“Apa katamu?” seru Dokter Sandy.
Nadia tersenyum menyeringai menatap Dokter Sandy sambil menganggukkan kepala berulang.
“Iya, saya mau melaporkan kasus pembunuhan yang dilakukan Tuan Danu Nagendra.”
Dokter Sandy terdiam menatap Nadia tanpa kedip. Tentu saja Dokter Sandy penasaran apa yang dikatakan Nadia kali ini benar atau tidak. Orang yang mengalami gangguan kejiwaan acap kali mempunyai hayalan dan kadang mereka tidak bisa membedakan mana yang kenyataan atau hayalan.
“Ayo, Dok!! Bawa saya ke polisi. Saya akan mengatakan semuanya. Mas Danu harus ditangkap polisi. Dia seorang pembunuh!!!”
Nadia kini merengek bahkan menarik tangan Dokter Sandy dengan keras. Dokter Sandy menghela napas panjang sambil menatap Nadia dengan tajam.
“Tunggu, Nadia!! Kalau kita mau melaporkan ke polisi, kita harus punya bukti-buktinya. Apa kamu punya?”
Nadia diam sesaat, dia tampak kebingungan sekaligus ragu. Pe
“Apa maksud Anda, Dok?” tanya Tuan Rafael.Dokter Sandy terdiam, bahunya naik turun mengolah udara. Tampak terlihat kemarahan di sorot matanya.“Anda tidak tahu apa-apa tentang saya, Dok. Jadi jangan turut campur urusan saya. Sekarang, keluarkan putri saya!!”Dokter Sandy tidak menjawab, bahkan tetap bergeming di posisinya sambil menatap tajam Tuan Rafael.“DOKTER!!!” Tuan Rafael berseru, meninggikan beberapa oktaf nada suaranya. Namun, meski demikian tidak membuat Dokter Sandy ketakutan.“Putri Anda sakit, Tuan. Dia sedang dalam perawatan dan saya tidak akan membiarkan pasien saya yang membutuhkan perawatan berkeliaran di luar sana. Saya tidak sama dengan Anda, Tuan.”BRAK!!!Tangan Tuan Rafael baru saja menggebrak meja. Meski suaranya terdengar keras sampai ke luar ruangan, tapi tetap saja hal itu tidak membuat Dokter Sandy kehilangan nyali. Dia sudah terbiasa berhadapan dengan pasien
“Rumah Anda indah sekali, Tuan. Saya suka melihatnya,” puji Arum.Kali ini dia dan Danu sedang berkunjung ke rumah peristirahatan Tuan Arya. Hubungan Danu dan Tuan Arya memang saat baik, itu sebabnya dia meluangkan waktu untuk berkunjung ke sini.“Terima kasih, Nona Anjani. Kalau Anda tidak keberatan, boleh menginap di sini.” Tuan Arya sudah mengomentari pujian Arum.“Akh … mungkin lain kali saja, Tuan. Kami tidak mau membuat Anda repot.” Kini Danu yang bersuara.Tuan Arya tersenyum mendengarnya. Beliau paham mengapa Danu berkata seperti itu. Danu dan Arum sedang honeymoon, tentu mereka menginginkan privasi tersendiri.“Baiklah, kalau tidak menginap setidaknya kalian harus makan malam di sini. Saya sudah minta koki menyiapkan makanan spesial malam ini.”Terpaksa Danu dan Arum tidak bisa menolaknya. Mereka bertiga kini duduk di ruang tamu dengan aneka macam hidangan yang tersaji di atas meja. Arum hanya tersenyum sambil menatap aneka makanan di sana. Rasanya makanan itu terlalu banyak j
“Mas, kita sudah sampai!!” seru Arum.Danu mengangguk lalu bergegas turun dari mobil. Gara-gara melihat foto Anjani tadi, Danu teringat masa lalunya. Masa lalunya yang kelam. Kejadian yang hanya dia, Nadia dan Tuan Rafael saja yang tahu.“Aku pakai kamar mandinya dulu ya, Mas.” Kembali ucapan Arum menginterupsi lamunan Danu. Danu tersenyum kikuk kemudian menganggukkan kepala mengizinkan Arum memakai kamar mandi lebih dulu.Sementara dia kini sedang duduk di sofa. Wajahnya tampak pucat, bukan karena udara dingin malam ini. Namun, usai dia melihat foto sahabat Arum tadi, membuat dia berpikir keras.Danu memejamkan mata mencoba memutar kembali memorinya. Dia masih ingat, malam itu dia sangat marah. Keluar dari rumah sambil mengendarai motornya dengan kencang, tak disangka dia malah menabrak seseorang di tikungan.“Apa dia sudah mati saat itu?” gumam Danu.Danu mencoba mengingat kembali. Ia melihat seorang gadis tergeletak tak berdaya di aspal. Saat Danu mendekat, tidak tampak pergerakan
“Nona Anjani!!” seru Lisa.Ia terkejut saat melihat Arum sudah berada di sini. Lisa tidak tahu jika sejak kemarin Arum sudah kembali ke tanah air. Ia sengaja tidak memberitahu siapa pun mengenai kedatangan dan langsung ke kantornya hari ini.“Tuh, kubilang juga apa? Rasain, kau!!” Citra tampak kesenangan mendengar ucapan Arum.Arum hanya tersenyum sambil melirik Citra sekilas.“Baik, mari ikut saya, Nona!! Saya akan pilihkan baju yang sesuai permintaan Anda.”Lisa bangkit dan berjalan menghampiri Citra. Citra terus mengukir sebuah senyuman manis di wajahnya. Ia merasa besar kepala karena berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan. Sementara Lisa, meski sedikit kesal. Mau tidak mau dia harus menuruti permintaan bosnya.Selang beberapa saat, Lisa kembali ke ruangan Arum. Ia melihat Arum sudah duduk di kursi kerjanya dan terlihat sibuk.“Nona, saya sudah melakukan permintaan Anda. Nona Citra memilih baju limited edition yang kapan hari dipesan Tuan Bernand. Saya takut, jika Tuan Bernand
“Ada apa, Ma?” sapa Danu di telepon.Pria tampan itu terkejut saat tiba-tiba Nyonya Lani menghubunginya melalui telepon. Nyonya Lani menghela napas panjang di seberang sana kemudian bersuara.“Danu, bilang istrimu!! Jangan pelit dengan saudara. Tahu baju yang dipakai Citra harus dibayar, tidak akan Mama izinkan dia memakainya,” cercah Nyonya Lani.Usai melihat laporan m-banking di ponsel Tuan Prada, Nyonya Lani langsung menelepon Danu. Nyonya Lani kesal sekaligus marah dengan ulah Arum. Sementara Danu hanya mengulum senyum sambil melirik Arum yang duduk di depannya. Kali ini Danu memang sedang melakukan makan malam dengan Arum.“Memangnya ada apa lagi, Ma? Saya gak tahu maksud Mama.”Danu berusaha santai menanggapinya, kemudian Nyonya Lani menceritakan apa yang terjadi tadi siang. Danu hanya manggut-manggut sambil sesekali mengelus tangan Arum yang tergeletak di depannya.“Ma … Arum membuat ba
“Dokter Sandy!!” seru Arum.Ia buru-buru mengurai kecupannya dan bangkit dari pangkuan Danu. Danu hanya diam melihat reaksi Arum. Arum sudah berdiri di sebelah Danu kali ini. Ia tampak gugup dan wajahnya berubah merah padam. Danu mengulum senyum melihat reaksi Arum.“Apa kabar, Dok? Anda sendirian?” Danu bersuara mencoba mencairkan suasana.Dokter Sandy tersenyum datar sambil menganggukkan kepala.“Iya, saya sedang janjian dengan seseorang dan ternyata dibatalkan.”“Wah, sayang sekali. Kami juga baru selesai makan dan hendak pulang.” Danu kembali yang bersuara, sementara Arum hanya diam di samping Danu.Perlahan Danu bangkit menjejeri Arum. Ia langsung menggandeng tangan Arum, tentu saja Arum sama sekali tidak keberatan dengan ulah suaminya. Sedangkan Dokter Sandy hanya diam, melirik Danu sekilas dengan rasa iri.“Kami permisi pulang dulu, Dok!” Kini Danu berpamitan, Arum jug
“Apa ini?? Siapa juga yang menulis surat ini?” gumam Danu.Danu terdiam dengan mata yang menelisik, menatap surat ancaman di depannya. Surat itu tertulis dengan huruf besar yang diketik. Sehingga sangat sulit untuk menyelidiki tulisan tangannya.“Sebenarnya apa yang dia maksud? Kejadian apa?”Danu terdiam, jemarinya terus mengetuk dagu dan terlihat gugup. Helaan napas panjang keluar masuk dari bibir Danu kali ini.“Apa mungkin yang dimaksud adalah saat aku menabrak Anjani kala itu? Namun, yang tahu kejadian itu hanya Nadia dan Tuan Rafael. Apa mereka yang mengirim surat ini? Untuk apa?”Danu mendengkus sambil meraup wajahnya kasar. Dia merasa kacau kali ini dan tidak tahu siapa yang telah mengirim surat tersebut. Danu masih asyik dengan lamunannya saat ponselnya tiba-tiba berdering.Danu terjingkat kaget dan melihat di layar ada nama Arum. Lagi-lagi helaan napas panjang terdengar jelas keluar dari bibir Da
“BU!!” seru Arum.Belum sempat Bu Rahayu meneruskan kalimatnya, tiba-tiba dari dalam rumah Arum muncul bersama anak panti yang lain. Danu dan Bu Rahayu menoleh. Ada Arum berjalan di depan sambil membawa kue ulang tahun dengan lilin menyala di atasnya. Di belakang Arum terlihat anak-anak panti berjajar sambil bertepuk tangan menyanyikan lagu ulang tahun.“Selamat ulang tahun, kami ucapkan. Selamat panjang umur kita kan doakan. Selamat Sejahtera … .”Lagu ulang tahun terus bergema memenuhi ruang tamu tersebut. Bu Rahayu tersenyum kesenangan melihat semua anak panti asuhannya berkumpul. Ada buliran bening yang tanpa terasa mengalir membasahi pipinya kali ini.“Ayo, Bu. Tiup lilinnya!!” pinta Arum.Bu Rahayu kembali tersenyum, kemudian menganggukkan kepala dan melakukan apa yang diminta Arum. Serta merta suara tepukan kembali bergema memenuhi ruangan tersebut. Semua wajah penuh suka cita.Selanjutnya ac
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi