Anggi menunggu Fakih menjemputnya di toko buku. Sebab mobil Anggi tiba-tiba mogok dan Fakih langsung memangilkannya bengkel terdekat untuk mengurus mobil Anggi. Sementara Fakih langsung on the way menjemput Anggi. Hubungan mereka sudah berjalan hampir satu bulan lebih.“Heii, sudah lama nunggu ya, dek?” tanya Fakih sambil membukakan pintu mobilnya. Anggi langsung masuk ke mobil Fakih.“Nggak kok kak,” tukas Anggi. Keduanya saling melempar senyum. Sementara Fakih tak langsung menjalankan mobilnya. Dia masih memandangi Anggi yang ternyata cukup manis baginya.“Kenapa kamu bisa semanis ini?” tanya Fakih pada Anggi yang langsung merona wajahnya. Seperti bak kepiting rebus.“Udah ka, gak boleh lama-lama. Dosa tau! Kita kan belum halal juga,” larang Anggi menghindari tatapan Fakih. Tak ingin berlama-lama karena Anggi tau hukumnya seperti apa. Meskipun dengan berduaan seperti itu juga merupakan sebuah dosa.“Ya udah, nanti Kaka halalin ya,” ucap Fakih.“Jangan becanda ka, baru juga ngejalani
Semua orang yang berada di dalam kedai kopi mengalihkan pandangannya pada Anggi yang tiba-tiba datang dengan wajahnya yang sayu. Tatapannya kosong dan redup. Seperti tak ada kehidupan di dalamnya. Anggi sudah benar-benar gila dengan Fakih. Cintanya sudah berlabuh oada Fakih.“Ustadz Fakih, saya serius,” kata Anggi menatao Fakih yang masih duduk di kursinya.Tak peduli dengan tatapan banyak orang yang sudah menatao padanya. “Maksud kamu apa, tolong jangan buat kegaduhan disini,” titah Fakih lalu sambil santai menyruput kopinya.Anggi masih berdiri di hadapan Fakih. “Ustqdz Fakih, saya serius dan serius. Sayatidak akan segan-segan mengakhiri hidup saya disini juga!” ancam Anggi untuk yang ke beberapa kalinya.Semua orang menyoraki Anggi. Meneriaki dan mengatakan Anggi yang tidak-tidak.“Dek dek, cinta gak seindah itu dek,” ucap seorang lelaki yang terlihat sudah dewasa.“Jangan jadi cewek bodoh. Cinta boleh, goblok jangan!” cecar seorang wanita menggunakan kerudung pasmina itu.Semuanya
Ayra melompat ketakutan. Berteriak saja tidak cukup karena seakan semuanya tak mendengar. Lalu tikus, kodok dan ulat juga Ayra temukan di sekitar meja khususnya untuk bertugas. Karena sangat panik, akhirnya Ayra memilih untuk pergi keluar saja. Seakan tak ada orang lain hanya dirinya sendiri di pesantren Al-fatah yang cukup besar ini. Ayra berlari ke taman belakang tempat biasanya para santri tahfidz untuk menghafal dan murojaah.Nafas Ayra tersengal-sengal sebab dia berlari cukup cepat. Lalu Ayra duduk di bawah langsung menyentuh rumput-rumput hijau yang memang dirawat itu dan selalu dibersihkan. Dan sekarang bukan jadwal para santri tahfidz putri untuk menghafal disana. Akhirnya tak ada orang dan sangat sepi.“Aduh, siapa sih yang ngerjain aku, awas aja ya!” ucap Ayra seorang diri. Sangat ketakutan dengan beberapa hewan tadi. Seperti dikejar oleh penjahat saja. Ayra sampai sebegitu takutnya.Cukup lama Ayra beristirahat.Sambil menikmati angin sepoi-sepoi dari beberapa pohon disana y
Ayra terbangun dan disekelilingnya terdapat banyak sekali tikus kecil. Ayra langsung beeterika ketakutan. “Aaaaa apalagi ini, sana huss huss,” usir Ayra dengan sangat ketakutan. Di sekitar tempat tidurnya hanyak sekali tikus.Ayra tertidur di kamar pribadinya di ruang pengurus putri. Hanya dia sendiri karena tadi belum sempat pindah. Ayra berusaha keluar dari kamarnya dan naas sekali. Kamarnya terkunci dari keluar.“Fix ini aku ada yang ngerjain, awas ya siapapun kamu akan ku balas!” ancam Ayra berbicara sendiri di tengah ketakutannya. Ayra berusaha mendobrak pintunya namun Ayra tak sekuat itu. Ayra lalu mencari ponselnya kemana-mana. Baik di laci maupun lemari kecil dan di segala tempat biasanya dia menaruh ponsel. Namun tetap tak ketemu.Saat Ayra melihat tas ransel kecilnya. Ayra langsung teringat dengan ulat bulu dan kodok yang tadi pagi ada di dalam tas itu. Namun Ayra menyingkirkan ketakutan itu sebab tadi pagi sudah diperiksa dengan Aulia kalau hewan-hewan itu tidak ada.Ayra m
Fakih terbangun dengan keadaan kamarnya yang begitu kotor. Sampah bungkus makanan dan bungkus rokok bertebaran dimana-mana. Bahkan sekarang kamarnya sudah tak serapi kemarin. Fakih benar-benar menghabiskan malam dan saat hampir shubuh dia baru tertidur. Mungkin Fakih menyesal dengan sikapnya sendiri pada Anggi. Sampai mata Fakih memerah karena kurang tidur bahkan Fakih sampai melewatkan sholat shubuh.“Astaghfirullah, astaghfirullah, maafkan hamba ya Allah. Hamba lalai, hamba sedih dengan salah satu penciptamu, sampai hamba juga melupakanmu,” ucap Fakih beristighfar sembari membereskan beberapa sampah-sampah yang berserakan.Terkadang kita lupa dan terlalu berlebihan dengan takdir yang kita jalani. Sampai kita melupakan sang pencipta. Saking sakit hatinya dengan seorang hamba. Maka meminta maaf dan berjanji tak mengulangi lagi kekhilafan itu. Fakih lalu memutuskan untuk membersihkan diri dan langsung beristirahat. Hari sudah sangat siang. Jadinya Fakih langsung melaksanakan sholat Dz
Riho meremas rambutnya sendiri. Saat ini dirinya sedang di kamar. Sedari tadi pagi sampai sore dirinya selalu diteror oleh orang yang tak dia ketahui siapa sebenarnya. “Siapa sih, cari gara-gara aja!” keluh Ridho menendang meja di depannya. Lalu mengeluh kesakitan setelah mendang benda mati itu.“Aduhhh, sakit,” ucap Ridho sambil mengelus kakinya yang tanpa dibalut apapun.Mulai dari disiram air comberan, paket misterius bahkan sampai ada yang menaruh tikus-tikus kecil di kamarnya. Tak sampai disitu saja, Ridho sampai kewalahan dibuat oleh beberapa ayam yang tiba-tiba berada di sekitar tamannya. Beruntungnya Ridho hari ini sedang sendirian di rumah. Sebab keluarganya sudah berangkat terlebih dahulu ke acara. Alhasil Ridho menunda pergi ke acara keluarga besarnya itu. Gara-gara kejadian itu Ridho jadi trauma buat meninggalkan kediamannya dan yang mau keluar sedikit takut. Takut juga karena ada orang-orang yang tiba-tiba malah menyerangnya seperti pagi tadi.“Awas aja, aku akan balass!
Semua terdiam menyaksikan rapat yang langsung dipimpin oleh Kyai Zulkifli. Begitupun Nyai Asma yang hanya duduk di depan dengan diam tanpa mengatakan hal apapun. “Siapa saksi yang mendengar dan melihat ustadz Ashraf dan Balqis, saat berselisih dengan Ayra?” tanya Kyai Zulkifli menatap satu persatu para pengurus.Beberapa pengurus saling menoleh. Lalu ada beberapa yang mengangkat tangan. Ada juga yang mengangkat tangan dengan ragu-ragu. Tapi raut wajah Ayra dan Gus Rohman malah terlihat santai. Seperti sedang tak ada masalah.Aulia dan Sisca mengangkat tangannya. Dan beberapa pengurus lain, baik pengurus putra dan pengurus putri.“Ikut saya di ruang aula sebelah, dan yang tidak menjadi saksi cukup menunggu disini,” ucap Kyai Zulkifli langsung berjalan ke ruang sebelah. Beberapa pengurus yang tadinya angkat tangan langsung mengikuti kyai Zulkifli. Mereka akan diminta kesaksian di depan kyai Zulkifli. Dan memang jika berkenaan dengan saksi. Kyai Zulkifli selalu melakukan di ruangan yang
Masih di suasana tegang, Gus Rohman dan Ayra sama-sama terkejut mendengar perkataan kyai Zulkifli. Gus Rohman spontan berdiri begitupun juga dengan Ayra. “Abah, maksud Abah apa? Kenapa harus seperti itu. Jangan bilang hanya gara-gara Ashraf, Abah seperti ini kepada anak-anak Abah sendiri. Kalau Abah seperti itu kepada Ayra, okey, Ayra anak angkat. Tapi Rohman ini anak kandung Abah, bukan orang lain,” protes Gus Rohman tak terima dirinya diturunkan jabatan dari wakil ketua yayasan pesantren Al- Fatah.“Abah, Ini Ayra loh mbak, kenapa Abah Setega ini. Meskipun Ayra bukan anak kandung Abah, tapi Ayra juga bagian dari keluarga inti, Abah,” ucap Ayra tak kalah dari Gus Rohman untuk memproteskan hal yang sama. Meminta haknya kembali lagi.Kyai Zulkifli menyuruh kedua orang itu untuk duduk menggunakan kedua tangannya yang digerakkan ke bawah. Gus Rohman dan Ayra sama-sama duduk.“Keputusan Abah juga sudah bulat, ini hukuman buat kalian agar tak terlalu meninggikan diri. Di pesantren Al-fata
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse