"Halo, Nona? Masihkah kau di sana?" ucap Ravi karena tak kunjung dapat jawaban dari sang kekasih. "Ish, Nona Nona. Aku itu janda. Jangan ngejek gitu, ah." Raya berusaha mengalihkan pembicaraan. Bibir berpoles lipstik berwarna nude itu mengerucut, padahal Raya tahu, jika bibirnya yang manyun itu tak akan dilihat oleh lawan bicaranya. "Ha ha ha. Jangan ngalihkan pembicaraan. Tinggal jawab gitu aja susah ya?""Memang kamu tanya apa?" Raya kembali menggoda Ravi. Bibir itu kembali menunjukkan seulas senyum. Rasa hangat masih ia rasakan di kedua belah pipinya. "Apa kamu mencintaiku?" Raya mengatur napasnya, setelahnya ia mulai merangkai kata hingga keheningan kembali tercipta. Hingga beberapa saat kemudian, suara Ravi pun kembali menelusup ke gendang telinga Raya. "Apa kamu mencintaiku?" Ravi mengulang pertanyaannya. "Hey, apa pertanyaanmu itu membutuhkan jawaban, Tuan?" celetuk Raya sembari bibir tersenyum. "Tentu saja." "Apa aku yang menerimamu beserta kehadiran Cahaya tak cukup s
"Halo, Sayang ...," sapa Nora saat melihat Dirga sedang duduk di kursi tunggu.Dirga yang menyadari kehadiran sosok wanita yang sudah ia tunggu-tunggu, ia pun langsung bangkit dari tempat duduknya.emasukkan benda pipih yang sedari tadi menemaninya lalu membuka kedua tangannya lebar-lebar. Tanpa rasa canggung sama sekali Nora pun langsung masuk ke dalam pelukan sosok lelaki yang menawarkan kenikmatan dunia pada dirinya itu. Kecupan demi kecupan mendarat di wajah perempuan berparas ayu hingga membuat bibir itu mengeluarkan gelak tawa. Sedangkan di sisi lain, David yang saat ini bersembunyi di belakang sebuah patung yang keberadaannya tak jauh dari kedua insan yang siap meneguk kembali kenikmatan itu mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Hingga kuku-kuku itu menjadi memutih. Tak dipedulikannya rasa nyeri yang menjalar di kedua telapak tangannya. Emosi sudah berasa di ubun-ubun. Jika orang memiliki kekuatan super, ia bisa melihat kepulan asap yang keluar dari kedua lubang telinga m
Dengan langkah panjang, David berjalan menuju ke arah kamar dengan kedua tangan yang terkepal dan deru napas yang memburu. Dengan tangan gemetar karena emosi yang benar-benar terasa meluap, David memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya. Bahkan, gerakan itu menimbulkan bunyi, hanya saja sepasang lelaki dan perempuan yang saat ini tubuhnya saling menyatu tengah begitu menikmati pergumulan, mereka tak menyadarinya adanya seseorang yang akan merangsek ke dalam kamar. Dirga pun terus memainkan permainannya, hingga suara desahan dan erangan terdengar beriringan. Perlahan David membuka daun pintu. Saat pintu terbuka selebar jengkal tangannya, suara desahan itu menelusup ke kedua gendang telinganya. David membuka pintu lebih lebar. Hingga kedua bola matanya itu mampu melihat dengan jelas tubuh sang istri sedang bersatu dengan lelaki lain di atas ranjang peraduan Tubuh David membeku. Otot-otot di kedua tungkainya terasa melemah. David ingin melangkah, hanya saja, kedua telapak kakinya te
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBab 117Ia tarik tangannya lalu ia bangkit dari tubuh yang wajahnya telah bersimbah darah itu. David menatap tajam ke arah wajah sang istri. "Kau berusaha melindunginya? Oke, baiklah. Silahkan lanjutkan pertempuran kalian." David melangkah berniat meninggalkan Nora yang masih pada posisinya. Menyadari jika David akan meninggalkannya Nora kembali menghampiri David dengan setengah berlari tanpa ia memakai pakaian terlebih dahulu. Yah, kondisi Nora saat ini masih bertelanjang dan disaksikan banyak pasang mata karena kejadian itu membuat kegaduhan yang membuat para pengunjung hotel tersebut keluar dan ingin tahu hal apa yang sedang terjadi. "Mas tunggu, Mas, dengarkan penjelasan aku dulu!" pekik Nora tanpa melanjutkan langkahnya karena dia baru sadar jika tubuhnya menjadi santapan tatapan para pria hidung belang yang sama-sama tengah asik memadu kasih di hotel itu bersama perempuan simpanannya. Langkah kaki David terhenti dan ia kembali menoleh ke arah N
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU118 Akan tetapi, apakah rasa penyesalan itu akan selamanya? Ah tentu saja tidak. Dirga pun sama tak tahu dirinya sebagai manusia. Penyesalan itu hanyalah sesaat dan jika ia bertemu dengan perempuan lain mungkin Dirga akan lupa dengan rasa penyesalannya itu. Nora melenggang dengan santainya ke dalam kamar kosannya tanpa mempedulikan para pria tongkrongan biasa di depan kos Nora dan David. Setelah sampai di depan pintu kamar kosnya Nora meraih handle dan menekannya ke bawah lantas ia mendorong pintu itu hingga terbuka dan terpampanglah sosok suami yang tadi sedang sangat marah padanya. David menoleh ke arah Nora dan Nora memberikan seulas senyum pada David. David tidak membalas senyuman itu bahkan ia sangat muak melihat wajah Nora yang tidak tahu malu. Apa Nora pikir jika David tidak lagi marah terhadapnya? Entahlah apa yang Nora pikirkan saat ini David sendiri pun tak habis pikir. "Mas maaf menunggu lama," ucap Nora memecah keheningan antara dirinya d
Jarum jam di dinding menunjukkan pukul empat sore. Pertanda jam bekerja pun telah usai. Bergegas Kevin menumpuk berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya, memasukkan kembali bolpoin ke dalam tempat semulanya. Lelaki berwajah manis nan tampan itu pun lantas berdiri, menyambar jas berwarna hitam yang menggantung di sandaran kursi. Cepat Kevin mengenakannya. Setelah jas itu telah membalut tubuhnya, lelaki itu pun bergegas mengambil tas yang ia letakkan di atas meja, setelahnya, ia pun melangkah ke luar ruangan. Suara derap langkah terdengar begitu cepat menyusuri lorong demi lorong menuju ke tempat parkir. Ya, Kevin tak sabar sekali ingin segera pulang. Sebab, ia sudah bertekad jika dimulainya hari ini akan belajar mengaji. Kevin tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia sadar, semakin istimewanya seorang perempuan, maka akan semakin sulit ia dapatkan. Seperti yang ia alami saat ini. Kevin bisa mendapatkan sosok perempuan yang ia cintai, akan tetapi dengan syarat yang tak
"Maaf nih, Nak Kevin, bukan bermaksud lancang atau mencampuri urusan pribadi. Kalau boleh tahu, apa alasannya Nak Kevin pengen private? Apalagi tadi Nak Kevin sudah menargetkan kalau dua bulan harus bisa baca alqur'an?" tanya Sang Ustadz dengan santun. Kevin pun menganggukkan kepalanya. Setelahnya ia pun mulai menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ustadz. "Sebenarnya, saya sedang dekat dengan seorang perempuan, Ustadz. Kebetulan sekali ia bisa terbilang berasal dari keluarga yang khusyuk. Kemarin saya mendatangi ke kediamannya untuk menemui kedua orang tua perempuan yang saya inginkan itu. Saya menyampaikan niat baik saya untuk meminang putrinya. Akan tetapi, ayah dari perempuan yang ingin saya nikahi itu meminta saya untuk menghafal salah satu surah yang ada di dalam Alquran." Kevin sengaja menjeda ucapannya. Ia pun menghela nafas dalam-dalam. Sedangkan Sang ustadz pun hanya menyimak dengan seksama kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir itu tanpa sedikitpun menye
Hari terus berganti dengan hari. Kini, sudah dua minggu lamanya Kevin belajar mengaji. Dengan begitu telatennya sang Ustadz mengajari anak didiknya yang sudah berusia dewasa itu."Nak Kevin sudah lancar baca iqra 1 sampai 6. Mulai besok, kita belajar baca al-qur'an," titah sang Ustadz yang dibalas anggukan oleh Kevin. Sungguh ... di dalam lubuk hatinya, Kevin merasa begitu puas dengan peningkatan yang ia lalui dalam proses belajar mengaji itu. Tak ada kendala yang berati, meskipun terkadang ia masih dilanda oleh rasa bingung. Seiring berjalannya waktu, Kevin merasa benar-benar ingin belajar karena ingin lebih dekat dengan-Nya. Akan tetapi, meskipun begitu, nama Sintya masih terpahat dengan sempurna di dalam hatinya."Baik, Pak Ustadz," sahut Kevin sembari kepala mengangguk paham. Beberapa menit terjadilah perbincangan di antara mereka. Hingga setelahnya, sang Ustadz pun berpamitan untuk pulang. Kevin mengantarkan sang Ustadz sampai ke depan pintu gerbang rumahnya. Sebenarnya ia