“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”
Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.
“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”
Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”
“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”
“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”
Mendengar suara berat itu, ak
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
Sejak kejadian malam itu, tidak ada lagi yang menggangguku di kantor. Josua sesekali masih bertanya padaku apa yang terjadi pada Wulan. Itu wajar. Karena jika aku berada di posisi Josua, mungkin aku juga akan bertanya dimana gadis ular itu. Mejaku juga sudah dipindahkan ke ruangan Aldo, suamiku itu benar-benar tidak ingin berpisah dariku.Tapi meski tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, ada sesuatu hal besar yang memantau kami dari sudut tersembunyi. X—tangan kanan Aldo masih memberi kabar siaga. Itu artinya kami tidak aman dari jangkauan mereka.Aku menatap pintu Aldo yang terketuk, tatapanku tertuju pada jadwal Aldo. Seharusnya tidak ada jadwal yang berkunjung saat ini. Aldo juga lagi pergi beberapa menit yang lalu untuk rapat, dan hanya ada aku di ruangan ini. Aku menatap pintu ruangan Aldo yang masi
Aldo povHelaan nafas terdengar di dalam ruangan pribadiku, mungkin sudah ketiga kalinya aku terus menghela nafas. X—sosok kepercayaanku sudah berdiri di depan pintu, dengan senyum bodohnya. Tanpa diberi izin, dia sudah memasuki ruanganku.“Membunuh ibu sendiri, apa maksudmu kali ini Al? Kau hampir membuatku pusing selama berhari-hari untuk memikirkan perlakuanmu ini!”“Tidak usah ungkit mengenai hal ini, Matt. Aku tidak kau mempermasalahkan apa yang aku lakukan, lagipula aku merasa tidak salah melakukan hal itu!”Matt—sosok X, sang tangan kanan yang tahu kebiasaan burukku satu ini. Dia duduk di depanku, menatap layar laptopku yang menampilkan sebuah surel yang beberapa menit lalu aku terima. Dia terlihat terkejut, sembari menatapku. Tapi raut waja
Jenisa Pov Aku bangun, dan menyadari bahwa Aldo tidak berada di sampingku. Ini adalah Minggu, kemana Aldo pergi sepagi ini? Tidak menghiraukan kemana dia pergi, aku melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahku. Mengoleskan krim lalu lekas keluar dari kamar. Ruangan tamu dan juga dapur kosong, sebuah makanan tersaji di atas meja. Perhatianku tertuju pada jam, ini masih pukul 08.15 tapi dia sudah selesai memasak? Tanpa banyak bertanya, aku lekas menghabiskan makanan itu dan kembali ke kamar, lekas mandi dan berganti pakaian. Jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans terpasang di tubuhku, aku tidak perlu lagi menjadi sosok orang lain. Kesalahpahaman itu sudah terselesaikan beberapa hari lalu, yang sekarang perlu aku lakukan adalah mencari keberadaan Aldo—suamiku. Entah kemana perginya dia hari ini, tidak ada pesan yang ditinggalkan.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kelakukan kita subuh tadi tercium lagi oleh mereka!” Matt menatap Aldo yang masih duduk di sebelahku dengan tenang. Dia bersikap acuh tidak acuh mendengar Matt.“Apa mereka adalah musuh abadi Aldo, Matt?” seru Christian yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya.“Siapa lagi kalau bukan mereka? Kau lihat, mereka bahkan sudah mulai mengirimkan kita surel email ancaman. Permainan mereka masih saja tetap sama, tidak pernah di upgrade ke hal yang baru!” seru Dhava tenang. Dia menatap Matt dengan sebelah mata terangkat.Aku menatap Aldo yang menggenggam tanganku, tatapannya hanya tertuju padaku. Aku tersenyum begitu dia menatapku lama. Melihat Aldo, aku jadi teringat dengan apa yang dulu aku takutkan. Aku takut untuk menika
“Sekarang apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kelakukan kita subuh tadi tercium lagi oleh mereka!” Matt menatap Aldo yang masih duduk di sebelahku dengan tenang. Dia bersikap acuh tidak acuh mendengar Matt.“Apa mereka adalah musuh abadi Aldo, Matt?” seru Christian yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya.“Siapa lagi kalau bukan mereka? Kau lihat, mereka bahkan sudah mulai mengirimkan kita surel email ancaman. Permainan mereka masih saja tetap sama, tidak pernah di upgrade ke hal yang baru!” seru Dhava tenang. Dia menatap Matt dengan sebelah mata terangkat.Aku menatap Aldo yang menggenggam tanganku, tatapannya hanya tertuju padaku. Aku tersenyum begitu dia menatapku lama. Melihat Aldo, aku jadi teringat dengan apa yang dulu aku takutkan. Aku takut untuk menika
Jenisa Pov Aku bangun, dan menyadari bahwa Aldo tidak berada di sampingku. Ini adalah Minggu, kemana Aldo pergi sepagi ini? Tidak menghiraukan kemana dia pergi, aku melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahku. Mengoleskan krim lalu lekas keluar dari kamar. Ruangan tamu dan juga dapur kosong, sebuah makanan tersaji di atas meja. Perhatianku tertuju pada jam, ini masih pukul 08.15 tapi dia sudah selesai memasak? Tanpa banyak bertanya, aku lekas menghabiskan makanan itu dan kembali ke kamar, lekas mandi dan berganti pakaian. Jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans terpasang di tubuhku, aku tidak perlu lagi menjadi sosok orang lain. Kesalahpahaman itu sudah terselesaikan beberapa hari lalu, yang sekarang perlu aku lakukan adalah mencari keberadaan Aldo—suamiku. Entah kemana perginya dia hari ini, tidak ada pesan yang ditinggalkan.
Aldo povHelaan nafas terdengar di dalam ruangan pribadiku, mungkin sudah ketiga kalinya aku terus menghela nafas. X—sosok kepercayaanku sudah berdiri di depan pintu, dengan senyum bodohnya. Tanpa diberi izin, dia sudah memasuki ruanganku.“Membunuh ibu sendiri, apa maksudmu kali ini Al? Kau hampir membuatku pusing selama berhari-hari untuk memikirkan perlakuanmu ini!”“Tidak usah ungkit mengenai hal ini, Matt. Aku tidak kau mempermasalahkan apa yang aku lakukan, lagipula aku merasa tidak salah melakukan hal itu!”Matt—sosok X, sang tangan kanan yang tahu kebiasaan burukku satu ini. Dia duduk di depanku, menatap layar laptopku yang menampilkan sebuah surel yang beberapa menit lalu aku terima. Dia terlihat terkejut, sembari menatapku. Tapi raut waja
Sejak kejadian malam itu, tidak ada lagi yang menggangguku di kantor. Josua sesekali masih bertanya padaku apa yang terjadi pada Wulan. Itu wajar. Karena jika aku berada di posisi Josua, mungkin aku juga akan bertanya dimana gadis ular itu. Mejaku juga sudah dipindahkan ke ruangan Aldo, suamiku itu benar-benar tidak ingin berpisah dariku.Tapi meski tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, ada sesuatu hal besar yang memantau kami dari sudut tersembunyi. X—tangan kanan Aldo masih memberi kabar siaga. Itu artinya kami tidak aman dari jangkauan mereka.Aku menatap pintu Aldo yang terketuk, tatapanku tertuju pada jadwal Aldo. Seharusnya tidak ada jadwal yang berkunjung saat ini. Aldo juga lagi pergi beberapa menit yang lalu untuk rapat, dan hanya ada aku di ruangan ini. Aku menatap pintu ruangan Aldo yang masi
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”Mendengar suara berat itu, ak