Anak? Astaga... Vivia merasa ada yang tidak beres di sini. Bagaimana pun, ia tahu bahwa suaminya sudah dijerat oleh iming-iming anak oleh Shera.Benar. Albi memang sangat ingin memiliki anak. Meski pernikahan ini tak pernah berjalan baik, Albian pernah berkata pada Vivi bahwa ia menginginkan seorang anak. Suaminya itu beberapa kali menyarankan Vivi agar ke dokter, untuk memeriksakan keadaan mereka berdua, tapi Vivia selalu menolak. Vivi tidak ingin membuat dirinya dan Albi tertekan, oleh hasil yang diberikan oleh dokter.Pantas saja Albian sangat terobsesi ingin bersama dengan Shera, ternyata semua itu hanya karena anak yang dulu dikandung Shera. Anak yang Shera katakan adalah buah cintanya dengan Albian.Namun, satu hal yang Albi tidak tahu bahwa Shera tengah melakukan sebuah permainan. Albi tengah dijerat oleh Shera, dijanjikan bersama dengan anaknya yang... bahkan Vivia tidak ingin memikirkan semua itu.“Baiklah, jika ini demi anakmu, aku akan membiarkan kekasihmu tinggal dengan ki
“Mulai malam ini, aku akan tidur di kamar yang sama dengan Shera.”Vivia baru keluar dari kamar mandi, saat Albi mengatakan niatnya itu. Vivi tertegun sesaat, bahkan Albi tidak mengucapkan sepatah kata terima kasih, lagi dan lagi suaminya itu sudah menikam dada Vivi sangat sakit. Ia baru saja membiarkan Albi membawa selingkuhannya ke rumah mereka, tak ada kah sedikit saja rasa bersalah di dadanya untuk Vivi?Namun, kenyataan tetap lah kenyataan. Sejak awal memang Albi tidak pernah peduli akan perasaan istrinya.“Baik, kau bisa melakukan apa pun yang kau suka,” sahut Vivia tanpa ekspresi. Rasa sakitnya sudah di ambang tertinggi, membuat hatinya seakan membatu.“Tapi, kau tidak boleh melebihi batas. Ingat, kita memiliki perjanjian, kau dan Shera hanya boleh bersama saat di rumah dan tetap lah jaga sikap kalian di depan publik.”“Kau tak perlu mengajarkanku tentang itu. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”Ia bahkan tidak peduli dengan kata-kata Vivia, hanya mengikuti hatinya saja.“Aku h
Matanya tajam menatap Shera, menunjukkan kekuasaan atas dirinya. Vivi bukan oleh lemah seperti yang dipikirkan gadis itu, meski kali ini ia harus mengalah menerima Shera di rumahnya, bukan berarti segala yang ada di rumahnya bisa disentuh orang lain! Rumah ini masih hak milik Vivia dan Albi, sedangkan kamarnya adalah tempat kekuasaan yang tak boleh dimasuki orang lain, apalagi selingkuhan suaminya.Shera sendiri tahu Vivia tengah mengibarkan bendera perang, ia turut menatap mata Vivia bagaikan anak panah yang menusuk. Apakah Vivi baru mengatakan ia tak boleh memasuki kamar itu? Apakah Vivia berpikir, Shera akan peduli dengan aturan yang barusan ia katakan? Jelas Vivi ingin mengingatkan Shera hanya orang asing dan hatinya tidak terima akan hal itu. Vivi mungkin merasa ia yang berkuasa di rumah ini, tapi Shera bisa saja melemparkan wanita itu keluar dari rumahnya sendiri!Tapi dalam sekejap, Shera membuat lekukan senyum di antara bibirnya seakan tak terpengaruh oleh penolakan Vivi. I
Pagi itu kantor sangat riuh oleh suara para wanita yang tengah bergosip ria. Seperti mereka tak memiliki kesibukan saja, berkumpul membentuk lingkaran dan sangat fokus mendengarkan cerita Shera. Ya, gadis itu duduk di bangku paling tengah, menjadi pusat perhatian semua orang.Vivia yang baru saja tiba memilih mengabaikan mereka, tapi langkahnya berhenti saat salah satu temannya yang mengenakan seragam merah muda, memanggil.“Vi, kau baru tiba? Tumben kau terlambat.”Itu Lovita, teman yang terbilang dekat dengannya di kantor. Vivia mengangguk dan mengulas senyum tipis.“Ya, aku ada urusan di tempat orang tuaku,” sahut Vivi tak berbohong. Pagi tadi setelah kesal melihat tingkah Albian dan Shera, ia membawa mobilnya menuju rumah orang tua sekedar menghilangkan kesal di hati.“Kau menginap di rumah orang tuamu? Pantas saja Pak Albi datang sendiri tadi,” sambung teman lainnya.Datang sendiri? Vivi tidak percaya itu, sebab sudah pasti ada Shera yang menguntitnya. Hanya saja, mungkin mereka
