Di pintu keluar kembali ia bertemu dengan Vivia. Tatapan mata Vivi yang mengejek membuatnya semakin muak. Shera ingin segera pergi dari tempat itu untuk menghindari bertemu mata kembali.“Shera?”Tapi baru saja Shera melangkah, Reva sudah memanggilnya dari belakang. Mau tak mau, dengan berat hati Shera berbalik untuk memenuhi panggilan dari Reva.“Ya?”“Kau sudah akan pulang?”“Pekerjaanku sudah beres, aku sangat lelah dan ingin segera pulang untuk beristirahat,” sahut Shera, ia sangat muak melihat Vivia berdiri di sebelah Reva.“Ah, maaf. Aku hanya ingin memberikan ini.” Sebuah undangan di tangannya Reva sodorkan pada Shera. “Undangan untuk Ibu Vivi. Karena kau yang mengatur pakaian Ibu Vivi, jadi kau juga memerlukannya untuk memilih gaun yang cocok dengan tema.”Pekerjaan lagi. Shera sudah terlanjur menandatangani kontrak kerja dengan perempuan yang sangat dibencinya itu. Meski sangat geram dan muak melihat Vivia, ia tak bisa mengelak jika sudah membicarakan pekerjaan.“Terima kasi
“Kau masih marah padaku?” tanya Albian, ia tatap wajah kekasihnya yang cemberut tidak senang. Sejak Vivia berkata tidak akan pernah bercerai, Shera sangat menghindar dari Albi.“Shera... katakan lah walau sepatah kata, jangan mendiamkanku seperti ini.” Albi terus membujuk k“ekasih yang bahkan tidak mau membuka mulutnya.Albian menginginkan Shera sangat banyak, sebanyak ia menginginkan kariernya tetap cemerlang. Didiamkan seperti sekarang membuat sudah seperti orang gila, yang bahkan bekerja pun menjadi tidak fokus.“Apa yang harus aku lakukan agar kau tak lagi marah, She?”“Bercerai dari Vivia, lalu menikah denganku. Memangnya, menurutmu apa lagi yang aku inginkan?” sahut Shera menatap tajam.Jika saja bisa segampang itu, tidak akan Albi berlama-lama. Ia tentu sudah menceraikan Vivia segera mungkin, agar tak lagi melihat wajah wanita angkuh itu setiap hari di rumah. Tapi nyatanya, semua terlalu rumit dan Albi tidak bisa membuat pilihan.“Aku tidak bisa, kau jelas sudah tahu hal itu. A
Albian sampai termangu mendengar kalimat yang barusan keluar dari mulut kekasihnya. Tinggal di rumah yang ia tempati sekarang bersama Vivia? Apakah Shera tidak salah mengatakannya? Albi tidak yakin dengan pendengarannya, sampai-sampai ia memutar kalimat itu berkali-kali, berharap ia memang salah mendengar. Tapi hingga Albi mengulanginya berkali-kali, ia tetap sadar bahwa bukan telinganya yang salah mendengar.Lantas, apakah mungkin Shera yang barusan salah berucap?“Kau tidak mau? Kalau begitu, kau tidak benar-benar mencintaiku, Albi,” kata Shera.Sekarang sudah jelas, memang Shera meminta tinggal bersama Albian di rumah yang ia tempati bersama Vivi.“She, kau... apa yang kau bicarakan? Katakan kau hanya bercanda.” Albi mengalihkan wajahnya ke samping, menunggu Shera akan tertawa setelahnya.Detik terus berjalan hingga Albi menatap Shera lagi, harapan lelaki itu hanya sia-sia. Shera sama sekali tidak tertawa dan mengatakan itu sekadar candaan.“Aku berkata serius. Aku ingin tinggal de
Vivi licik. Meski ia tahu Albi memiliki kekasih yang tengah hamil, ia tetap berkata akan menikah dengan Albi. Vivi tidak sungkan memberikan tawaran yang sangat bagus untuk Albi, asalkan ia bersedia menikah dengannya. Bahkan secara tidak disadari oleh Albi, perempuan itu juga menekan mental Shera yang tengah hamil muda, agar menjauh dari kehidupan Albi.Jika ditilik kembali kisah mereka ke belakang, Vivia adalah perempuan yang sangat ambisius. Tak heran jika Shera terlihat sangat ketakutan, jika sewaktu-waktu Vivi kembali mengeluarkan taringnya sehingga memisahkan Albi dari Shera lagi.“Dia sama sekali tidak peduli pada siapa pun. Via hanya memikirkan dirinya,” ucap Albi seorang diri, menatap lurus pada monitor yang menyala di depannya.Sejak pagi tadi lelaki itu tak bisa berpikir jernih. Ia terlalu takut jika hubungannya dan Shera akan kembali hancur seperti yang pernah terjadi. Albi tidak rela jika sekali lagi kekasih yang sangat ia cintai harus menderita, lantas anak mereka pun mend
Bunyi bell yang berulang membuat asisten rumah tangga berusia tiga puluhan itu, sedikit panik. Kaki pendeknya berlarian kencang menuju pintu, sedangkan jantung sudah berpacu sangat cepat. Asisten itu bahkan mempersiapkan diri untuk mendapat omelan dari sang nyonya, karena terlalu lama membukakan pintu. Lagi, ini masih pukul sebelas pagi, baru tiga jam yang lalu Vivia meninggalkan rumah dan ia sudah kembali? Ia berpikir akan mendapatkan amukan dari sang nyonya.Ting! Tong! Ting! Tong!Bell masih terus berbunyi, dipencet berulang-ulang membuat orang yang mendengarnya semakin panik.“Maaf, Nyonya, saya baru sa-ja....”Kata-kata asisten itu terhenti setelah membukakan pintu. Orang yang berdiri di depannya bukanlah nyonya yang ia pikirkan.‘Siapa perempuan ini?’Selama bertahun-tahun bekerja di rumah itu, ia belum pernah melihat tamu ini sebelumnya. Ia termenung melihat tamu asing dengan koper besar di kedua sisinya.“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” tanya asisten tersebut. Sejenak ia b
Bahkan Vivia belum bisa meredakan amarahnya oleh kedatangan Albi yang berkata akan membawa Shera tinggal bersama di rumah mereka, ia sudah mendapat telepon dari rumah. Amarahnya tak bisa Vivia tahan ketika asisten di rumahnya mengatakan seorang wanita muda datang ke rumah. Wanita yang—menurut pengaduan asistennya—memanggil Albian dengan panggilan sayang. Vivi tidak sempat berpikir dua kali meninggalkan kantor untuk segera melihat perempuan sialan yang sudah memporak-porandakan rumah tangganya itu.Mata nyalang dan dada penuh emosi membuat Vivia tak bisa mengontrol diri. Ia teriaki perempuan tak punya urat malu itu, agar segera keluar dari rumahnya.Namun, Shera hanya berdiri seperti tak kenal takut. Justru perempuan itu memamerkan senyumnya yang sanga menjijikkan di mata Vivia.“Kau tidak mendengar perkataanku? Keluar dari rumahku sekarang juga!” teriak Vivia sekali lagi, lantas bergegas mendekati Shera.Dengan tangan gemetar oleh emosi yang sudah tak tertahankan, Vivia cengkeram pund
Anak? Astaga... Vivia merasa ada yang tidak beres di sini. Bagaimana pun, ia tahu bahwa suaminya sudah dijerat oleh iming-iming anak oleh Shera.Benar. Albi memang sangat ingin memiliki anak. Meski pernikahan ini tak pernah berjalan baik, Albian pernah berkata pada Vivi bahwa ia menginginkan seorang anak. Suaminya itu beberapa kali menyarankan Vivi agar ke dokter, untuk memeriksakan keadaan mereka berdua, tapi Vivia selalu menolak. Vivi tidak ingin membuat dirinya dan Albi tertekan, oleh hasil yang diberikan oleh dokter.Pantas saja Albian sangat terobsesi ingin bersama dengan Shera, ternyata semua itu hanya karena anak yang dulu dikandung Shera. Anak yang Shera katakan adalah buah cintanya dengan Albian.Namun, satu hal yang Albi tidak tahu bahwa Shera tengah melakukan sebuah permainan. Albi tengah dijerat oleh Shera, dijanjikan bersama dengan anaknya yang... bahkan Vivia tidak ingin memikirkan semua itu.“Baiklah, jika ini demi anakmu, aku akan membiarkan kekasihmu tinggal dengan ki
“Mulai malam ini, aku akan tidur di kamar yang sama dengan Shera.”Vivia baru keluar dari kamar mandi, saat Albi mengatakan niatnya itu. Vivi tertegun sesaat, bahkan Albi tidak mengucapkan sepatah kata terima kasih, lagi dan lagi suaminya itu sudah menikam dada Vivi sangat sakit. Ia baru saja membiarkan Albi membawa selingkuhannya ke rumah mereka, tak ada kah sedikit saja rasa bersalah di dadanya untuk Vivi?Namun, kenyataan tetap lah kenyataan. Sejak awal memang Albi tidak pernah peduli akan perasaan istrinya.“Baik, kau bisa melakukan apa pun yang kau suka,” sahut Vivia tanpa ekspresi. Rasa sakitnya sudah di ambang tertinggi, membuat hatinya seakan membatu.“Tapi, kau tidak boleh melebihi batas. Ingat, kita memiliki perjanjian, kau dan Shera hanya boleh bersama saat di rumah dan tetap lah jaga sikap kalian di depan publik.”“Kau tak perlu mengajarkanku tentang itu. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”Ia bahkan tidak peduli dengan kata-kata Vivia, hanya mengikuti hatinya saja.“Aku h