereka yang masih terdengar di telinga Nora. "Hahaha dasar si tonggos. Merayu cewek dapat kagak ditolak mah iya. Hahahahaha," ucap salah seorang teman pria tadi. Sontak saja semuanya kembali tergelak mendengar ucapan temannya itu. Namun, pria yang menggoda Nora tadi justru memanyunkan bibirnya yang membuatnya semakin terlihat monyong dan tonggos. Hahahaha. "Sialan! Awas ya lu pada! Gue gak mau lagi traktir lu minum kopi sama rokok!" sentak si pria itu dengan mata melotot dan air liurnya sedikit muncrat dari bibirnya membuat teman-temannya berusaha menghindari muncratan liurnya itu. "Ah gitu aja nga
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de