Jenisa
Minggu, 24 Mei [12.02 AM]
Akhirnya, pekerjaan di hari senin ini selesai juga. Aku melirik ruangan kerja Aldo, suamiku itu masih belum pulang dari rapat dan itu artinya ruangan kerjanya masing kosong. Aturannya, aku yang harus pergi ke rapat dengan J-Group hari ini. Tapi, Aldo melarangku untuk pergi. Katanya dia saja yang pergi dan aku bekerja di perusahaan saja. Aku tersenyum dalam hati, seandainya moment ini bisa lama-lama terjadi diantara kami berdua.
“Nis, kenapa? Lu udah rindu aja sama bos, tenang bu Jenisa yang terhormat. Suami anda itu tidak akan ada yang merebut kok”
Aku menatap Josua yang menggodaku, ahh, lelaki ini benar-benar tidak tau malu sekali ya. Tapi meski demikian, aku sedikit merasa terhibur dengan adanya Josua. Sedikit informasi, Josua ini adalah salah-satu temanku sejak kuliah dulu. Lebih tepatnya, kami sama-sama kenal saat mengambil master di UK. Aku sudah benyak berhutang budi pada lelaki satu ini, bahkan sampai saat ini juga.
“Belum pulang Jos?” Aku sengaja bertanya saja. Lelaki itu langsung memutar bola matanya malas, pasti dia tau aku sedang mengalihkan pembicaraan tadi. Aku hanya terkekeh saat menatap Josua yang malah berbalik menatapku dengan mata yang menyipit.
“Aturannya sih sudah pulang aku ibu negara yang terhormat, tapi, bagaimana mungkin aku tega melihatmu yang tidak selesai mengerjakan tugas dari mak lampir itu? Aku rasa mak lampir setengah jamblay itu sengaja memberikanmu tugas sebanyak ini Nis. Serius deh, aku gak tahan lihat wajahnya yang tebalan make-up itu daripada kulit. Pusing deh, aku juga heran kenapa dia masih bertahan jadi sekretarisnya si bos!”
Jiwa gibah Josua kembali keluar, aku hanya menanggapinya dengan santai saja. Sudah terlalu biasa menyikapi Josua yang seperti ini. Bahkan, Josua juga selelu gencar-gencarnya untuk mengetahui sudah seperti apa kemajuan hubunganku dengan Aldo yang memang tidak rahasia umum lagi. Awal pertama aku tidak berangkat dengan Aldo, hal itu menggemparkan seisi kantor. Aku heran, apanya yang perlu menjadi hot tranding news untuk mereka? Apa mereka se-gabut itu untuk menyebar dan mengursi hidup orang lain? Plis lah, mereka itu bahkan lebih dari paparazi yang memang pekerjaan mereka sudah itu. Mereka ini adalah seorang pegawai, cukup dengan melakukan pekerjaan mereka saja. Tidak harus mengurusi kehidupan orang lain, terlebih orang yang sudah berumah tangga. Aku tidak tau kenapa, tapi selama tinggal di luar. Budaya mereka yang tidak peduli dengan urusan pribadi seseorang sudah melekat padaku. Jadi aneh saja jika tiba-tiba urusan pribadi sampai diketahui orang lain. Bahkan rumor itu sangat cepat mengalir seperti air.
“Sudahlah, jika kau masih ingin dikantor. Tolong bantu aku untuk mencetak data ini, aku akan disini 15 menit lagi. Menunggu agar Aldo pulang dulu!”
“Aihss, kau ini Nis. Dasar, kau itu harus peka sama wanita penggoda Nis. Aku tidak percaya si Wulan itu tidak menyukai Aldo barang sedikitpun. Apa kau tidak bisa melihat tingkah dan gerak-gerik dia? Aku bahkan curiga padaNya selama ini. Kau ini jangan terlalu baik Nis, nanti kau ditipu sama orang. Aldomu itu direbut, kan kau juga yang rugi. Kau ini ah~”
Aku tertawa menatap Josua, aksen bataknya sudah keluar. Josua memang keturunan batak asli. Dan katanya, dia juga pernah tinggal di daerah batak sekitar 1 tahun lebih atau kurang. Setiap kali Josua sudah berbicara, pasti aku tidak akan bisa menahan ketawaku. Eh—aku terkejut ketika tiba-tiba ada yang menutup kedua mataku dari belakang. Aku mencium aroma yang khas, dan segera. Aku langsung berbalik dan benar dugaanku. Itu adalah Aldo—Suamiku.
“Apa kau merindukanku hmm?”
Aku memejamkan mata saat Aldo mencium keningku. Sebenarnya aku tidak terlalu risih untuk saat ini, selain karena pegawai lain sudah pulang dan tinggal Josua saja. Perusahaan ini juga tidak melarang hubungan asmara di dalam kantor. Itu sudah biasa, dan Aldo juga tidak pernah mempermasalahkan itu asal karyawanNya tetap mengerjakan apa yang menjadi target mereka.
“Iuhhh,kalian lah we. Kalo mau mesra-mesraan janganlah didepanku. Sakit mata aku kalian berdua buat, kau juga Nis. Kau suruh aku motocopy, biar bisa ya kalian rindu-rinduan. Padahal cuman pisang beberapa jam pun, yaampun mataku. Yaampun….!”
Ahahahahhaha, aku tertawa lepas menatap tingkah Josua yang menatapku dan Aldo dengan tatapan jijik. Aku menatap Aldo yang menarik pinggangku dan malah kembali mengecup keningku, aku yakin Josua sudah panas. Aksen bataknya pasti akan keluar lagi.
“Ahhh, kalian ini ngapain lah we bos, janganlah. Aku belum punya pacar ya, jangan buat iri jombol ya bos”
“Makanya cari pacar sana!” Aldo menjawab dengan kekehannya juga. Aku lalu menatap Aldo, raut wajah Aldo terlihat lelah. Aku menggenggam tangan Aldo membuat perhatian suamiku itu kembali tertuju padaku. Aku menatapnya dengan lembut, sembari tersenyum tipis.
“Mau pulang sekarang Al?”
“Panggil mas, baru kita pulang sayang”
Aku tertawa lagi, Aldo ini pasti sedang mempermainkannya karena tadi. Padahal, aku juga melakukan itu secara spontan saja. Aku tidak terlalu suka jika Aldo di rebut oleh wanita lain. Aku tidak takut dengan wanita manapun, kecuali wanita satu itu—Wulan—aku tidak bisa berbohong bahwa aku baik-baik saja ketika melihat kedekatan hubungan mereka berdua. Aku sudah terlalu banyak melihat kejadian mencurigakan dari Wulan. Meski Josua selalu mengumbar-umbar hal itu di depanku, dan aku juga percaya dengan apa yang lelaki itu katakan. Wulan itu sedikit misterius, sekalipun Aldo dan gadis itu adalah sahabat. Aku yakin gadis itu adalah tipe gadis yang memiliki obsesi tinggi.
“Malah diam, gak dipanggil mas, kita gak pulang nih sayang!”
Ah, aku teringat dengan permintaan Aldo. Aku mengecup pipi Aldo, membuatnya langsung menatapku dengan matanya yang terkejut. “Kenapa mas? Belum mau pulang nih?” Aku mencolek hidung mancung suamiku ini. Dan tanpa banyak tanya, Aldo langsung setuju dan menggenggam tanganku keluar dari ruang kerja. Setelah sebelumnya aku ijin lebih dulu dari Josua.
Aku dan Aldo sudah sampai di mobil, aku langsung masuk begitu Aldo membukakan pintu. Aldo lalu memutari mobil dan naik di kursi pengemudi dan langsung menghidupkan mesin mobil. Perjalanan pulang kami kali ini disertai dengan canda tawa antara aku dan Aldo. Sudah lama tidak seperti ini, dan aku merasa legah ketika melihat Aldo yang kembali tertawa lepas. Aku menggenggam tanganNya, membuat perhatian Aldo lagi-lagi tertuju padaku.
“Aku gak pernah kecewa sama kamu Al, apapun itu!”
Aldo langsung menatapku dengan terdiam, aku tersenyum sembari mengusap tangannya yang menggenggam tanganku yang lepas. “Hanya ingin kau tau saja” Kami berdiam sebentar, “Sudah hijau, kau tidak ingin melajukan mobilnya?” Aku terkekeh menatap Aldo yang tiba-tiba gugup.
Aku mulai tidak mengenali jalanan yang kami lalui saat ini. Tapi sedikit familiar. Aku menatap Aldo, kemana lelaki ini akan membawaku pergi. Aku tetap diam saja, dan mengamati jalanan yang kami lalui. Hingga, mobil Aldo akhirnya berhenti di salah-satu restoran mewah. Aku ingat dengan tempat ini, terakhir kali kapan ya pernah kesini. Aku rasa sudah sangat lama sekali. Aldo dan aku saling menatap, “Kenapa tiba-tiba kesini?” Aku bertanya
“Aku sudah booking tempat ini tadi, mari masuk. Aku sudah tidak ingat kapan terakhir kali kesini denganmu!”
Aku tersenyum lalu mengikuti permintaan Aldo. Untuk makan direstoran ini, harus memesan tempat jauh-jauh hari. Aku tau kenapa Aldo bisa mendapatkan meja untuk malam ini meski hanya membookingnya tadi. Tidak diragukan lagi relasi yang dimiliki oleh seorang Aldo. Di pintu masuk, seseorang langsung menyambut kehadiran kami berdua. Mengarahkan kami pada meja makan yang berada di sudut ruangan. Aku sudah menduga Aldo pasti akan memilih tempat ini, aku jadi ingat momet di tempat ini. Aku duduk lalu pelayan tersebut membawa buku menu. Aku hanya mengikuti apa yang dipesan oleh Aldo. Dan setelah pelayan itu pergi, aku menatap ke arah luar. Pemandangan kota malam yang begitu indah. Aku memalingkan wajahku saat merasakan ada yang menggenggam tanganku.
“Apa kau masih ingat, disinilah aku memintamu untuk menjadi pacarku Nis?”
Aku tersenyum, ternyata Aldo masih ingat. Aku mengangguk padaNya, “bagaimana mungkin aku bisa lupa Al? Disini juga tempat yang sedikit membuatku malu, apa kau ingat ketika ayamku terbang saat aku ingin memotongnya? Aishhh, aku jadi malu jika ingat saat itu!”
Aku terkekeh, selain menjadi tempat romantis. Tempat ini juga sedikit memiliki sejarah bagiku. Saat pertama kali melakukan rapat kerja, kami membooking restoran ini. Aku memang sudah terbiasa dengan table manner dimanapun. Tapi entah kenapa, saat itu, saat aku ingin makan. Ayam france italy ku malah terbang dari piring. Malunya setengah mati saat itu, terlebih saat itu aku dan Aldo juga masih belum memiliki hubungan apa-apa. Tapi beruntungnya mereka semua yang hadir saat itu seolah tidak melihat saja. Tapi, jujur, aku masih malu jika mengingatnya.
“Kau hanya sedang tidak enak badan saat itu sayang, wajar saja jika kau tidak fokus!” Aldo memberikan semangat padaku. Aku memang kurang enak badan saat itu.
Meja kami akhirnya terpenuhi dengan makanan yang dipesan oleh Aldo. Kami lalu makan dengan hikmat, aku menatap tawa canda yang Aldo lontarkan padaku. Aku tersenyum bagia menatap suamiku itu sebahagia saat ini. Andaikan aku diberikan permintaan, aku ingin agar waktu ini dihentikan. Aku ingin selalu menatap senyum Aldo seperti saat ini. Aku ingin, agar tidak ada yang terlewatkan saat ini pun.
Kami selesai makan, dan tidak lama. Ada sosok seorang lelaki yang menghampiri meja kami.
“Aldo Giovardo? Sulung Giovardo kan?”
Kami berdua langsung menatap lelaki itu. “Ahh, Alex? Kau disini juga?” Aldo ternyata mengenalnya. Mereka langsung berpelukan, lalu lelaki yang tadi bernama Alex itu menatapku dengan sopan sembari tersenyum.
“Ah, dia Jenisa, istriku. Sayang, kenalkan dia Alex. CEO baru dari J-group, benar bukan?” Aldo memperkenalkanku.
“Halo ipar, iya, aku memang CEO baru dari perusahan itu. Menggantikan ayah yang katanya ingin berbulan madu dengan mama. Ada-ada saja mereka, sudah orang tua tapi masih saja mesra. Aku harap kalian juga seperti itu nantinya Aldo. Kau tidak melihat kakak ipar sangat cantik?”
Aku dan Aldo saling terdiam, raut wajah Aldo tiba-tiba berubah saat Alex menyinggung soal itu. “Ah, aku Jenisa Karlina, istri Aldo. Salam kenal!”
“Aku sudah kenal denganmu kaka ipar, Aldo ini sahabatku, jadi aku tau kalau ipar ini adalah cinta pertama sahabatku ini. Aku masih tidak bisa sadar bahwa pertemuan kalian saat itu membuat kalian jadi takdir. Ahh, cinta memang tidak pernah bisa ditebak ya”
“Kau ini” Aldo menyela dikala pernyataan Alex memang sudah mulai tidak enak. “Kau sudah makan?”
“Aku sudah makan Al, hanya ingin menyapa ipar saja. Ah, aku tidak bisa lama karena harus mempersiapkan banyak hal. Aku pergi dulu ya, aku akan mengundang kalian berdua nanti di serah terima jabatanku. Semoga kalian bisa seperti ayah dan mamaku Aldo, langgeng terus ya!”
Alex langsung pergi dengan buru-buru, pemuda itu cukup ramah, aku mengakuinya. Tapi setelah Alex pergi, suasana di meja makan terasa canggung. Aku menatap Aldo yang menundukkan wajahnya. Aku menggenggam tangannya. “Tidak apa sayang, tidak ada yang salah dengan kata-katanya bukan?”
Jenisa Kamis, 3 Juni [08.07 PM] Aku sudah selesai dengan dressku, malam ini kami akan memenuhi undangan dari salah-satu sahabat Aldo—Alex—yang meskipun baru aku tau adalah penerus dari perusahaan besar itu. J-group, salah-satu perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan itu merupakan perusahaan yang besar dan terkenal sampai ke luar negeri. Malam ini, dresscodenya adalah batik. Dan aku mengenakan batik bercorak bunga, rambutku aku gerai saja dan aku hanya berdandan biasa saja. Seperti biasanya. Aku keluar dari kamar, Aldo sudah selesai beberapa menit lebih dulu dariku. Dan sekarang, suamiku itu sedang menatapku tanpa kedip. Apa pakaianku ada yang salah? Aku menatap pakaianku, aku rasa tidak ada yang robek atau apa. Biasa saja kok, tapi kenapa Aldo ini membuatku gugup? “Kamu kenapa bisa cantik sekali Nis?” seru Aldo langsung berdiri dari duduknya dan meraih pinggangku. Aku hanya tersenyum m
!!!! Warning, Mature Content !!!!Yang merasa dedek bayi, jangan baca part ini ya. Bisa diskip dulu hehehe.****Usai aku mengganti bajuku dengan piyama merah, aku lekas menuju ranjang. Aldo sepertinya masih kesal dengan kesalahpaham tadi, saat acara Alex maksudku. Aku mendekati suamiku itu, lalu menatapnya. Dia memalingkan wajahnya dariku, membuatku tertawa. Wajahnya yang putih terlihat memerah, ciri khas dari Aldo ketika masih menahan marah."Apanya yang lucu?" kesal Aldo masih tetap mengabaikanku"Kau tidak mandi hmm?" aku naik ke pangkuan Aldo. Lelaki itu tidak bisa menolakku, meskipun memalingkan wajahnya, tapi aku yakin Aldo, suamiku ini tidak akan bisa menolakku."Tidak, aku merasa dingin! Kau bahkan mandi tanpa mengajakku tadi!"Aku terkikik menatap Aldo, tapi tetap saja perkataan Aldo membuat wajahk
Aku memasuki ruangan kantorku, Josua sudah menyambut dengan senyuman terbaiknya. “Pagi nyonya Giovardo!” serunya. Aku mengabaikannya, karena senang melihat raut wajah kesal Josua.“Ada apa bah sama kamu Nis? Aku sapa kamu, tapi tak kau balas lah bah. Mak, sombong kali lah kau yah.” Josua langsung mencibir dan mendatangi mejaku.Aku terkekeh, “Setidaknya jangan menggunakan aksen batak kau itulah Jos!”“Lah, inilah namanya melestarikan kearifan lokal Nis. Kalau aku nanti bicara tidak memakai aksen batak, bagaimanalah aku kalo pulang ke kampungku di Toba sana Nis? Nanti diejek-ejek merekalah aku, bilang kalo aku sudah lupa sama tanah kelahiran!”Aku menatap Josua dengan menahan tawa, menghiraukannya dan mulai menghidupka
“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”Mendengar suara berat itu, ak
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
“Sekarang apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kelakukan kita subuh tadi tercium lagi oleh mereka!” Matt menatap Aldo yang masih duduk di sebelahku dengan tenang. Dia bersikap acuh tidak acuh mendengar Matt.“Apa mereka adalah musuh abadi Aldo, Matt?” seru Christian yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya.“Siapa lagi kalau bukan mereka? Kau lihat, mereka bahkan sudah mulai mengirimkan kita surel email ancaman. Permainan mereka masih saja tetap sama, tidak pernah di upgrade ke hal yang baru!” seru Dhava tenang. Dia menatap Matt dengan sebelah mata terangkat.Aku menatap Aldo yang menggenggam tanganku, tatapannya hanya tertuju padaku. Aku tersenyum begitu dia menatapku lama. Melihat Aldo, aku jadi teringat dengan apa yang dulu aku takutkan. Aku takut untuk menika
Jenisa Pov Aku bangun, dan menyadari bahwa Aldo tidak berada di sampingku. Ini adalah Minggu, kemana Aldo pergi sepagi ini? Tidak menghiraukan kemana dia pergi, aku melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahku. Mengoleskan krim lalu lekas keluar dari kamar. Ruangan tamu dan juga dapur kosong, sebuah makanan tersaji di atas meja. Perhatianku tertuju pada jam, ini masih pukul 08.15 tapi dia sudah selesai memasak? Tanpa banyak bertanya, aku lekas menghabiskan makanan itu dan kembali ke kamar, lekas mandi dan berganti pakaian. Jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans terpasang di tubuhku, aku tidak perlu lagi menjadi sosok orang lain. Kesalahpahaman itu sudah terselesaikan beberapa hari lalu, yang sekarang perlu aku lakukan adalah mencari keberadaan Aldo—suamiku. Entah kemana perginya dia hari ini, tidak ada pesan yang ditinggalkan.
Aldo povHelaan nafas terdengar di dalam ruangan pribadiku, mungkin sudah ketiga kalinya aku terus menghela nafas. X—sosok kepercayaanku sudah berdiri di depan pintu, dengan senyum bodohnya. Tanpa diberi izin, dia sudah memasuki ruanganku.“Membunuh ibu sendiri, apa maksudmu kali ini Al? Kau hampir membuatku pusing selama berhari-hari untuk memikirkan perlakuanmu ini!”“Tidak usah ungkit mengenai hal ini, Matt. Aku tidak kau mempermasalahkan apa yang aku lakukan, lagipula aku merasa tidak salah melakukan hal itu!”Matt—sosok X, sang tangan kanan yang tahu kebiasaan burukku satu ini. Dia duduk di depanku, menatap layar laptopku yang menampilkan sebuah surel yang beberapa menit lalu aku terima. Dia terlihat terkejut, sembari menatapku. Tapi raut waja
Sejak kejadian malam itu, tidak ada lagi yang menggangguku di kantor. Josua sesekali masih bertanya padaku apa yang terjadi pada Wulan. Itu wajar. Karena jika aku berada di posisi Josua, mungkin aku juga akan bertanya dimana gadis ular itu. Mejaku juga sudah dipindahkan ke ruangan Aldo, suamiku itu benar-benar tidak ingin berpisah dariku.Tapi meski tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, ada sesuatu hal besar yang memantau kami dari sudut tersembunyi. X—tangan kanan Aldo masih memberi kabar siaga. Itu artinya kami tidak aman dari jangkauan mereka.Aku menatap pintu Aldo yang terketuk, tatapanku tertuju pada jadwal Aldo. Seharusnya tidak ada jadwal yang berkunjung saat ini. Aldo juga lagi pergi beberapa menit yang lalu untuk rapat, dan hanya ada aku di ruangan ini. Aku menatap pintu ruangan Aldo yang masi
"Dari siapa?"Aku tersentak, menatap tangan yang melingkar di perutku. Sesekali tangan itu turun ke bawah dan mengelus bagian itu. Aku menghentikan tangan nakal Aldo, lekas berbalik dan mengalungkan tanganku padanya."X, dia sudah membersihkannya. Tidak ada yang melihat dan semua sesuai dengan kemauanmu! Dan, kamu juga berhutang penjelasan padaku Al."Aldo melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, ingin menghindar dari pertanyaanku. Bibirku cemberut ketika Aldo benar-benar menghindari pertanyaanku, suamiku itu kembali ke atas ranjang. Tempat kami tadi bergulat sehabis pulang dari kantor, tepatnya setelah menyelesaikan Wulan dan ibu Aldo. Aku mengambil HodieeAldo dan mengenakannya, tubuhku tenggelam di dalamnya."Aku akan memasak dulu, tunggulah!""TIDAK, APA AKU PERNAH MENGIZINKANMU UNTUK MEMASAk?"Aku tersentak dengan suara Aldo yang sedikit meninggi, dia sudah berja
“Siapapun yang menghina istriku akan berakhir seperti yang lainnya juga, aku tidak peduli itu adalah kamu. Aku tahu kau adalah wanita yang melahirkanku, tapi kau bukanlah sosok ibu yang tepat untukku. Apa kau pernah memberikanku pendidikan yang baik sebagai ibu? Auhh, bukan itu, apa kau mendengar jeritanku saat itu? Aku berteriak agar kau tidak pergi, tapi—tapi kau pergi dengan para lelakimu itu. Ayah juga pergi dengan para wanitanya, apa kau tahu sehancur apa hidupku saat itu? Sampai saat aku bertemu dengan wanitaku, dia memberiku harapan untuk hidup. Kau datang di hari pernikahanku untuk mencacinya dan sekarang kau juga berani menginjakkan tubuh menjijikkanmu itu disini, apa kamu waras? Hahahahha!”Wajah Maya semakin bergetar ketakutan dibawah kaki Aldo, Bruk—kaki jenjang Aldo menendang tubuh Ma
Aku hendak masuk ke ruangan Aldo, namun langkahku tertahan begitu mendengar suara tidak asing di belakangku. Aku berbalik dan alangkah begitu terkejutnya aku melihat siapa sosok wanita paruh baya yang sekarang berdiri tepat di hadapanku, dengan kacamata hitamnya. Aku meneguk ludahku kasar, mama Aldo ada di sini. Bibirku bergetar kelu, wanita paruh baya ini tidak terlalu menyukaiku dan juga satu-satunya orang yang tidak menyetujui pernikahanku dengan Aldo.“Mama?”Suara Aldo lebih duluan terdengar dari belakangku, lalu aku merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Tatapanku tertuju pada Aldo, dia berusaha untuk membuatku tenang.“Jadi begini cara seorang menantu menyambut mertuanya?” Mama Aldo—Maya—menggelengkan kepala. Membuat beberapa perhatian tertuju pada kami, aku
Begitu aku memasuki apartemen, aku terkejut mendapati Aldo sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah marah, matanya menatapku tajam dan itu untuk pertama kalinya. Aku masih berdiri di depan pintu, “Kamu sudah pulang Al?” ujarku, berusaha untuk tetap tenang. Aku sedikit takut dengan sikap Aldo yang sedikit mengerikan ini.“Kenapa kamu kembali, begitu lama dan malah diantar oleh Alex, Nis? Apa kau diam-diam menjalin hubungan lelaki lain? Selama kita belum resmi bercerai, kau itu milikku Jenisa. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekati, menyentuh bahkan memelukmu. Tapi—!”Aku berjalan mundur, membuat pintu apartemen tiba-tiba tertutup. Aku menatap Aldo dengan kening berkerut, apa dia tahu Alex memelukku ketika di jalan? Jika benar, apa yang sebenarnya Aldo ingin lakukan dan kenapa dia meninggalkanku sendirian di dalam restoran?“Ternyata Wulan memang benar, kau dan Alex punya hubungan kan Nis? Benar begitu bukan?”
“Terima kasih Alex sudah mengantarku!”Aku berdiri di depan mobil Alex, lelaki itu juga ikut turun untuk mengantarku sampai di depan apartemenku dan Aldo. Dia baik, aku mengakuinya! Selain itu, kepribadian Alex juga hampir sama dengan Aldo—suamiku.“Apa kamu yakin tidak ikut makan malam dengan kami Nis? Aku merasa tidak enak pada Aldo jika kau menolak ajakan untuk makan malam kami! Tidak hanya ada aku, bahkan Josua bilang tadi ingin ikut malam makan dengan kami. Setidaknya merayakan kerja sama kita”Aku tersenyum sopan, “Tidak perlu Alex, kamu kembalilah. Aku akan makan malam dengan Aldo saja, dia tidak suka makan sendirian!”“Ah begitu ya, kalau begitu bagaimana dengan lain kali Nis? Apa kamu mau?”“Tidak usah, lain kali juga tidak perlu. Istriku hanya ingin makan pagi, siang dan malam hanya denganku. Tidak denganmu, sudah, kembali sajalah Alex!”Mendengar suara berat itu, ak