“Apa maksud Anda, Dok?” tanya Tuan Rafael.
Dokter Sandy terdiam, bahunya naik turun mengolah udara. Tampak terlihat kemarahan di sorot matanya.
“Anda tidak tahu apa-apa tentang saya, Dok. Jadi jangan turut campur urusan saya. Sekarang, keluarkan putri saya!!”
Dokter Sandy tidak menjawab, bahkan tetap bergeming di posisinya sambil menatap tajam Tuan Rafael.
“DOKTER!!!” Tuan Rafael berseru, meninggikan beberapa oktaf nada suaranya. Namun, meski demikian tidak membuat Dokter Sandy ketakutan.
“Putri Anda sakit, Tuan. Dia sedang dalam perawatan dan saya tidak akan membiarkan pasien saya yang membutuhkan perawatan berkeliaran di luar sana. Saya tidak sama dengan Anda, Tuan.”
BRAK!!!
Tangan Tuan Rafael baru saja menggebrak meja. Meski suaranya terdengar keras sampai ke luar ruangan, tapi tetap saja hal itu tidak membuat Dokter Sandy kehilangan nyali. Dia sudah terbiasa berhadapan dengan pasien
“Rumah Anda indah sekali, Tuan. Saya suka melihatnya,” puji Arum.Kali ini dia dan Danu sedang berkunjung ke rumah peristirahatan Tuan Arya. Hubungan Danu dan Tuan Arya memang saat baik, itu sebabnya dia meluangkan waktu untuk berkunjung ke sini.“Terima kasih, Nona Anjani. Kalau Anda tidak keberatan, boleh menginap di sini.” Tuan Arya sudah mengomentari pujian Arum.“Akh … mungkin lain kali saja, Tuan. Kami tidak mau membuat Anda repot.” Kini Danu yang bersuara.Tuan Arya tersenyum mendengarnya. Beliau paham mengapa Danu berkata seperti itu. Danu dan Arum sedang honeymoon, tentu mereka menginginkan privasi tersendiri.“Baiklah, kalau tidak menginap setidaknya kalian harus makan malam di sini. Saya sudah minta koki menyiapkan makanan spesial malam ini.”Terpaksa Danu dan Arum tidak bisa menolaknya. Mereka bertiga kini duduk di ruang tamu dengan aneka macam hidangan yang tersaji di atas meja. Arum hanya tersenyum sambil menatap aneka makanan di sana. Rasanya makanan itu terlalu banyak j
“Mas, kita sudah sampai!!” seru Arum.Danu mengangguk lalu bergegas turun dari mobil. Gara-gara melihat foto Anjani tadi, Danu teringat masa lalunya. Masa lalunya yang kelam. Kejadian yang hanya dia, Nadia dan Tuan Rafael saja yang tahu.“Aku pakai kamar mandinya dulu ya, Mas.” Kembali ucapan Arum menginterupsi lamunan Danu. Danu tersenyum kikuk kemudian menganggukkan kepala mengizinkan Arum memakai kamar mandi lebih dulu.Sementara dia kini sedang duduk di sofa. Wajahnya tampak pucat, bukan karena udara dingin malam ini. Namun, usai dia melihat foto sahabat Arum tadi, membuat dia berpikir keras.Danu memejamkan mata mencoba memutar kembali memorinya. Dia masih ingat, malam itu dia sangat marah. Keluar dari rumah sambil mengendarai motornya dengan kencang, tak disangka dia malah menabrak seseorang di tikungan.“Apa dia sudah mati saat itu?” gumam Danu.Danu mencoba mengingat kembali. Ia melihat seorang gadis tergeletak tak berdaya di aspal. Saat Danu mendekat, tidak tampak pergerakan
