Vivi licik. Meski ia tahu Albi memiliki kekasih yang tengah hamil, ia tetap berkata akan menikah dengan Albi. Vivi tidak sungkan memberikan tawaran yang sangat bagus untuk Albi, asalkan ia bersedia menikah dengannya. Bahkan secara tidak disadari oleh Albi, perempuan itu juga menekan mental Shera yang tengah hamil muda, agar menjauh dari kehidupan Albi.Jika ditilik kembali kisah mereka ke belakang, Vivia adalah perempuan yang sangat ambisius. Tak heran jika Shera terlihat sangat ketakutan, jika sewaktu-waktu Vivi kembali mengeluarkan taringnya sehingga memisahkan Albi dari Shera lagi.“Dia sama sekali tidak peduli pada siapa pun. Via hanya memikirkan dirinya,” ucap Albi seorang diri, menatap lurus pada monitor yang menyala di depannya.Sejak pagi tadi lelaki itu tak bisa berpikir jernih. Ia terlalu takut jika hubungannya dan Shera akan kembali hancur seperti yang pernah terjadi. Albi tidak rela jika sekali lagi kekasih yang sangat ia cintai harus menderita, lantas anak mereka pun mend
Bunyi bell yang berulang membuat asisten rumah tangga berusia tiga puluhan itu, sedikit panik. Kaki pendeknya berlarian kencang menuju pintu, sedangkan jantung sudah berpacu sangat cepat. Asisten itu bahkan mempersiapkan diri untuk mendapat omelan dari sang nyonya, karena terlalu lama membukakan pintu. Lagi, ini masih pukul sebelas pagi, baru tiga jam yang lalu Vivia meninggalkan rumah dan ia sudah kembali? Ia berpikir akan mendapatkan amukan dari sang nyonya.Ting! Tong! Ting! Tong!Bell masih terus berbunyi, dipencet berulang-ulang membuat orang yang mendengarnya semakin panik.“Maaf, Nyonya, saya baru sa-ja....”Kata-kata asisten itu terhenti setelah membukakan pintu. Orang yang berdiri di depannya bukanlah nyonya yang ia pikirkan.‘Siapa perempuan ini?’Selama bertahun-tahun bekerja di rumah itu, ia belum pernah melihat tamu ini sebelumnya. Ia termenung melihat tamu asing dengan koper besar di kedua sisinya.“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” tanya asisten tersebut. Sejenak ia b
Bahkan Vivia belum bisa meredakan amarahnya oleh kedatangan Albi yang berkata akan membawa Shera tinggal bersama di rumah mereka, ia sudah mendapat telepon dari rumah. Amarahnya tak bisa Vivia tahan ketika asisten di rumahnya mengatakan seorang wanita muda datang ke rumah. Wanita yang—menurut pengaduan asistennya—memanggil Albian dengan panggilan sayang. Vivi tidak sempat berpikir dua kali meninggalkan kantor untuk segera melihat perempuan sialan yang sudah memporak-porandakan rumah tangganya itu.Mata nyalang dan dada penuh emosi membuat Vivia tak bisa mengontrol diri. Ia teriaki perempuan tak punya urat malu itu, agar segera keluar dari rumahnya.Namun, Shera hanya berdiri seperti tak kenal takut. Justru perempuan itu memamerkan senyumnya yang sanga menjijikkan di mata Vivia.“Kau tidak mendengar perkataanku? Keluar dari rumahku sekarang juga!” teriak Vivia sekali lagi, lantas bergegas mendekati Shera.Dengan tangan gemetar oleh emosi yang sudah tak tertahankan, Vivia cengkeram pund
Anak? Astaga... Vivia merasa ada yang tidak beres di sini. Bagaimana pun, ia tahu bahwa suaminya sudah dijerat oleh iming-iming anak oleh Shera.Benar. Albi memang sangat ingin memiliki anak. Meski pernikahan ini tak pernah berjalan baik, Albian pernah berkata pada Vivi bahwa ia menginginkan seorang anak. Suaminya itu beberapa kali menyarankan Vivi agar ke dokter, untuk memeriksakan keadaan mereka berdua, tapi Vivia selalu menolak. Vivi tidak ingin membuat dirinya dan Albi tertekan, oleh hasil yang diberikan oleh dokter.Pantas saja Albian sangat terobsesi ingin bersama dengan Shera, ternyata semua itu hanya karena anak yang dulu dikandung Shera. Anak yang Shera katakan adalah buah cintanya dengan Albian.Namun, satu hal yang Albi tidak tahu bahwa Shera tengah melakukan sebuah permainan. Albi tengah dijerat oleh Shera, dijanjikan bersama dengan anaknya yang... bahkan Vivia tidak ingin memikirkan semua itu.“Baiklah, jika ini demi anakmu, aku akan membiarkan kekasihmu tinggal dengan ki
“Mulai malam ini, aku akan tidur di kamar yang sama dengan Shera.”Vivia baru keluar dari kamar mandi, saat Albi mengatakan niatnya itu. Vivi tertegun sesaat, bahkan Albi tidak mengucapkan sepatah kata terima kasih, lagi dan lagi suaminya itu sudah menikam dada Vivi sangat sakit. Ia baru saja membiarkan Albi membawa selingkuhannya ke rumah mereka, tak ada kah sedikit saja rasa bersalah di dadanya untuk Vivi?Namun, kenyataan tetap lah kenyataan. Sejak awal memang Albi tidak pernah peduli akan perasaan istrinya.“Baik, kau bisa melakukan apa pun yang kau suka,” sahut Vivia tanpa ekspresi. Rasa sakitnya sudah di ambang tertinggi, membuat hatinya seakan membatu.“Tapi, kau tidak boleh melebihi batas. Ingat, kita memiliki perjanjian, kau dan Shera hanya boleh bersama saat di rumah dan tetap lah jaga sikap kalian di depan publik.”“Kau tak perlu mengajarkanku tentang itu. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”Ia bahkan tidak peduli dengan kata-kata Vivia, hanya mengikuti hatinya saja.“Aku h
Matanya tajam menatap Shera, menunjukkan kekuasaan atas dirinya. Vivi bukan oleh lemah seperti yang dipikirkan gadis itu, meski kali ini ia harus mengalah menerima Shera di rumahnya, bukan berarti segala yang ada di rumahnya bisa disentuh orang lain! Rumah ini masih hak milik Vivia dan Albi, sedangkan kamarnya adalah tempat kekuasaan yang tak boleh dimasuki orang lain, apalagi selingkuhan suaminya.Shera sendiri tahu Vivia tengah mengibarkan bendera perang, ia turut menatap mata Vivia bagaikan anak panah yang menusuk. Apakah Vivi baru mengatakan ia tak boleh memasuki kamar itu? Apakah Vivia berpikir, Shera akan peduli dengan aturan yang barusan ia katakan? Jelas Vivi ingin mengingatkan Shera hanya orang asing dan hatinya tidak terima akan hal itu. Vivi mungkin merasa ia yang berkuasa di rumah ini, tapi Shera bisa saja melemparkan wanita itu keluar dari rumahnya sendiri!Tapi dalam sekejap, Shera membuat lekukan senyum di antara bibirnya seakan tak terpengaruh oleh penolakan Vivi. I
Pagi itu kantor sangat riuh oleh suara para wanita yang tengah bergosip ria. Seperti mereka tak memiliki kesibukan saja, berkumpul membentuk lingkaran dan sangat fokus mendengarkan cerita Shera. Ya, gadis itu duduk di bangku paling tengah, menjadi pusat perhatian semua orang.Vivia yang baru saja tiba memilih mengabaikan mereka, tapi langkahnya berhenti saat salah satu temannya yang mengenakan seragam merah muda, memanggil.“Vi, kau baru tiba? Tumben kau terlambat.”Itu Lovita, teman yang terbilang dekat dengannya di kantor. Vivia mengangguk dan mengulas senyum tipis.“Ya, aku ada urusan di tempat orang tuaku,” sahut Vivi tak berbohong. Pagi tadi setelah kesal melihat tingkah Albian dan Shera, ia membawa mobilnya menuju rumah orang tua sekedar menghilangkan kesal di hati.“Kau menginap di rumah orang tuamu? Pantas saja Pak Albi datang sendiri tadi,” sambung teman lainnya.Datang sendiri? Vivi tidak percaya itu, sebab sudah pasti ada Shera yang menguntitnya. Hanya saja, mungkin mereka
Shera mengemas barang-barangnya di ruang ganti, setelah selesai dengan pekerjaannya. Ia tak harus menunggu Vivia selesai dengan acaranya, sebab tugasnya hanya menyiapkan dan membantu Vivia mengenakan gaun. Selanjutnya setelah acara itu selesai, biasanya Vivia akan mengenakan gaun yang sama kembali ke rumah, lalu Reva yang akan menyerahkan gaun itu pada Shera saat di kantor. Sebab itu, ia tak harus membuang waktu untuk menunggu Vivia selesai.“Aku sudah siap, Bi, kau akan menjemputku, kan?” ucap Shera berbicara di dalam telepon, sesaat setelah lelaki itu mengangkat panggilannya.“Aku sudah di jalan, sebentar lagi akan tiba. Tunggulah di luar.”“Kau tak menjemputku ke dalam? Padahal aku sangat ingin kau memelukku dari belakang, saat aku masih sibuk dengan pekerjaan,” goda Shera bernada manja, membuat Albi terkekeh di ujung telepon.“Hehehe, kau sedang mengenang masa lalu kita?” Albian berkata sembari mengingat tingkahnya di masa lalu, yang sering membuat kekasihnya terkejut dan menjeri