Keesokan harinya, Sky dan Blue mulai merencanakan langkah-langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan kekacauan untuk menghentikan kampanye ayah mereka. Mereka perlu strategi yang lebih cerdas dan lebih efektif.
"Blue, aku berpikir kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang rencana kampanye Hartono," kata Sky sambil mencatat di sebuah buku catatan. "Karena kita sudah tahu jadwalnya, kita bisa merencanakan aksi kita dengan lebih baik."Blue mengangguk setuju. "Kau benar. Aku akan mencoba mencari informasi tambahan dari sumber-sumber yang aku punya. Sementara itu, kau bisa terus memantau media sosial dan berita untuk setiap perkembangan terbaru."Sky sepakat. "Tentu. Aku juga akan bergerak."Blue tertawa kecil. "Mungkin suatu hari kita benar-benar bisa buka jasa pengacau acara politik."Malam itu, Sky, Blue, Rose, dan Nala berkumpul di pondok. Sementara, Blue dan Rose menginap karena harus menyusun rencana mSky, Blue, Rose, dan Nala masih merasakan ketegangan dari insiden kekacauan kampanye Hartono. Televisi yang menyiarkan berita tentang peningkatan dukungan publik untuk Hartono setelah kekacauan itu masih menyala, membuat suasana semakin tegang. Mereka duduk dalam keheningan, merenungkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.Tiba-tiba, suara mesin fax di sudut ruangan mengeluarkan bunyi yang menarik perhatian Rose. Dengan cepat, ia bangkit dari kursinya dan mendekati mesin fax. Gulungan kertas perlahan keluar, dan Rose meraihnya dengan penasaran."Tiger," kata Rose, suaranya penuh kejutan. "Pria itu mengirimkan kita kabar baik."Rose membaca fax itu dengan seksama. Wajahnya perlahan berubah menjadi serius seiring membaca isi fax tersebut. Sky, Blue, dan Nala melihat ekspresi Rose dan segera mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi."Apa isinya, Rose?" tanya Blue, penasaran.Rose menjawab dengan santai, seolah sudah menduga isinya,
Nala dan Sky berpisah. Mereka memutuskan untuk menjelajahi tempat yang berbeda. Karena Nala tidak pernah pergi ke tempat semacam ini, urusan bersosialisasi ditimpakan pada Sky. Sedangkan Nala, bertugas untuk mengingat setiap detail desain klub dan mencari keanehan dari para pengunjung "Aku tidak melihat apapun," gumamnya. "Hanya saja, bau klub benar-benar membuatku pusing." Aroma alkohol menyengat menusuk hidung Nala. Wanita itu menyukai wiski. Tapi, rupanya dia tidak cocok dengan tempat yang terlalu banyak terpapar alkohol. Sembari melihat-lihat, sesekali Nala ikut menari. Dia memperhatikan gelagat pasangan yang berjoget dengan riang dan enerjik. Nala memastikan kalau para gadis yang sedang berdansa di panggung tidak dalam keterpaksaan. "Semuanya menari secara sukarela," pikir Nala. "Kemana semua gadis yang dijual itu? Apa mereka melakukannya dengan senang hati? Kalau begini, akan susah bagi kami menuntutnya
Nala membuka matanya perlahan, matanya berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Kepalanya terasa berat, dan pandangannya kabur. Ia segera menyadari bahwa tangan dan kakinya diikat dengan tali yang kuat, membatasi gerakannya. Seiring dengan kembalinya kesadarannya, ia mulai mengenali situasi di sekelilingnya.Nala berada di sebuah kamar yang tidak dikenalnya. Dekorasi yang mewah dan perabotan klasik menunjukkan bahwa tempat ini milik seseorang yang kaya raya. Namun, perasaan yang ia rasakan adalah ketakutan dan ketidakberdayaan. Di sebelahnya, seorang pria eropa berdiri dengan tubuh tinggi dan tegap, sibuk membuka pakaiannya satu per satu.Nala menelan ludah dengan sulit, berusaha mengumpulkan keberanian. Pria itu menatapnya dengan senyum licik dan mendekat, siap untuk melanjutkan perbuatannya. Ketika pria itu mulai meraih pakaian Nala, ia merasakan amarah dan ketakutan bercampur menjadi satu.Dengan gerakan yang tiba-t
Sky melangkah dengan langkah cepat melalui lorong gelap menuju ke tempat Nala terjebak. Hatinya berdebar keras, terobsesi dengan pikiran tentang apa yang bisa terjadi pada Nala. Saat Sky menemukan sebuah pintu misterius yang berpenjaga, pria itu berhenti. Dengan sigap, ia melumpuhkan dua pria bertubuh tegap dan mendobrak pintu itu.Setelah memasuki ruangan yang terang, dia melihat pemandangan yang menghantamnya dengan kejutan dan kemarahan yang mendalam.Nala, penuh dengan ketakutan dan amarah, berjuang melawan pria yang mencoba meraihnya. "Jangan berani-beraninya menyentuh istriku!" teriak Sky dengan suara yang bergemuruh, membuat pria itu berbalik dengan terkejut. Sky tidak ragu lagi. Dengan langkah cepat dan hati yang dipenuhi dengan keinginan untuk melindungi, ia melompat ke depan, memisahkan Nala dari pria itu dengan kekuatan fisiknya yang besar."Enyah kau, bangsat!" Sky berteriak dengan suara yang tegas, matanya memanca
Rose dan Blue berpencar di dua klub berbeda, menembus kerumunan yang sedang asyik berjoget dengan musik yang berdentum keras. Lampu neon berwarna-warni dan asap mesin mengisi udara, menciptakan atmosfer yang penuh dengan energi dan kesenangan. Blue, yang sudah terbiasa dengan dunia malam, menyamar dengan cukup baik. Dengan jaket kulit hitam dan kacamata gelap, ia bergerak lincah di antara para pengunjung, matanya yang tajam terus mengamati setiap detail.Di klub pertama, Blue memutuskan untuk menghabiskan waktu di bar, memperhatikan gerak-gerik para bartender dan staf klub. Ia memesan minuman dan berpura-pura menikmati malam, sementara telinganya terus menyerap percakapan di sekitarnya. Ia tahu bahwa untuk mendapatkan informasi tentang manajemen klub, ia harus terlihat seperti salah satu dari mereka.Sementara itu, di klub kedua, Rose memasuki ruangan dengan percaya diri. Dengan gaun merah yang mencolok dan rambut yang terurai, ia langsung menarik perhatian banyak
Di klub pertama, Blue akhirnya mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan salah satu manajer klub. Dia menggunakan taktik yang sudah teruji, berpura-pura tertarik dengan bisnis klub dan ingin berinvestasi. Percakapan berlangsung dengan lancar, dan Blue berhasil mendapatkan beberapa petunjuk tentang keterlibatan Elang Group. Namun, dia tahu bahwa ini belum cukup.Waktu berlalu, dan Blue mulai merasa ada yang tidak beres. Dia mencoba menghubungi Rose, tetapi tidak mendapatkan respons. Kekhawatiran mulai merayap di benaknya. Blue tahu bahwa Rose tidak akan mengabaikan panggilannya tanpa alasan yang kuat. Dia mengeluarkan ponselnya dan melacak GPS Rose, yang masih menunjukkan bahwa Rose berada di klub, tanpa ada tanda-tanda pergerakan."Brengsek," gumam Blue dengan cemas. Tanpa membuang waktu, Blue bergegas keluar dari klub pertama dan langsung menuju mobilnya. "Sialan," katanya lagi, kali ini lebih keras saat dia mengebut di
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, menciptakan semburat oranye yang memancar di langit. Di pondok kayu Tiger yang sederhana, suasana tegang terasa di antara empat orang yang sedang berkumpul di ruang tamu. Blue dan Sky bersiap-siap untuk misi pengintaian klub yang tersisa, sementara Rose dan Nala duduk di sofa dengan ekspresi tidak puas."Ini tidak adil!" Rose memecah keheningan, suaranya penuh dengan frustrasi. "Kami sudah banyak membantu dalam misi sebelumnya, dan kalian tahu itu!"Blue menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Rose, kami tahu kalian sangat membantu. Tapi setelah apa yang terjadi terakhir kali, kami tidak bisa mengambil risiko lagi."Nala, yang biasanya tenang, ikut tersulut emosinya. "Kami sudah belajar dari kesalahan itu. Kami lebih berhati-hati sekarang. Mengapa kalian tidak bisa mempercayai kami?"Sky, yang sedang mengemasi peralatan mereka, berhenti sejenak dan menatap Nala. "Ini bukan masalah kepercayaan, Nal
Blue dan Sky berpisah, masing-masing menuju klub yang berbeda. Tugas mereka adalah menyusup dan mengorek informasi tentang Elang Group, sebuah sindikat kriminal yang selama ini membuat darah mereka mendidih. Sebuah perusahaan yang menjauhkan mereka dari keluarga yang hangat dan layak. Blue melangkah masuk ke klub pertama, sebuah tempat yang gelap dengan musik berdentum keras. Cahaya strobo berkelap-kelip, membuat penglihatan sedikit sulit. Ia mengambil posisi di bar, memesan minuman sambil memperhatikan sekeliling. Seorang pria berjas hitam duduk di sebelahnya, tampak sibuk dengan ponselnya. Blue memutuskan untuk mendekati dan memulai percakapan. "Hei, tempat ini cukup ramai malam ini," kata Blue dengan senyum ramah. Pria itu mengangkat pandangannya dari ponsel dan tersenyum tipis. "Ya, memang. Apakah kamu sering datang ke sini?" Blue menggeleng. "Tidak terlalu. Aku hanya mendengar banyak tentang tempat ini d
Setahun kemudian.. Sky, Nala, dan Bayu, sedang menikmati sore di taman kota. Setelah sekian lama berjuang melawan berbagai tantangan dalam hidup, mereka akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan di kehidupan mereka saat ini. Bayu baru saja mulai bersekolah lagi di SD Matahari bersama teman-temannya, Joana dan Aldo. Mereka tinggal di kompleks yang sama dengan Joana dan Aldo, sehingga setelah berjalan-jalan santai, mereka kembali ke rumah mereka. Anya telah meniti karier yang sukses sebagai direktur Rumah Sakit Besari, mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di komunitas mereka. Elang Group, perusahaan yang dipimpin oleh Blue, atau yang sekarang dikenal sebagai Langit, terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Rose berhasil mendapatkan naturalisasi dan membuka toko bunga yang indah di dekat kompleks tempat tinggal Nala. Tokonya menjadi tempat favorit bagi penduduk setempat yang mengagumi keahli
Tiger, Nala dan Rose tiba di tepi pantai dengan napas terengah-engah, terdengar gemuruh ombak di kejauhan. Mereka menghentikan langkah mereka mendadak ketika mendengar suara letusan yang mengejutkan dari arah dermaga.Dor!Hati Nala berdebar kencang, naluri mereka langsung mengarahkan pandangan ke arah Sky dan Blue yang terendam di dalam air.Nala, dengan mata berkaca-kaca, berlari mendekati Sky yang terdampar di tepi pantai. Dengan gemetar, dia jatuh berlutut di pasir pantai. Riak air tiba-tiba berhenti, menandakan mereka berdua sudah jauh tenggelam.Nala dan Rose mencoba mendekati tempat kejadian, namun para polisi mencegahnya. Beberapa petugas ada yang menyelam, mencari mereka. Namun, nihil. Tak ada tanda-tanda tubuh mereka ditemukan."Sepertinya mereka terbawa arus," ucap salah satu di antara mereka. "Kami tidak menemukan apapun."Rose dan Nala menjerit tak karuan. Setelah beberapa saat, mereka mencoba menenangkan diri di pin
Sky dan Blue memacu mobil mereka dengan cepat mengejar Hartono yang melarikan diri. Lampu-lampu kota yang masih hidup, berkedip-kedip di sekitar mereka saat mereka melaju melewati jalan-jalan yang ramai. Mereka mengejar mobil Hartono yang berbelok-belok di antara lalu lintas, mencoba untuk tidak kehilangan jejak."Kita hampir mendapatkannya!" seru Sky, matanya tetap fokus pada mobil di depan mereka.Blue, yang duduk di kursi penumpang dengan tegang, mengangguk setuju. "Tetap fokus, Sky. Kita harus menangkapnya sebelum dia bisa kabur lebih jauh."Mereka terus memacu mobil mereka, mengikuti dengan cermat setiap gerakan mobil Hartono. Jalanan mulai sepi ketika mereka mendekati dermaga yang terletak di pinggiran kota. Lampu-lampu jalan redup di belakang mereka, memantulkan kekhawatiran yang mereka rasakan.Hartono, yang terus melaju dengan cepat, akhirnya memarkir mobilnya di ujung dermaga yang sepi. Dia keluar dengan cepat, menghadapi Sky dan Blue ya
Suara letusan senjata menggelegar di dalam vila yang sunyi, menyela hening pagi yang mulai terang. Tiger, yang menunggu di mobil dengan tegang, mendongak mendengar itu. Dia menatap Nala dengan mata penuh kekhawatiran."Kau merasa gugup?" Tiger bertanya dengan lembut. "Setelah ini, semuanya akan berakhir."Nala, yang duduk di sampingnya dengan wajah tegang, menggeleng pelan. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri meskipun jantungnya berdegup kencang."Ya, sedikit," jawab Nala akhirnya, suaranya bergetar sedikit. "Ini semua terasa seperti mimpi buruk. Kuharap tidak ada yang terluka dari letusan itu."Tiger meraih tangan Nala dengan penuh dukungan. "Kita akan melalui ini bersama-sama, Nala. Kami sudah mendekati akhir dari semua ini."Mereka berdua duduk dalam hening sejenak, mengumpulkan keberanian dan fokus untuk apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.Lalu, tiba-tiba suara radio mengejutkan mereka."Lapor, Tiger.
"Ahhhh!!!" Olivia, dengan hati yang penuh kegelisahan, melihat Pak Was jatuh dari balkon dengan terkejut yang mendalam. "Tidak, tidak. Was!! Was, jangan tinggalkan aku, Was. Jangan pergi! Was! Kau sudah berjanji padaku, Was. Kau harus hidup, jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan akuu!!!"Olivia berteriak histeris, mencoba menjangkau pak Was yang terbaring tak bergerak di tanah. Anya, putrinya yang ketakutan, berlari mendekat untuk menahan ibunya. Namun, dalam kepanikan yang melanda, Olivia terlalu kuat untuk ditahan."Mama, sudah. Jangan seperti ini, atau mama akan jatuh. Ma, tolong. Ayo, ma kita turun. Ma,"Anya bisa melihat dari kejauhan kalau rumahnya sudah dikepung. Ia tahu sebentar lagi akan menjadi akhir dari perjalanan orang tuanya dalam melakukan kejahatan. Tapi, ia sendiri tidak menyangka akan menyaksikan peristiwa jatuhnya Pak Was. Dari tampilannya, tampaknya tubuh Pak Was sudah tak lagi bernyawa. Pria itu sudah tak lagi bisa diselam
Di luar jendela, matahari mulai terbit, menyisakan langit senja yang memancarkan cahaya oranye dan merah muda yang lembut. Suasana itu memberikan kontras dengan keheningan yang menyelimuti ruangan Hartono yang sepi.Pikirannya melayang ke masa lalu, saat semuanya masih normal. Pak Was, yang selalu setia dan dedikatif dalam pekerjaannya, kini telah mengkhianatinya. Dia merasa kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari kehidupannya selama bertahun-tahun.Hartono menatap foto keluarganya, foto Liliana dan kedua anak kembarnya, di meja kerjanya, sorot matanya tampak penuh penyesalan. Dia berdoa dalam hati, berharap agar Liliana tenang di tempat yang lebih baik.Suasana pagi itu di ruang kerja Hartono memantulkan perasaannya yang campur aduk: kesedihan, penyesalan, dan tekad balas dendam yang membara. Langit fajar yang merona menjadi saksi dari perubahan yang mendalam dalam hidupnya, suatu perubahan yang tidak pernah dia rencanakan atau bayangkan sebelumny
Setelah perjalanan yang tegang dan cepat dari kota menuju vila terpencil di pinggiran hutan, Blue, Nala, Sky, dan Rose tiba di tempat tujuan mereka. Hutan di sekeliling vila memberikan kesan sunyi namun tegang, dengan sinar fajar yang mulai membuat bayangan di balik pohon-pohon rimbun. Mereka turun dari mobil dengan hati-hati, siap untuk bertindak cepat dan efisien, menunggu pasukan lain dan Tiger tiba.Setelah beberapa saat, belasan mobil polisi dan dua mobil yang mengangkut pasukan khusus, mulai berdatangan. Tiger muncul di antara mereka dengan membawa senapan laras panjang dan senyum di wajahnya."Bagaimana? Siap?" pria itu bertanya. "Helikopter sudah dalam perjalanan. Kali ini, Hartono tidak akan kabur.""Bukankah jumlah ini terlalu berlebihan?" Rose tampak melongo dengan sejumlah pasukan yang mengitari mereka. "Memangnya kita menangkap gerombolan orang jahat ya?""Ya, Hartono setara dengan ratusan penjahat, sih. Jadi ini sepadan, hehe."
Anya melangkah dengan cepat di koridor vila, menuju kamar Olivia. Setiap langkah yang ia ambil, membuat ingatannya memainkan gambaran masa lalu yang penuh cahaya, berbeda dengan suasana saat ini yang dipenuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil mencari-cari ibunya, Olivia, yang mungkin masih terlelap dan tidak tahu atas apa yang akan terjadi.Sebagai anak dari Olivia dan Hartono, Anya tumbuh di lingkungan yang sering kali menawarkan lebih banyak teka-teki daripada jawaban. Ayahnya, Hartono, adalah seorang pria yang selalu tampak gelap dan misterius yang dibalut dengan senyum hangatnya, sementara ibunya, Olivia, adalah sosok yang mencoba sekuat tenaga untuk menjaga ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga mereka, tentu saja dengan cara-cara licik yang belakangan Anya ketahui. Namun, situasi yang sering kali tegang dan penuh tekanan telah membuat Anya belajar untuk memilih langkah-langkahnya denga
Suasana malam yang dingin dan tenang menyelimuti kota saat Sky, Nala, Blue, dan Rose menerima telepon darurat dari Anya. Mereka duduk bersama di ruang tengah pondok kayu, tempat mereka kini berkumpul, atmosfer yang sebelumnya santai berubah menjadi tegang seketika. Anya, dengan suara gemetar, memberitahukan bahwa Hartono memergoki istrinya, Olivia, sedang bermesraan dengan Pak Was. Entah bermesraan yang seperti apa, yang pasti Anya tampak takut akan terjadi sesuatu yang buruk.Sky, yang duduk di sofa dengan laptopnya, segera menutup layar dan menatap serius ke arah Blue dan Nala. "Kita harus segera ke sana. Anya bilang dia sudah mengirimkan alamatnya padamu, kan?"Blue, yang biasanya santai, kini tampak tegang. Dia mengangguk cepat. "Aku ambil kunci mobil."Nala, yang sedang mengaduk secangkir teh, menaruh sendoknya perlahan. "Aku ambil kit medis dari lemari."Rose, yang duduk di pojok ruangan dengan buku di tangannya, mengangguk setuju. "Aku ambi