Jenisa
Kamis, 3 Juni [08.07 PM]
Aku sudah selesai dengan dressku, malam ini kami akan memenuhi undangan dari salah-satu sahabat Aldo—Alex—yang meskipun baru aku tau adalah penerus dari perusahaan besar itu. J-group, salah-satu perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan itu merupakan perusahaan yang besar dan terkenal sampai ke luar negeri. Malam ini, dresscodenya adalah batik. Dan aku mengenakan batik bercorak bunga, rambutku aku gerai saja dan aku hanya berdandan biasa saja. Seperti biasanya. Aku keluar dari kamar, Aldo sudah selesai beberapa menit lebih dulu dariku. Dan sekarang, suamiku itu sedang menatapku tanpa kedip. Apa pakaianku ada yang salah? Aku menatap pakaianku, aku rasa tidak ada yang robek atau apa. Biasa saja kok, tapi kenapa Aldo ini membuatku gugup?
“Kamu kenapa bisa cantik sekali Nis?” seru Aldo langsung berdiri dari duduknya dan meraih pinggangku. Aku hanya tersenyum malu, seperti baru pacaran saja ya. Tapi wajar sih, aku bahkan hampir saja mengangggap Aldo sebagai orang asing selama beberapa bulan terakhir ini.
“Kamu juga sangat tampan dengan batikmu itu, sudahlah. Kita berangkat saja, nanti temanmu itu terlalu lama menunggu kita!” ujarku, menarik tangan Aldo agar tidak membuaku gugup lagi dengan tatapannya yang sangat intes.
“Kau ini, sudahlah, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi!” seru Aldo dengan sedikit nada kesalnya.
Aku hanya menggelengkan kepala tidak percaya, semakin hari tingkah Aldo ini semakin ada-ada saja. Kami segera keluar dari apartemen, dan menuju lobby. Di perjalanan kami diam saja, entah karena suasana malam hari yang terlalu sepi karena hujan. Atau karena Aldo sedang ada pikiran, sehingga tidak ingin berbicara? Mobil Aldo sampai di salah-satu hotel mewah yang menjadi tempat acara kantor teman Aldo itu.
Ketika aku hendak turun, tiba-tiba Aldo langsung menarik tanganku lagi, membuat pintu di sebelahku kembali tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, “Ada apa Al? Kok tiba-tiba narik sih?”
Aldo masih diam, aku gemas
“Kita gak usah masuk ya Nis, kita pulang saja ya”
“Eh?” Aku berseru, ada apa lagi dengan Aldo ini? Aku menaikkan tanganku ke kening Aldo. Tidak panas kok. “Apa kau sakit perut atau semacamnya Al? Kita kedokter saja kalau kau tidak enak badan!” Aku ikutan panik. Tidak lucu jika Aldo tiba-tiba jatuh sakitkan. Bisa-bisa repot jika Aldo sampai sakit, aku masih ingat dulu. Ketika Aldo pernah sakit, saat kami pacaran, manjanya minta ampun. Tidak mau ditinggal sendiri, harus memegang tangannya 24 jam dan harus selalu ada untuknya. Aku masih ingat saat aku meninggalkan Aldo yang sakit untuk memasak. Aldo langsung bangun, dan mencariku dengan wajahnya yang tidak bisa ditebak. Meski pada ujung-ujungnya, Aldo pingsan karena kebanyakan gerak. Setelah saat itu, aku memutuskan untuk memesan bubur saja sampai Aldo benar-benar sembuh. Bahkan, Aldo harus menggenggam tanganku saat lelaki itu mandi. Yang benar saja? Padahal status kami saat itu masih pacaran dan Aldo sudah sangat manja padaku.
Aku menatap Aldo yang melepaskan tanganku dari keningnya “Aku tidak sakit!”
Aku mengertukan kening “Lalu kenapa Al? Jangan bilang kau berubah pikiran, tapi kenapa? Bukanlah dia temanmu?” Aku menatap Aldo tidak habis pikir. Bisa-bisanya Aldo ini mood-mood-an di saat seperti ini? Ada-ada saja bocah satu ini.
“Aihss, kau ini tidak mengerti!”
“Hah? Kenapa aku tidak mengerti sayang, hmmm? Apa yang salah hmm?” Seruku meski merasa jengkel.
Aku menatap Aldo yang menyandarkan badannya di atas kursi, masih mengenggam tanganku. Dan meletakkannya di atas dadanya. Aku bisa merasakan detak jantung Aldo. Aku masih menatap lelaki itu, jangan bilang Aldo cemburu.
“Aku cemburu Nis, kau paham tidak kalau aku ini cemburuan?” Aldo langsung buka suara seolah tau apa yang sedang aku pikirkan. Wajahnya sudah berada di depanku, tetapi Aldo tidak menatapku. Aku terkekeh, bisa-bisanya Aldo ini masih saja cemburuan. Tapi, kenapa aku merasa senang Aldo seperti ini ya?
“Ya sudah, kalau begitu. Kita kembali saja, tidak usah datang kesini!” saranku sembari memasang kembali seatbelt ku. Namun tangan Aldo menahanku lagi, aku menatapnya lagi. Aldo terlihat gusar dan bimbang, namun dia melepaskan seat beltku lagi.
“Tidak usah, aku jadi merasa tidak enak pada Alex nanti. Kita masuk saja, tapi berjanjilah untuk tidak jauh-jauh dariku!”
“Tidak boleh melirik orang lain, tidak boleh melepaskan tangan dari Aldo. Benar begitu hmmm?” seruku memotong lanjutan ucapan Aldo yang sudah kuduga akan berkata seperti itu. Aldo lagi-lagi terlihat salah tingkah. Aku hanya tertawa lepas lalu menatap Aldo dengan senyum tulusku.
“Baiklah tuan Aldo, aku adalah istri Giovardo. Bagaimana mungkin aku akan mengalihkan perhatianku darimu? Sudah, kita turun saja ya!”
“Tunggu!” Aldo lagi-lagi menahanku. Dengan sabar aku menatap suamiku ini. Kan sudah kubilang bahwa sifat Aldo ini sangat-sangat tidak bisa ditebak. Apa jangan-jangan Aldo berubah pikiran lagi dan malah membawaku pulang lagi.
“Apa lagi sayang?”
“Janji jangan jauh-jauh ya!” seru Aldo
“Iya janji!”
Kami sudah sampai di salah-satu aula besar hotel, banyak para tamu yang sudah mengambil duduk. Terlihat acara akan dimulai beberapa menit lagi. Dan kami sudah duduk di salah satu deretan kursi di depan. Dengan beberapa para lelaki dengan jas rapih, aku merasa bahwa mereka para kolage dari perusahaan Alex juga. Beberapa dari mereka menyapa Aldo juga, dan sekarang aku tidak tau apa yang membuat Aldo kembali bermuka jutek. Sejak ada lelaki yang menyapaku, Aldo semakin posesif dan mukanya masam.
“Boleh aku bergabung disini nona cantik?”
Aku refleks menatap ke samping, lalu menatap bahwa yang menyapaku barusan adalah Alex. Aku membalas senyumannya. “Tentu saja Alex, kenapa harus meminta ijin dulu?” seruku ramah. Inikan acara milik Alex, kenapa harus minta ijin mau duduk dimana? Karena itu adalah hak Alex.
“Kenapa harus duduk di sebelah istriku? Dasar genit” seru Aldo mencibir. Dia langsung menukar tempat duduk kami. Aku terima-terima saja dengan kemauan Aldo.
“Asatagah Aldo, kau ini sama-sekali tidak berubah ya. Aku hanya ingin duduk bersama dengan ipar saja. Kau ini benar-benar tidak berubah dari dulu. Apa jangan-jangan ipar tidak bahagia menikah denganmu?” seru Alex dengan maksud menggoda Aldo. Aku langsung menggenggam tangan Aldo.
“Aku bahagia menikah dengannya Alex, aku suka dengan lelaki yang posesif. Itu artinya dia menyukaiku bukan?” seruku mengambil alih suasana yang terlihat mulai tidak menyenangkan. Aldo juga sudah semakin menekuk wajahnya yang datar. Ini tidak bisa berlanjut lebih lama lagi.
“Ahahahaha, aku tau ipar. Aku hanya menggoda sahabatku ini saja!”
Aku hanya tersenyum menanggapi Alex, lalu tidak lama acara sudah dimulai. Alex yang ada satu meja dengan kami maju ketika ayahnya memanggil namanya. Semua orang yang datang di acara bertepung tangan saat dengan resmi bahwa Alex menjadi penerus dari perusahaan itu. Semua tamu terlihat mulai menikmati hidangan yang tersedia. Termasuk aku yang sedang menikmati beberapa jenis makanan. Aldo beberapa menit yang lalu ijin untuk kemar kecil.
Saat sedang menikmati sate padang, Alex berjalan ke arahku. Aku tersenyum padanya, “Selamat atas jabatan barumu Alex!” seruku berbasa-basi
“Trimakasih ipar, dimana Aldo?”
“Dia sedang pergi ke kamar kecil sebentar!”
Alex mengangguk, aku kembali mengambil beberapa tusuk sate. Beberapa orang ada yang aku kenal, ada juga yang tidak. Kebanyakan tidak aku kenal. Namun tidak lama, beberapa orang tua dan ibu-ibu mendekati kami juga. Mereka tiba-tiba saja tersenyum ramah padaku, aku hanya membalasnya dengan hormat.
“Jadi, apakah ini pacarmu nak? Kenapa kau tidak bilang pada ibu bahwa kau sudah punya pacar? Apa kabar sayang, apa kau merasa tidak senang karena Alex tidak memperkenalkanmu pada ibu?”
“Eh?” Aku tiba-tiba saja gugup. Aku mematung, rasanya sama. Saat itu, orang tua Aldo juga langsung bersikap seperti ini padaku di salah-satu acara perusahaan mereka. Karena Aldo memang saat itu memintaku untuk datang.
“Bukan ma, dia bukan pacar aku!” seru Alex panik
“Ihhh, kamu ini. Masa gadis cantik seperti dia ini tidak kamu kenalkan dengan mami sih? Jika mama tau kamu sudah punya pacar, mama tidak akan menyuruhmu kencan buta semalam nak! Kau ini! Ah, aku Anna sayang, mamanya Alex yang tidak penurut ini!”
“Tante, aku bukan--!”
“Dia istri saya tante!”
Anna langsung menatap ke arah belakang, aku juga menatap Aldo yang bermuka datar langsung membawaku ke dalam dekapannya. Aku tersenyum canggung, tidak tau harus bersikap seperti apa. Ibu-ibu memang sangat susah untuk diberitahu.
“eh? Nak Aldo? Maaf nak, maaf sekali, tante pikir tadi gadis cantik ini adalah pacar anak tante. Aduh, tante jadi merasa bersalah. Maaf ya nak, bukan maksud tante!”
“Ah, tidak masalah tante, saya dan istri saja pergi dulu ya. Sudah sangat larut, nisa juga butuh tidur. Selamat atas jabatan barumu Alex, aku harap kau bisa meluruskan kesalahpahaman ini!” seru Aldo lalu membawaku pergi dari hotel itu. Aku tidak berani untuk bersuara saat ini. Aldo juga terlihat sangat marah, bahkan ketika kami sudah sampai di apartemen.
!!!! Warning, Mature Content !!!!Yang merasa dedek bayi, jangan baca part ini ya. Bisa diskip dulu hehehe.****Usai aku mengganti bajuku dengan piyama merah, aku lekas menuju ranjang. Aldo sepertinya masih kesal dengan kesalahpaham tadi, saat acara Alex maksudku. Aku mendekati suamiku itu, lalu menatapnya. Dia memalingkan wajahnya dariku, membuatku tertawa. Wajahnya yang putih terlihat memerah, ciri khas dari Aldo ketika masih menahan marah."Apanya yang lucu?" kesal Aldo masih tetap mengabaikanku"Kau tidak mandi hmm?" aku naik ke pangkuan Aldo. Lelaki itu tidak bisa menolakku, meskipun memalingkan wajahnya, tapi aku yakin Aldo, suamiku ini tidak akan bisa menolakku."Tidak, aku merasa dingin! Kau bahkan mandi tanpa mengajakku tadi!"Aku terkikik menatap Aldo, tapi tetap saja perkataan Aldo membuat wajahk
Aku memasuki ruangan kantorku, Josua sudah menyambut dengan senyuman terbaiknya. “Pagi nyonya Giovardo!” serunya. Aku mengabaikannya, karena senang melihat raut wajah kesal Josua.“Ada apa bah sama kamu Nis? Aku sapa kamu, tapi tak kau balas lah bah. Mak, sombong kali lah kau yah.” Josua langsung mencibir dan mendatangi mejaku.Aku terkekeh, “Setidaknya jangan menggunakan aksen batak kau itulah Jos!”“Lah, inilah namanya melestarikan kearifan lokal Nis. Kalau aku nanti bicara tidak memakai aksen batak, bagaimanalah aku kalo pulang ke kampungku di Toba sana Nis? Nanti diejek-ejek merekalah aku, bilang kalo aku sudah lupa sama tanah kelahiran!”Aku menatap Josua dengan menahan tawa, menghiraukannya dan mulai menghidupka
“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”Mendengar suara berat itu, ak
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
Sejak kejadian malam itu, tidak ada lagi yang menggangguku di kantor. Josua sesekali masih bertanya padaku apa yang terjadi pada Wulan. Itu wajar. Karena jika aku berada di posisi Josua, mungkin aku juga akan bertanya dimana gadis ular itu. Mejaku juga sudah dipindahkan ke ruangan Aldo, suamiku itu benar-benar tidak ingin berpisah dariku.Tapi meski tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, ada sesuatu hal besar yang memantau kami dari sudut tersembunyi. X—tangan kanan Aldo masih memberi kabar siaga. Itu artinya kami tidak aman dari jangkauan mereka.Aku menatap pintu Aldo yang terketuk, tatapanku tertuju pada jadwal Aldo. Seharusnya tidak ada jadwal yang berkunjung saat ini. Aldo juga lagi pergi beberapa menit yang lalu untuk rapat, dan hanya ada aku di ruangan ini. Aku menatap pintu ruangan Aldo yang masi
“Sekarang apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kelakukan kita subuh tadi tercium lagi oleh mereka!” Matt menatap Aldo yang masih duduk di sebelahku dengan tenang. Dia bersikap acuh tidak acuh mendengar Matt.“Apa mereka adalah musuh abadi Aldo, Matt?” seru Christian yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya.“Siapa lagi kalau bukan mereka? Kau lihat, mereka bahkan sudah mulai mengirimkan kita surel email ancaman. Permainan mereka masih saja tetap sama, tidak pernah di upgrade ke hal yang baru!” seru Dhava tenang. Dia menatap Matt dengan sebelah mata terangkat.Aku menatap Aldo yang menggenggam tanganku, tatapannya hanya tertuju padaku. Aku tersenyum begitu dia menatapku lama. Melihat Aldo, aku jadi teringat dengan apa yang dulu aku takutkan. Aku takut untuk menika
Jenisa Pov Aku bangun, dan menyadari bahwa Aldo tidak berada di sampingku. Ini adalah Minggu, kemana Aldo pergi sepagi ini? Tidak menghiraukan kemana dia pergi, aku melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahku. Mengoleskan krim lalu lekas keluar dari kamar. Ruangan tamu dan juga dapur kosong, sebuah makanan tersaji di atas meja. Perhatianku tertuju pada jam, ini masih pukul 08.15 tapi dia sudah selesai memasak? Tanpa banyak bertanya, aku lekas menghabiskan makanan itu dan kembali ke kamar, lekas mandi dan berganti pakaian. Jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans terpasang di tubuhku, aku tidak perlu lagi menjadi sosok orang lain. Kesalahpahaman itu sudah terselesaikan beberapa hari lalu, yang sekarang perlu aku lakukan adalah mencari keberadaan Aldo—suamiku. Entah kemana perginya dia hari ini, tidak ada pesan yang ditinggalkan.
Aldo povHelaan nafas terdengar di dalam ruangan pribadiku, mungkin sudah ketiga kalinya aku terus menghela nafas. X—sosok kepercayaanku sudah berdiri di depan pintu, dengan senyum bodohnya. Tanpa diberi izin, dia sudah memasuki ruanganku.“Membunuh ibu sendiri, apa maksudmu kali ini Al? Kau hampir membuatku pusing selama berhari-hari untuk memikirkan perlakuanmu ini!”“Tidak usah ungkit mengenai hal ini, Matt. Aku tidak kau mempermasalahkan apa yang aku lakukan, lagipula aku merasa tidak salah melakukan hal itu!”Matt—sosok X, sang tangan kanan yang tahu kebiasaan burukku satu ini. Dia duduk di depanku, menatap layar laptopku yang menampilkan sebuah surel yang beberapa menit lalu aku terima. Dia terlihat terkejut, sembari menatapku. Tapi raut waja
Sejak kejadian malam itu, tidak ada lagi yang menggangguku di kantor. Josua sesekali masih bertanya padaku apa yang terjadi pada Wulan. Itu wajar. Karena jika aku berada di posisi Josua, mungkin aku juga akan bertanya dimana gadis ular itu. Mejaku juga sudah dipindahkan ke ruangan Aldo, suamiku itu benar-benar tidak ingin berpisah dariku.Tapi meski tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, ada sesuatu hal besar yang memantau kami dari sudut tersembunyi. X—tangan kanan Aldo masih memberi kabar siaga. Itu artinya kami tidak aman dari jangkauan mereka.Aku menatap pintu Aldo yang terketuk, tatapanku tertuju pada jadwal Aldo. Seharusnya tidak ada jadwal yang berkunjung saat ini. Aldo juga lagi pergi beberapa menit yang lalu untuk rapat, dan hanya ada aku di ruangan ini. Aku menatap pintu ruangan Aldo yang masi
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”Mendengar suara berat itu, ak