Share

Bab 6: Pelajaran untuk Desty

Author: Bemine
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 6: Pelajaran untuk Desty

Setelah perang dingin semalam, pagi ini aku dan Mas Janu kembali pisah mobil saat berangkat bekerja. Tidak ada satu kata pun yang terlintas dari bibirnya ketika melihatku naik ke mobil sedan seorang diri dan tidak bergabung dengannya.

Meski masih terasa sakitnya, aku tetap bertahan, menguatkan diri jika apa yang terjadi saat ini antara aku dan Mas Janu hanyalah duri-duri kecil di masa-masa pernikahan kami yang masih begitu muda. Belum lagi ujian yang harus kami lewati di masa depan nanti, dan semuanya pastilah begitu rumit.

Kuteguk sendirian seluruh rasa yang menggenangi batin dari kursi putar, perasaan tidak menentu akan hubunganku dan Mas Janu kian merambat. Layar komputer yang berisi berbagai pekerjaan hanya mampu kutatap nanar, tidak ada selera untuk menyelesaikan tugas-tugas yang seakan tanpa henti ini.

“Lihat?!” Aku mengusaikan kebimbangan itu, saat Yulia sudah berpindah ke kubikelku. Setengah berbisik, Yulia memandang ke satu arah.

“Muncul deh, Nyonya Desty ... mantan istrinya juragan emas!” ejek Yulia saat wanita bernama Desty itu datang.

Jalannya sangat diperhitungkan langkahnya, bahkan dari ujung kepala hingga kaki semua serba mewah dan indah. Aku tidak yakin tujuannya datang untuk bekerja atau berleha-leha seperti arisan. Entahlah, toh bukan dibayar dari tabunganku juga.

“Yah, begitulah,” jawabku lemas. Seluruh tubuhku terasa remuk karena tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman.

Mas Janu sudah pindah ke sofa saat aku terbangun di tengah malam. Dia memilih beristirahat di sana seorang diri meski kaki panjangnya harus tertekuk ke lantai, yang membuatku menahan tangis semalaman.

“Lemes banget, Bu?” Yulia berbisik lagi.

Aku mengangguk, tidak kuasa berkata lebih banyak. Bukannya tidak mau berceloteh ria, melainkan tenaga yang kupunya hanya sedikit yang tersisa. Semoga saja, aku tidak tumbang di kantor.

“Semalam, Mas Janu tidur di sofa setelah aku memberikan rekaman itu, Yul ...,” jelasku pada Yulia, berharap bebanku sedikit berkurang usai berbagi kisah dengan wanita itu.

Mendengarku curhat, Yulia mengusaikan sarapan buahnya pagi ini, lalu memutar kursiku dengan bantuan kedua tangannya. Ditatapnya wajahku yang sayu, lalu memperhatikan kedua mata yang dihinggapi lingkaran gelap. “Wah, parah banget keadaanmu, Sar!”

“Aku udah enggak ngerti, dikasih apa Mas Janu sama Desty, Yul. Bisa-bisanya dia ngancam aku supaya berhenti nyakitin Desty. Padahal, jelas-jelas akulah yang disakitin sama dia di sini,” paparku putus asa. Kutekan sekuat tenaga nada bicara agar tidak meledak-ledak di depan Yulia hingga terdengar oleh Desty di seberang sana.

Belum lagi, suasana kantor sudah sangat ramai, para karyawan telah berdatangan sesaat lalu. Ditambah, belum ada dari mereka yang mulai bekerja, sebagiannya masih sibuk dengan sarapan sehat seperti Yulia, dan yang lainnya bercengkerama tentang bagaimana macetnya jalanan pagi ini.

“Gini, Gin ... untuk sementara kamu bersikap tenang dulu, biar Mas Janu enggak tambah marah sama kamu. Kita lihat sikapnya Desty nanti, kalau masih suka ngegoda suamimu, baru kita ambil langkah lagi, tapi jangan sampai ketahuan Mas Janu. Bisa-bisa kamu dimarahin lagi, dan nama Desty jadi makin ....”

“Kok ngomongin aku, sih? Pagi-pagi begini lagi bagi-bagi pahala, ya?”

Yang dibicarakan muncul tepat di belakang kami. Aroma menusuk dari parfum yang dikenakan Desty hampir saja membuat bulu hidungku rontok, bahkan di sebelahku, Yulia bersin mendadak.

“Kenapa, Sar? Gimana tuh ide kamu buat ngasih tahu Mas Janu? Lancar?” Desty membisiku, dan yang membuatku muak adalah tidak hanya deru napasnya yang menyapu pipiku, melainkan juga bagian tubuhnya yang menyembul ke depan itu tercetak di pundak kiriku.

“Bisa jauh dikit, nggak? Punya barang itu dijaga, jangan suka nemplok sana-sini!” balasku seketus mungkin. Aku tidak mengira jika ternyata Desty menyadari perilaku kami kemarin yang merekam dirinya.

“Makanya, Sar ... aku udah bilang, kan ... kalau mau ngelawan aku, pakai cara yang smart dikit!” Desty masih berbisik, deru napasnya kian keras menerpa wajahku.

“Jadi cewek murahan kok bangga!” sambut Yulia tiba-tiba. Wanita itu mendorong kursi dengan bantuan heelsnya hingga kembali ke kubikelnya.

Sontak saja, kalimat tajam dari Yulia membangkitkan emosi Desty. Wanita itu menggeram, bak induk kucing sungguhan. Wanita mana pun tentu akan marah jika dikatai sepedas dan serendah ini.

“Kalau enggak mau dihina, jangan sok menghina, Des! Kamu itu, bukan siapa-siapanya Mas Janu lagi,” sambung Yulia tanpa menoleh padanya.

Desty kena skak! Wanita itu memencak lagi di belakangku, namun tidak ada yang memerdulikannya. Setiap karyawan sibuk dengan dirinya sendiri, dan hanya Desty yang meninggalkan kubikel demi merecoki diriku.

Merasa tidak ada yang bisa dilakukannya lagi, kulirik Desty yang beranjak menuju tempat kerjanya. Wanita itu terlihat dongkol, hingga pensil yang ada di mejanya menjadi sasaran kemarahan.

“Sar ... temenin Mas ketemu klien! Asisten Manajer enggak datang hari ini!”

Aku mendongak karena mendengar suara suamiku. Benar saja, pria itu sudah berdiri agak jauh dari kubikel, memasang wajah seserius mungkin dan hanya menatap ke arahku.

“Aku bisa temenin, Mas!”

Ah ... aku sudah bosan sekali. Desty lagi-lagi menyambar mangsaku.

“Baik, Mas!” sahutku.

Baru hendak bangkit dari kursi, langkahku dihentikan oleh kedatangan Desty yang sudah lebih dulu mendatangi Mas Janu. Gelayut manjanya membuat kedua bola mataku melebar. Desty bersikap seakan-akan istri Mas Janu adalah dirinya.

“Aku masih bicara baik-baik, Des!” ingatku.

Desty bergeming, meski Mas Janu terlihat risih dan tidak nyaman. Beberapakali pria itu mencoba melepaskan dekapan Desty pada lengannya. Tidak hanya itu, tatapan para karyawan mulai berjatuhan pada Mas Janu.

“Kamu tidak mau mendengarku, Des?” Masih ... Desty acuh.

“Des ... lepas! Aku harus pergi dengan Sari!” Mas Janu masih berbicara dengan sopan.

“Desty, aku masih menunggu!” ancamku lagi dengan tangan yang terkepal.

Sungguh, perasaanku bergejolak hingga melampaui batas. Aku sudah memberi wanita itu tiga peringatan, tapi perkataanku dianggapnya bagaikan angin lalu.

“Baik ....”

Aku segera mendekati Desty, tanganku terulur ke depan, meraih rambutnya yang hari ini tergerai panjang. Desty menjerit kesakitan, semakin keras jeritannya, maka semakin keras aku menarik helaian surainya.

Amarahku sudah terlalu menumpuk, hingga membuat kedua mata ini buta lantas menyeret Desty ke wastafel yang terletak dekat dengan ruang kerja unit keuangan. Mereka menjerit, sebagian melongo melihat sikapku pada Desty yang tidak terkendali.

Aku mendendang daun pintunya yang tidak lagi bisa dikunci, lalu menyeret Desty ke wastafel, menghidupkan keran dan menenggelamkan wajah wanita itu di sana. Desty menjerit, menangis, memekik, namun kekuatanku tidak bisa dilawan olehnya.

“Aku sudah memberimu peringatan berulang kali, jangan ganggu suamiku!” teriakku dengan air mata yang terus berlinang. Apa pun yang terjadi setelah ini, aku tidak akan peduli.

Related chapters

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 7: Pilih Aku atau Dia?

    Bab 7: Pilih Aku atau Dia? “Hentikan, Sari!” Mas Janu terus menahanku untuk berhenti membekap Desty. Tetapi tubuhku bagai tak mau mengerti. Desty yang kini mengap-mengap dengan rambut yang basah tidak sedikit pun menaruh empati di hatiku. “Hentikan, Mas bilang hentikan!” teriaknya lagi. Ditariknya dengan satu hentak tanganku yang sedari tadi menghajar Desty ke udara, dan wanita itu segera luruh ke lantai sembari menangis. Aku menatap wajah Mas Janu yang kian memerah dengan mata nanar. Perbuatanku yang barusan tentu membuatnya akan semakin membenci diriku. “Mas ... tolongin aku?!” rintih Desty dari bawah. Tangannya terayun-ayun memohon uluran dari suamiku. Aku meliriknya sesaat, riasan wanita itu menjadi berantakan, bahkan bulu matanya telah terjatuh ke pipi dengan maskara yang luntur. Tidak ada yang bisa dilakukannya lagi selain meringis ketakutan dan menangis. Beranjak dari Desty, karyawan-karyawan lain ternya

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 8: Apa Maumu?

    Bab 8: Apa Maumu? Kukatakan keinginanku dengan tegas pada Yulia. Mbok Sunem yang ternyata juga mendengarnya menangis dari arah luar kamar. Wanita paruh baya itu tidak tahan melihat betapa hancurnya kondisiku dan pernikahan kami berdua. “Bu, jangan begini ... kasihan Nandya,” ujarnya dari arah luar. Wajah siapa pun pasti akan serupa dengan Mbok Sunem jika melihat putri kecil kami yang terlelap di kasur. Gadis mungil itu seakan terusik setelah mendengar keributan yang dilakukan oleh ibu dan tantenya. Dia menggeliat perlahan, lalu kembali terlelap di ranjang. “Jangan ambil keputusan gila, Sari. Kalau kamu tetap begini, kamu hanya akan menyesal!” Yulia masih mengingatkanku. Kutatap sekali lagi Nandya, dia butuh Mas Janu di dalam hidupnya. Jauh lebih besar dibanding aku membutuhkan Mas Janu. “Masih belum terlambat untuk memperbaiki semua ini. Pikirkan dengan matang sebelum bertindak. Belum ada kejelasan juga jika Desty dan Mas Janu

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 9: Balasan Istri yang Tersakiti

    Bab 9: Balasan Istri yang Tersakiti “Kamu memang sudah gila. Kamu minta aku menjaga anak wanita itu dan kalian bisa pergi berdua ke rumah sakit? Kalau ke rumah sakit, kalau ke hotel bagaimana?” pekikku kemudian. Tidak bisa kubayangkan andai hal itu benar-benar terjadi. Hanya aku yang boleh bersama Mas Janu dan melihat sisi lain dari pria itu. Terlihat Mas Janu lelah menghadapi ocehanku barusan. Tapi, aku jelas tidak terima jika dia bersikap sememuakkan ini hanya untuk menyenangkan hati Desty. Harusnya hanya aku yang diperlakukan bak ratu, bukannya wanita lain yang pernah menoreh luka di dalam hatinya. “Mas, kenapa kamu ....” “Jangan membantah, Sari. Aku ini suamimu!” “Ya, dan kamu suami yang dhalim! Kamu menyakiti hatiku demi perempuan lain,” seruku. Aku tidak bersedia mundur melihat bagaimana tingkah laku Mas Janu saat ini. Dia sudah begitu berbeda sampai tidak bisa kubedakan lagi antara kenyataan dan mimpi belaka. Bagaimana

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 10: Kelakuan Desty

    Bab 10: Kelakuan Desty Kami tiba di rumah sakit setelah setengah jam memulai perjalanan. Ternyata, rumah sakit yang ditunjuk oleh Mas Janu adalah rumah sakit yang sama dengan yang didatangi Desty saat anaknya dirawat. Tentu saja aku mencak-mencak. Padahal hanya luka kecil tapi dibawa ke rumah sakit sebesar ini. Padahal aku melakukan hal itu karena ulah Desty sendiri, tapi harus repot seperti ini. “Mas Janu, nanti temenin, ya?” lirih Desty dari arah belakang. Wanita itu memasang wajah risau setelah melihat IGD yang sepi dari dalam mobil. Entah apa lagi tujuannya bersikap demikian. Tapi jelas kutemukan jika Desty sedang mencoba mencuri perhatian Mas Januku yang berharga. “Iya, nanti ditemenin!” “Iya, nanti aku temenin, kok!” sahutku tepat setelah Mas Janu. Enak saja Desty ini, dia ingin berduaan dengan suamiku. Jika kubiarkan, entah apa hasutan yang akan dilakukannya pada Mas Janu. “Kamu di mobil saja!” M

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 11: Hadiahkah Ini?

    Bab 11: Hadiahkah Ini? Aku menatap dokter itu dengan sorot mata bingung. Telingaku mendengarnya dengan sangat jelas, tapi rasanya tetap seperti mimpi. Bagaimana bisa dokter itu memvonisku mengandung? Benarkah ini? Sejak kapan ada bayi mungil di dalam perutku yang sangat rata? “Saya sarankan Anda mengunjungi dokter obgyn. Mungkin, masih kehamilan awal, makanya Anda belum menyadarinya.” Dokter tersebut berterus terang. “Saya juga tidak tahu apa yang terjadi di dalam pernikahan Anda, tapi saya sarankan ada baiknya Anda membahas hal ini dengan suami Anda. Dalam beberapa kasus, kehamilan bisa menjadi pemikat kuat antara pasangan.” Aku terhenyak. Rasanya masih tidak bisa dipercaya. Bagaimana bisa aku mengandung kembali setelah sekian lama kosong? Bahkan, hubungan terakhirku dengan Mas Janu itu bulan lalu. Apa saat itu? Aku mengusap dada. Denyut jantung jadi lebih cepat dibanding sebelumnya. Bukankah harusnya aku bahagia karena akan

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 12: Panggilan yang Mencurigakan

    Bab 12: Panggilan yang Mencurigakan “Aku apa, Sari? Kenapa kamu jadi bingung begini, sih?” protesnya. Mas Janu lalu melirikku untuk kesekian kalinya. Dia pasti bingung melihat bagaimana gugupnya aku saat ini. Padahal, yang ingin kusampaikan padanya adalah berita besar yang tentu akan menggembirakan. “Apa pendapatmu soal kita ....” Lagi, lidahku kelu. Entah mengapa keraguan jauh lebih besar sampai aku tidak mampu mengungkapkannya pada Mas Janu. Benarkah ini pertanda akan ada hal buruk yang kami alami nantinya? Kuyakinkan lagi hati ini. Mas Janu berhak untuk tahu lebih dulu dibanding orang lain. Baru saja bibir ini hendak terbuka, Mas Janu berpaling ke arah gawainya yang dia simpan di dashboard mobil. Buru-buru Mas Janu mengambilnya, seolah khawatir jika aku merebutnya lebih dulu. Benda pipih yang mencurigakan itu berdering sangat pelan. Biasanya, Mas Janu selalu menyalakan dering lumayan keras agar dirinya bisa cepat me

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 13: Ketukan Pintu dan Panggilan Putus Asa

    Bab 13: Ketukan Pintu dan Panggilan Putus Asa Malam itu, aku mengambil keputusan sulit dengan mengunci pintu depan. Mas Janu yang pergi untuk Desty tidak akan kuberi kesempatan untuk masuk. Dia sudah memilih, dan kubiarkan dia pergi dengan pilihannya. Semua itu kuterima meski hati ini tersayat sakit. Sembari menemani Nandya bermain, aku termenung berulang kali. Pernikahan yang kukira akan abadi, kapal yang kusangka akan terus berlabuh sampai ke pelabuhan terakhir, nyatanya goyang diterpa badai di awal perjalanan. “Nandya dan aku bisa tanpa papa,” bisikku pada diri sendiri. Nandya tidak mengerti arti dari air mata serta tindakan tersebut. Dia hanya terus bermain dan bermain, seolah esok hari akan tetap sama seperti ini. Lalu, kudengar ketukan pintu dari luar. Aku melirik jam di dinding, tepat pukul dua belas malam. Untuk pertama kalinya aku membiarkan Nandya bermain hingga larut dan aku terjaga dengan mata membengkak. K

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 14: Mas Janu dan Desty

    Bab 14: Mas Janu dan Desty“Biadap sekali kalian berdua!” seruku dengan jari yang mengacung ke arah mereka.Bagaimana bisa Mas Janu dan Desty terus bersama meski kami baru saja bertengkar. Di depanku saat ini, Mas Janu duduk di atas kursi putarnya yang sempat kucintai, sedangkan Desty berada di depan meja dengan posisi condong ke arah Mas Janu.Mereka berdua sangat dekat, posisi mereka juga bisa menimbulkan kesalahpahaman. Saat aku menerobos ke ruangan mereka, hanya Mas Janu yang terkejut, sedangkan Desty berbalik dengan sikap yang sangat anggun, seakan sudah menanti semua ini.“Sari?” Mas Janu berseru. Dia hendak meninggalkan kursinya sebelum aku meluncur cepat ke arah mereka berdua.“Tidak perlu bangun, kali ini aku yang datang!” balasku.Begitu tepat berada di depan mereka berdua, kuambil botol tinta yang ada di atas meja Mas Janu. Benda itu aku buka dan isinya segera melumuri tangan.

Latest chapter

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 56: Pilihan Terakhir (Tamat)

    Bab 56: Pilihan Terakhir (Tamat)“Pengantin prianya, tolong geser ke kanan, lebih dekat dengan pengantin perempuan!” perintah itu turun dari pria yang memakai kemeja berkerah dengan tulisan Gun Foto.Pria yang memakai setelan pengantin putih dan batik khas yang melilit pinggang tersenyum lagi. Dia mendekat perlahan ke arah kanan sesuai dengan instruksi dan langsung mengapit lengan mempelai perempuan yang tidak lain adalah diriku.Ya ... ini adalah hari pernikahan kami. Tidak ada tamu undangan, tidak ada pesta pernikahan dan kemewahan.Semuanya sangat sederhana, termasuk gaun putih dan jilbab yang saat ini membalut tubuhku. Kami sepakat akan hal ini sejak satu bulan lalu saat permintaan ibu mertua kupenuhi.“Oke ... senyum!” Pria itu berseru kembali.Aku hampir saja lupa melengkungkan bibir karena gugup melihat ibu mertua terus memandang ke arah kami berdua. Ditambah lagi

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 55: Jawaban yang Ditunggu

    Bab 55: Jawaban yang DitungguKata orang, wanita itu kerap kali buta matanya jika sudah berbicara soal cinta. Sepintar dan semandiri apa pun dia, seluruh indranya akan mati saat berurusan dengan perasaan. Mereka sering kali terjebak, terjerat dan terseret dalam. Jatuh dari ketinggian ke lembah tanpa dasar. Terdorong dan terperangkap dalam penjara yang dibangun olehnya sendiri. Akibatnya, mereka terluka parah, sampai kritis dan koma. Kadang ada yang mati rasa lalu menganggap semua pria itu sama. Jika sudah begitu, para wanita sering kali menyalahkan orang lain. Menuduh para prialah yang membuatnya seperti ini, tanpa sadar jika mereka sendiri yang memberi kontribusi dan memudahkan semua kejahatan itu terjadi.Buruknya lagi, ada yang sudah terluka, namun masih berusaha dan bertahan. Angan mereka terus melayang dan terikat dengan masa lalu yang sebenarnya kelam. ‘Mereka

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 54: Pengakuan Mas Janu

    Bab 54: Pengakuan Mas Janu “Bagaimana dengan masa laluku dan Mas Janu, Bu? Aku tidak yakin masih bisa bertemu dengannya jika kami kesbali ke Jakarta,” sahutku pada ibu mertua.Ada banyak faktor yang harus aku pertimbangkan lebih dulu, bukan? Jika kembali dengan Mas Surya, itu artinya kami harus pulang ke Jakarta. Di sana ada terlalu banyak orang yang mengetahui kisah pedih hidup kami. Lalu, ada Desty dan Yulia yang telah mempermainkan diriku.Membayangkannya saja sungguh saat memuakkan. Aku tidak ingin bekerja keras membiasakan diri dengan lingkungan yang menjijikkan.“Aku paham maksud dan keinginan Ibu, tapi di sini aku merasa nyaman dan tenang. Duniaku dan Nandya sudah tumbuh di sini.”Manik mata ibu mertua memendar mendengarku. Dia berusaha menahan perasaan kecewa dengan seutas senyum tipis.Lekas dia berpaling, lalu mengambil secarik tisu yang diletakkannya dekat dengan Nandya. Ibu mertua mengusa

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 53: Permintaan

    Bab 53: Permintaan “Silakan, Bu?” Mbok Sunem bertutur lembut pada ibu mertua dan Mas Surya yang memaksa ikut dengan kami ke rumah setelah pertemuan sesaat lalu.Meski sebenarnya aku belum yakin dengan jalan ini, sangat tidak mungkin kubiarkan ibu mertua yang bahagia melihat kami menerima luka penolakan. Akhirnya, aku memaksa diri dan mengajak mereka mampir ke rumah baruku dan Mbok Sunem.Sebuah rumah kecil yang sedang kucicil di pemerintahan itu terlihat agak memalukan. Apalagi jika mengingat hidupku selama bersama Mas Janu cukup mewah, bahagia dan tentu bergelimang rupiah.“Maaf, Bu ... hanya ....”“Kamu bagaimana di sini?” Ibu mertua langsung memotong.Wanita paruh baya itu tidak mendengar ucapan penyesalan soal hunian sederhana yang kuberikan untuk cucunya. Padahal, jika diingat-ingat lagi, di Jakarta sana Nandya mendapatkan semuanya. Rumah bagus, mobil dan

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 52: Tiga Tahun Kemudian – Kota Baru

    Bab 52: Tiga Tahun Kemudian – Kota BaruTiga Tahun Kemudian.22 April 2023, 07.10 WIBAku menatap halaman masjid yang kini penuh sesak. Banyak jemaah sudah lebih dulu berdatangan jauh sebelum diriku, bahkan tidak ada lagi ruang yang tersisa hingga beberapa perempuan terpaksa berdiri sembari menunggu lowong.“Mbok, sempit sekali kayanya,” lirihku pada wanita itu.Mbok Sunem yang menggendong Nandya hanya terpaku. Ini sudah kali ketiga lebaran Idul Fitriku di kota orang, namun tidak pernah berhasil mendapat tempat yang nyaman. Kami sering terlambat karena harus menunggu Nandya bangun. Jika dipaksa, gadis kecil itu malah akan rewel jadinya. “Nggak apa-apa, Bu ... kita berdiri saja.” Begitulah Mbok Sunem yang penuh rasa sabar itu berujar.Dia langsung mendahuluiku, menuju teras masjid yang terbuka dan sedikit disiram hangat matahari . Aku mengekor di belakang dengan harapa