Shera mengemas barang-barangnya di ruang ganti, setelah selesai dengan pekerjaannya. Ia tak harus menunggu Vivia selesai dengan acaranya, sebab tugasnya hanya menyiapkan dan membantu Vivia mengenakan gaun. Selanjutnya setelah acara itu selesai, biasanya Vivia akan mengenakan gaun yang sama kembali ke rumah, lalu Reva yang akan menyerahkan gaun itu pada Shera saat di kantor. Sebab itu, ia tak harus membuang waktu untuk menunggu Vivia selesai.“Aku sudah siap, Bi, kau akan menjemputku, kan?” ucap Shera berbicara di dalam telepon, sesaat setelah lelaki itu mengangkat panggilannya.“Aku sudah di jalan, sebentar lagi akan tiba. Tunggulah di luar.”“Kau tak menjemputku ke dalam? Padahal aku sangat ingin kau memelukku dari belakang, saat aku masih sibuk dengan pekerjaan,” goda Shera bernada manja, membuat Albi terkekeh di ujung telepon.“Hehehe, kau sedang mengenang masa lalu kita?” Albian berkata sembari mengingat tingkahnya di masa lalu, yang sering membuat kekasihnya terkejut dan menjeri
“Ayah Mertua, Anda menghadiri acara ini?” sapa Albian menyalami ayah mertuanya. Vivia tidak berbohong, Adi Wangsa benar berada di acara itu. Hatinya terasa malas membayangkan apa yang akan terjadi ke depan nanti.“Ya. Aku diundang ke acara ini, jadi sekalian melihat istrimu berpidato, aku menghadirinya,” sahut Adi Wangsa bangga. Ia elus puncak kepala putrinya dan memuji kelihaian Vivi saat berada di podium tadi. “Kau semakin hebat, ayah bangga padamu.”“Terima kasih, Ayah. Semua ini berkat ayah dan ibu yang sudah mendidikku dengan baik.” Vivi membungkukkan tubuhnya sedikit, menunjukkan rasa hormatnya.Ia adalah putri yang manja dan suka merengek pada kedua orang tuanya, tapi Vivi juga selalu menunjukkan sikap hormatnya di depan publik untuk menjaga nama baik keluarga.“Pak Jendraaal....”Seorang bersetelan hitam lengkap dengan jasnya, mendekati tiga orang yang tengah berbincang, lantas disambut tawa oleh Adi wangsa.“Pak Wali Kota, akhirnya kita bisa bertemu kembali.”Adi Wangsa dan W
Bibir yang tadinya hanya menempel pelan, kini mulai bergerak melumat milik Vivia. Albi lebih berani, membuka mulut Vivia dengan lidah basahnya. Vivia semakin berdebar tak kuasa menolak saat lidah lelaki itu menjalar merongrong rongga mulutnya.Hasrat di dalam dirinya terpancing. Vivia sampai mencengkeram jok mobil untuk membuat dirinya tetap waras. Ia harus tahu diri bahwa lelaki yang menciumnya ini hanya ingin kejujuran dari dirinya.Albi tidak mencintainya. Hati Albian telah terpatri hanya untuk Shera si cinta pertamanya saja. Albi tak pernah mengharapkan Vivia menjadi istrinya.Jika Vivi membalas lumatan bibir Albi, sudah jelas dirinya yang akan kalah sekarang. Albi akan menertawakan Vivi dan menghina dirinya, menyebut Vivia tidak mau bercerai karena ego dan cinta yang tidak pernah Albi harapkan. Semua hinaan itu akan membuat Vivia semakin malu, hingga tak akan berani menatap mata Albian lagi. Karenanya, ia harus menunjukkan pada Albian bahwa dirinya sama sekali tak terpengaruh ole
“Apa-apaan itu? Kau... memaksa menciumnya?”Shera menatap Albian tak percaya. Saya marah, sangat marah sampai suaranya begitu keras terdengar di dalam rumah. Vivia yang sudah menaiki tangga menuju lantai dua masih bisa mendengar suara Shera di luar sana.Ia tersenyum. Jika belakangan ini dia yang harus makan hati oleh api cemburu, kali ini Shera merasakan hal yang sama.Rasakan itu. Kau terlalu bangga karena dia mencintaimu, tapi nyatanya lelaki yang kau cintai masih bisa mencium perempuan lain,” ucapnya sendiri.Di luar rumah, Albian mencoba menyadarkan dirinya yang masih terasa mabuk. Amukan Shera tak main-main, bukan hanya suara yang keras itu ia jadikan menyerang Albi tapi tangan juga mulai ikut memukul.“Kau menciumnya? Kau sengaja mempermalukanku? Sebenarnya, maumu apa, Albi? Bukannya kau bilang tak pernah mencintai? Kenapa kau mencium Vivia?!” Ia hujani Albi dengan rentetan pertanyaan yang sangat banyak. Entah mana yang akan Albi jawab lebih dulu."Dia... ini tidak seperti yang