“Nona Anjani!!” seru Lisa.Ia terkejut saat melihat Arum sudah berada di sini. Lisa tidak tahu jika sejak kemarin Arum sudah kembali ke tanah air. Ia sengaja tidak memberitahu siapa pun mengenai kedatangan dan langsung ke kantornya hari ini.“Tuh, kubilang juga apa? Rasain, kau!!” Citra tampak kesenangan mendengar ucapan Arum.Arum hanya tersenyum sambil melirik Citra sekilas.“Baik, mari ikut saya, Nona!! Saya akan pilihkan baju yang sesuai permintaan Anda.”Lisa bangkit dan berjalan menghampiri Citra. Citra terus mengukir sebuah senyuman manis di wajahnya. Ia merasa besar kepala karena berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan. Sementara Lisa, meski sedikit kesal. Mau tidak mau dia harus menuruti permintaan bosnya.Selang beberapa saat, Lisa kembali ke ruangan Arum. Ia melihat Arum sudah duduk di kursi kerjanya dan terlihat sibuk.“Nona, saya sudah melakukan permintaan Anda. Nona Citra memilih baju limited edition yang kapan hari dipesan Tuan Bernand. Saya takut, jika Tuan Bernand
“Ada apa, Ma?” sapa Danu di telepon.Pria tampan itu terkejut saat tiba-tiba Nyonya Lani menghubunginya melalui telepon. Nyonya Lani menghela napas panjang di seberang sana kemudian bersuara.“Danu, bilang istrimu!! Jangan pelit dengan saudara. Tahu baju yang dipakai Citra harus dibayar, tidak akan Mama izinkan dia memakainya,” cercah Nyonya Lani.Usai melihat laporan m-banking di ponsel Tuan Prada, Nyonya Lani langsung menelepon Danu. Nyonya Lani kesal sekaligus marah dengan ulah Arum. Sementara Danu hanya mengulum senyum sambil melirik Arum yang duduk di depannya. Kali ini Danu memang sedang melakukan makan malam dengan Arum.“Memangnya ada apa lagi, Ma? Saya gak tahu maksud Mama.”Danu berusaha santai menanggapinya, kemudian Nyonya Lani menceritakan apa yang terjadi tadi siang. Danu hanya manggut-manggut sambil sesekali mengelus tangan Arum yang tergeletak di depannya.“Ma … Arum membuat ba
“Dokter Sandy!!” seru Arum.Ia buru-buru mengurai kecupannya dan bangkit dari pangkuan Danu. Danu hanya diam melihat reaksi Arum. Arum sudah berdiri di sebelah Danu kali ini. Ia tampak gugup dan wajahnya berubah merah padam. Danu mengulum senyum melihat reaksi Arum.“Apa kabar, Dok? Anda sendirian?” Danu bersuara mencoba mencairkan suasana.Dokter Sandy tersenyum datar sambil menganggukkan kepala.“Iya, saya sedang janjian dengan seseorang dan ternyata dibatalkan.”“Wah, sayang sekali. Kami juga baru selesai makan dan hendak pulang.” Danu kembali yang bersuara, sementara Arum hanya diam di samping Danu.Perlahan Danu bangkit menjejeri Arum. Ia langsung menggandeng tangan Arum, tentu saja Arum sama sekali tidak keberatan dengan ulah suaminya. Sedangkan Dokter Sandy hanya diam, melirik Danu sekilas dengan rasa iri.“Kami permisi pulang dulu, Dok!” Kini Danu berpamitan, Arum jug
“Apa ini?? Siapa juga yang menulis surat ini?” gumam Danu.Danu terdiam dengan mata yang menelisik, menatap surat ancaman di depannya. Surat itu tertulis dengan huruf besar yang diketik. Sehingga sangat sulit untuk menyelidiki tulisan tangannya.“Sebenarnya apa yang dia maksud? Kejadian apa?”Danu terdiam, jemarinya terus mengetuk dagu dan terlihat gugup. Helaan napas panjang keluar masuk dari bibir Danu kali ini.“Apa mungkin yang dimaksud adalah saat aku menabrak Anjani kala itu? Namun, yang tahu kejadian itu hanya Nadia dan Tuan Rafael. Apa mereka yang mengirim surat ini? Untuk apa?”Danu mendengkus sambil meraup wajahnya kasar. Dia merasa kacau kali ini dan tidak tahu siapa yang telah mengirim surat tersebut. Danu masih asyik dengan lamunannya saat ponselnya tiba-tiba berdering.Danu terjingkat kaget dan melihat di layar ada nama Arum. Lagi-lagi helaan napas panjang terdengar jelas keluar dari bibir Da
“BU!!” seru Arum.Belum sempat Bu Rahayu meneruskan kalimatnya, tiba-tiba dari dalam rumah Arum muncul bersama anak panti yang lain. Danu dan Bu Rahayu menoleh. Ada Arum berjalan di depan sambil membawa kue ulang tahun dengan lilin menyala di atasnya. Di belakang Arum terlihat anak-anak panti berjajar sambil bertepuk tangan menyanyikan lagu ulang tahun.“Selamat ulang tahun, kami ucapkan. Selamat panjang umur kita kan doakan. Selamat Sejahtera … .”Lagu ulang tahun terus bergema memenuhi ruang tamu tersebut. Bu Rahayu tersenyum kesenangan melihat semua anak panti asuhannya berkumpul. Ada buliran bening yang tanpa terasa mengalir membasahi pipinya kali ini.“Ayo, Bu. Tiup lilinnya!!” pinta Arum.Bu Rahayu kembali tersenyum, kemudian menganggukkan kepala dan melakukan apa yang diminta Arum. Serta merta suara tepukan kembali bergema memenuhi ruangan tersebut. Semua wajah penuh suka cita.Selanjutnya ac
“Lisa, minta tolong desain yang aku kirim ke penjahit dicek. Apa sudah dieksekusi karena ada beberapa yang aku revisi,” ujar Arum.Pagi ini Arum sudah terlihat sibuk melakukan pekerjaannya di rumah mode. Lisa yang menemani Arum hanya menganggukkan kepala.“Terus satu lagi … hari ini tidak ada perubahan jadwal, kan?”Lisa tersenyum dan menggelengkan kepala.“Tidak ada, Nona. Semua berjalan sesuai schedule.”Arum manggut-manggut dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Namun, Lisa belum juga beranjak pergi dari tempatnya. Arum mendongak dan melihat Lisa bergeming di tempatnya.“Ada apa lagi? Apa ada masalah yang harus dibicarakan?”Lisa tersenyum meringis. “Akhir pekan ini hari ulang tahun Anda. Apa tidak ada perayaan khusus sehingga bisa saya bantu persiapkan, Nona?”Arum terdiam menghela napas panjang sambil menatap Lisa.“Bukannya kamu tahu apa yang selalu aku lakukan setiap di hari ulang tahunku.”Lisa mengangguk usai menarik napas panjang.“Saya tahu, Nona. Hanya saja, saya pikir ada
“Selamat sore, apa benar ini rumah Tuan Burhan?” tanya Tuan Simon.Usai memastikan foto yang sama, sore itu Tuan Simon berkunjung ke rumah keluarga Dokter Sandy. Seorang wanita paruh baya tampak terkejut mendapati kedatangan Tuan Simon. Wanita itu hanya diam tak menjawab sambil menatap Tuan Simon dengan ketakutan.Tuan Simon tersenyum, membungkukkan badan seakan sedang memberi salam.“Jangan takut. Saya hanya ingin bertemu dengan teman saya. Sampaikan pada Tuan Burhan, ada Simon yang mencarinya.”Wanita paruh baya itu tampak ragu. Lagi-lagi ia tidak berkomentar hanya menatap Tuan Simon dengan bingung. Tuan Simon menunggu dengan sabar hingga akhirnya wanita paruh baya itu bersuara.“Tuan Burhan sedang istirahat. Saya … saya tidak berani membangunkannya.”Tuan Simon berdecak sambil menggelengkan kepala.“Sayang sekali … padahal saya datang dari jauh untuk melihat keadaannya.”
“Silakan, Tuan!!” ujar seorang pria.Dia tampak membungkuk sambil memberi jalan seorang pria berkepala plontos masuk ke dalam rumah sakit. Pria itu berjalan menyusuri koridor hingga menuju ruang praktek Dokter Andi. Seorang perawat menyambut pria paruh baya itu dengan ramah.“Selamat pagi, Pak!! Tunggu sebentar, Dokter akan segera memeriksa Anda.”Pak Sudibyo hanya tersenyum menyeringai sambil menatap perawat di depannya dengan tatapan liar. Sementara perawat itu buru-buru menunduk dan berlalu pergi dari ruang periksa. Pak Sudibyo kini sudah duduk di kursi periksa. Mungkin karena faktor usia, banyak giginya yang sering linu dan sakit digunakan untuk mengunyah. Selain itu ada juga yang berlubang dan itu menyulitkannya.Pak Sudibyo sedang asyik memainkan ponselnya saat pintu ruang periksa terbuka. Pak Sudibyo melirik sekilas dan melihat seorang pria mengenakan pakaian dokter masuk. Kali ini pria itu juga mengenakan masker putih. Pak
“PAPA!!! Papa!!!” seru Nyonya Maria.Wajahnya tampak cemas dan sudah berlarian keluar rumah. Lalu kakinya terhenti saat melihat suaminya keluar dari dalam mobil dengan tangan terborgol. Nyonya Maria tercengang, mulutnya terbuka dengan mata terbelalak.“Pa … ,” cicitnya lirih.Tuan Rafael sebenarnya ada di rumah dan hendak melarikan diri, tapi keburu polisi datang ke rumahnya. Lalu ia memilih sembunyi di garasi, tapi malang, malah ketahuan.Salah satu petugas polisi langsung mendatangi Nyonya Maria.“Anda juga harus ikut kami ke kantor, Nyonya. Anda sudah berbohong dan mengelabui petugas.”Mata Nyonya Maria sontak melotot dan tak lama ia sudah jatuh pingsan. Untung saja petugas polisi yang berdiri di depannya sigap menangkap tubuhnya. Hingga wanita paruh baya itu tidak sampai jatuh ke tanah.Sementara Tuan Rafael hanya menatap istrinya dengan sendu. Matanya berkaca dan terlihat penyesalan di w
“Tuan, ini foto Pak Burhan,” ujar Bu Rahayu.Wanita paruh baya itu tampak jalan tergesa keluar rumah menghampiri Tuan Simon. Tuan Simon tersenyum kemudian menerima selembar foto yang baru saja diberikan Bu Rahayu. Tuan Simon tampak diam sambil mengernyitkan alis menatap foto itu dengan seksama.“Apa pria yang berdiri di belakang anak-anak ini, Bu?” tanya Tuan Simon.“Iya, benar sekali, Tuan. Dulu saya punya fotonya yang jelas, tapi sepertinya sudah rusak termakan usia. Hanya itu yang tersisa.”Tuan Simon hanya diam sambil memandang foto yang terlihat usang dan lecek itu. Wajah Pak Burhan sama sekali tidak jelas terlihat. Wajahnya buram, tapi sosok tubuhnya terlihat tegap dan proposional.“Apa boleh saya simpan, Bu?”Bu Rahayu tersenyum sambil mengangguk. “Tentu saja, Pak. Silakan.”Tuan Simon mengangguk dan segera menyimpan foto itu ke dalam tasnya. Tak lama setelahnya dia su
“Mau apa lagi? Bukankah urusanmu sudah beres berpuluh tahun lalu,” ujar Dokter Sandy.Pria berkepala plontos itu tersenyum menyeringai sambil mengurut dagunya. Ia menatap Dokter Sandy dengan sinis dan penuh ejekan.“Jadi begini balas budimu setelah aku menyekolahkanmu hingga menjadi seorang dokter yang sukses?”Dokter Sandy berdecak sambil menggelengkan kepala.“Katakan saja berapa biaya yang kamu keluarkan untuk menyekolahkanku. Aku akan menggantinya.”Sontak pria itu terkekeh mendengar ucapan Dokter Sandy.“Sombong sekali kamu, Sandy. Merasa sudah hebat, ya? Jadi kamu sudah lupa siapa yang selama ini membantu keluargamu. Begitu!!!”Dokter Sandy tidak menjawab hanya diam sambil menatap pria berkepala plontos itu dengan mata berkilatan. Pria bertubuh gempal itu berdiri, berjalan menghampiri Dokter Sandy hingga sejajar di depannya.“Dengar, ya!! Gara-gara kamu, ada yang sedan
“Tuan, makanan ini saya apakan?” tanya Beni.Pria bertubuh tinggi besar itu sudah menunjuk paper bag berisi makanan yang diberikan Nyonya Lani tadi. Danu diam sejenak sambil melirik paper bag tersebut. Sementara hidung Arum tampak mengendus aroma makanan tersebut.“Baunya enak sekali. Aku jadi ingin mencobanya, Mas.”Danu langsung memelotot ke Arum. Arum tampak terkejut, mengernyitkan alis dengan tatapan penuh tanya.“Maaf, Mas. Sejak hamil hidungku sangat sensitive kalau mencium bau sedap seperti ini. Aku jadi laper.”Arum berkata sambil tersenyum meringis.Danu ikut tersenyum sembari mengelus kepala Arum.“Iya, aku tahu. Mungkin itu bawaan ibu hamil. Kamu boleh makan apa saja, tapi jangan masakan Mama Lani.”Arum terlihat semakin bingung mendengarnya. Danu melihat reaksi Arum. Ia tersenyum sekilas sambil mengajak Arum duduk di sofa. Tuan Prada masih terlelap di brankarnya. Ada Ben
“Tuan, saya Beni. Maaf, ini nomor telepon baru saya,” ucap Beni.Danu menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sudah tegang sekaligus kesal setengah mati.“Ada apa, Ben?”Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana.“Tuan … maaf, saya pulang lebih awal dari rumah sakit untuk menyelidiki Nyonya Lani.”Danu mengernyitkan alis, tapi kepalanya sudah mengangguk kali ini.“Lalu … kamu menemukan sesuatu? Dia menemui siapa?”“Belum, Tuan. Hanya saja Nyonya Lani tampak sedang berkemas saat ini. Tidak hanya beliau, putrinya Nona Citra juga sedang sibuk berkemas. Beberapa kali saya melihat mereka memindahkan barang-barang ke sebuah apartemen mewah di pinggir kota.”Danu menganggukkan kepala sambil sibuk menerka di mana lokasi apartemen yang dimaksud.“Papa memang sudah menceraikan Mama Lani. Mungkin itu sebabnya mereka tamp
“Sayang … sudah bangun?” tanya Danu.Ia langsung masuk usai berbincang dengan Budi dan Beni tadi. Arum yang tadi hendak keluar segera duduk di sofa dan hanya tersenyum saat melihat Danu. Kebetulan Art mereka sedang keluar untuk membeli makanan.Danu menggeser duduknya mendekat ke Arum, kemudian mengecup keningnya sekilas.“Kita pulang habis ini. Aku sudah minta Beni berjaga di sini membantu Bibi.”Arum hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia melihat Beni dan Budi ikut masuk ke dalam ruangan. Dua orang kepercayaan Danu itu tampak membungkuk memberi salam ke Arum. Arum hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.Arum berharap semoga saja dua orang ini tidak menemukan keterlibatan Tuan Arya pada semua hal yang dilakukan Nyonya Lani. Arum akan sangat kecewa jika itu semua terjadi nantinya.Selang beberapa saat, Arum dan Danu sudah tiba di rumah. Usai makan malam, mereka langsung masuk kamar untuk beristirahat. Sepan
“Baguslah. Aku tunggu di sini.” Danu mengakhiri panggilannya.Ia melirik Arum dan tersenyum saat melihat istrinya masih terlelap. Dengan hati-hati, Danu mengangkat kepala Arum dan meletakkannya di atas bantal. Selanjutnya ia sudah keluar kamar menunggu kedatangan Budi dan Beni di teras.Selang beberapa saat tampak Budi dan Beni mendekat. Dua orang kepercayaan Danu itu tersenyum lebar berjalan mendatangi Danu.“Jadi katakan siapa pelakunya, Bud!!” seru Danu tak sabar.Budi tersenyum, menganggukkan kepala sambil menatap Danu dengan senyum penuh kemenangan.“Anda pasti sangat terkejut begitu tahu siapa orang yang ada di balik semua ini, Tuan,” ucap Budi.Danu mengernyitkan alis menatap Budi dengan penuh tanya. Sementara Beni dan Budi hanya saling pandang dengan senyum lebar.“Baik, kalau begitu katakan siapa dia? Apa Dokter Sandy lagi atau Mama Lani?”Tentu saja Budi dan Beni tampak