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 51: Perpisahan

    Bab 51: Perpisahan “Maaf, Mas ... dan terima kasih,” lirihku seraya memutar ujung jari di permukaan cangkir.Ini sudah ketiga kalinya kata itu aku ucapkan pada pria yang telah memberiku Nandya. Mas Janu ... kami bertemu kembali setelah sekian lama berperang. Uniknya, pertemuan ini sangat sunyi, seolah kami masih saling mengerti.Lelah mengulur waktu dengan cangkir, aku mulai menurunkan kedua tangan ke bawah meja dan memilih memilin ujung blouse putih dengan lambang C di dada. Tidak lupa, kutatap juga heels dengan dua tali yang menyilang di depan. Lalu, melirik sepatu mungil yang dipakai oleh gadis kecilku.Ada Nandya di pangkuan. Anak kecil itu tidak rewel meski di depannya ada Mas Janu̶ sang ayah. Sedangkan Mas Janu hanya melirik sesekali, dia tidak menyentuh, berusaha menekan diri setelah mendengar ucapan dariku.“Ma ... a.”“Katakan hal lain selain kata maaf. Aku muak mendengarnya, Sari!&rdq

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 50: Penjelasan Yulia dan Pilihanku

    Bab 50: Penjelasan Yulia dan PilihankuSemilir sejuk menyapu helaian anak rambutku yang terurai. Menerpa lembut dan menyentuh wajah. Dinginnya menusuk hingga ke relung. Pucuk ilalang menyentil betis dan pinggang. Kemudian, semburat jingga yang muncul di langit menjadi latar belakang dari kehadiranku di taman sepi ini.Sesaat lalu, aku memutuskan untuk berhenti di sebuah taman terdekat dengan perumahan Yulia. Sebuah tempat sepi yang ditinggalkan banyak orang, meski masih asri dan layak untuk dinikmati.Aku berdiri di tengah rumput dan beberapa bunga liar yang berwarna. Di sana, kutengadahkan wajah ke langit, memejamkan mata demi menyerap damainya. Hatiku berperang, jiwaku diserang, aku terluka sampai tidak lagi punya cela tanpa noda darah.“Sar, kenapa kamu bisa muncul di depan rumahku begini?” Suara Yulia membuatku tersadar jika taman ini juga didatangi olehnya.Aku terkekeh mendengar ucapannya barusan. Masih saja, dia

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 49: Pendusta Lain

    Bab 49: Pendusta Lain Lama dia mendekap, hangat tubuhnya menjalar dengan cepat hingga berhasil menyentuh dasar dari hatiku. Mas Surya dan segala tentangnya memang mulai terasa nyata dan nyaman. Terdengar pula detak jantungnya yang berdebar hebat. Mas Surya seakan kesulitan mengontrol debaran itu sampai napasnya beradu. Entah apa yang membuatnya jadi sejauh ini pada wanita yang ditinggalkan oleh keponakannya sendiri. Entah benar semua ucapannya soal masa lalu itu, karena selama ini aku bahkan tidak mengingat apa pun tentangnya. Kala itu, aku takut akan Mas Surya. Saat itu, aku tidak ingin berurusan sama sekali dengannya. Mungkin inilah penyebab kenapa tidak ada kenangan apa pun soal dia di dalam kepalaku. “Mas, tolong lepaskan!” Aku meminta dengan intonasi yang dingin. Semua perasaan yang membuncah sesaat lalu kutepis dengan kejam. Mas Surya punya banyak hutang penjelasan terhadapku. Karena itulah, aku tidak akan bermud

  • Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda   Bab 48: Kisah di Masa Lalu

    Bab 48: Kisah di Masa Lalu Masa-masa KKN itu, aku masih ingat dengan jelas setiap momen berharganya. Aku bahagia, senyumku lebar dan mataku berair karena tertawa.Baik teman atau keluarga Ratna memperlakukan kami seperti saudara. Kami datang disambut dengan hangat, dan pulang diantar deraian air mata.Namun, ada satu titik yang terlupa olehku kala itu. Dua bulan masa KKN, aku melewatkan momen saat bertemu dengan seorang pria di sebuah warung nasi.“Sar, beli makan di mana kita?” Ratna yang menemaniku berbelanja kebutuhan kala itu bersuara lembut.Dia menggelayut manja di lenganku sampai lengket. Kehadiran Ratna di balai desa membuat banyak anak KKN khususnya laki-laki terpesona dengannya. Sampai, banyak dari mereka meminta untuk dicomblangkan dengan Ratna.“Di warung desa pertama setelah persimpangan bagaimana? Aku lihat warung itu rame,” saranku padanya usai mengelap kedua tangan dengan tisu.

DMCA.com Protection Status