"Helen, apa yang kamu lakukan!"
"Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal.
"Maaf Sayang, Aku lagi gak mood."
"Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.
Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak.
"Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel.
"Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel.
"Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.
Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
****
Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pun mereka mau. Alhamdulillah Naura mengerti akan hubungan rumah tangga orang tuanya yang sudah hancur karena Tantenya sendiri.
"Kakak Naura Mama ingin berbicara sedikit perihal penting tentang rumah tangga Mama. Walaupun Kakak masih kecil, tetapi Mama menganggap Kakak sudah besar dan wajib tahu tentang ini. Mama dan Papa sudah tidak lagi bisa bersama disebabkan suatu hal. Tetapi Kakak dan Adik-adik masih bisa kok bertemu dengan Papa," ujar Arina berbicara dengan sangat pelan takut Naura menolak keputusannya.
"Ma, Mama yang sabar ya Kakak Sayang Mama," ucap Naura sambil memeluk Mamanya.
"Kakak, gak marah dengan keputusan yang Mama ambil ini?"
"Gak Ma, Kakak ngerti bagaimana kecewanya Mama." Naura menjawab sambil memeluk Mamanya.
Awalnya Arina ragu untuk menyampaikan kepada Naura. Namun, ternyata Naura lebih mengetahui akan hubungan gelap sang Papa. Naura sering melihat kebersamaan Papa dan Tantenya.
"Terima kasih Sayang. Mama bersyukur telah diberikan anak yang pintar-pintar.
Pagi itu Arina mendapatkan kabar bahwa sidang pertama akan di laksanakan 3 hari ke depan. Arina merasa sangat senang dan dia berharap agar semua urusan perceraiannya berjalan dengan lancar. Walaupun tanpa persetujuan dari Farel dia berharap agar Farel tidak merusak jalannya perceraian ini.
Begitu juga dengan Farel dia juga mendapatkan surat panggilan dari pengadilan agama. Hatinya panas melihat surat itu, Farel mengira Arina hanya sekedar mengancam. Namun, ternyata Arina begitu serius dengan kata-katanya.
"Ahk! Sialan kamu Arina!" Farel melemparkan surat undangannya. "Aku tidak bisa seperti ini Aku tidak akan mau berpisah dari kamu Arina," gumam Farel.
Sore itu Farel buru-buru pulang ke rumahnya dia berharap bisa berbicara baik-baik dengan Arina.
"Assalamu'alaikum, ucap Farel sambil masuk ke dalam rumahnya.
"Papa, Papa dali mana aja si," tanya Caca yang menyambut Farel.
"Sayang, Cantiknya Papa. Papa sibuk kerja Sayang, Maaf ya! Oh ya Mama ke mana?" tanya Farel karena belum lihat Arina.
"Ada di bakang Pa, lagi macak ama Kakak Ula," jawab Caca dengan cadelnya.
"Ya sudah Caca main lagi, Papa temui Mama dulu," ucap Farel sambil menuju dapur di mana Arina dan Naura berada.
"Sayang." Farel memeluk Arina dari belakang.
"Mas, kamu ngapain di sini?" tanya Arina sambil melepaskan pelukan Farel.
"Kenapa? Aku pulang ke rumah apa gak boleh?" tanya Farel.
Arina tidak menjawab dia tetap menyibukkan dirinya memasak untuk anak-anaknya.
"Boleh dong Pa, kami malahan dari semalam nungguin Papa. Emang Papa ke mana si kok gak pulang-pulang? Pasti Papa di rumah Tante Helen!" ucap Naura dengan santai membuat detak jantung Farel seketika terhenti.
Farel seketika melihat Arina seolah-olah minta penjelasan. Begitu juga dengan Arina seketika melihat Farel manik mata mereka saling beradu meminta Penjelasan satu sama lain. Namun, mereka tidak mungkin membahasnya di depan anaknya.
"Ah Kakak, sok tahu!" ucap Farel sambil duduk di samping Naura. "Kak Nau, coba main Caca dulu ya, biar Mama, Papa yang bantuin," pinta Farel.
Setelah Naura pergi bersama adik-adiknya Farel memastikan bahwa anak-anak telah asyik bermain.
"Rin, kenapa Naura berbicara seperti itu?" tanya Farel.
"Kenapa Mas tanya Aku? Aku juga tidak tahu. Kenapa gak Mas tanya langsung tadi?"
"Pasti kamu 'kan yang sudah cerita kepada Naura! Gak mungkin dia bisa berbicara seperti itu jika kamu tidak cerita. Sudahlah kamu ngaku saja! Apa coba rencana kamu? Biar anak-anak benci sama Aku gitu?" Bentak Farel.
"Mas! Walaupun Aku minta cerai dari kamu, tetapi Aku masih punya hati. Aku gak mau anak-anak tahu masalah kita yang sebenarnya dan Aku gak juga memisahkan kamu dengan mereka." Arina menekan suaranya.
"Setidaknya Aku masih punya hati Mas!" Arina lalu meninggalkan Farel di dapur.
Arina sangat kesal melihat Farel pulang hanya membuat kekacauan di hatinya. Arina mulai berpikir kenapa dan baru menyadari kenapa Naura bisa berbicara seperti itu. Apa Naura tahu sesuatu tentang Papanya? Dan kenapa Naura tidak pernah cerita. Atau Kak Elin yang menceritakan kepada Naura? Namun, itu tidak mungkin. Kak Elin selalu menjaga perasaan anak-anaknya selama yang dia tahu. Semua pertanyaan ada di benak Arina ingin rasanya Arina bertanya langsung agar apa yang ada di hatinya terjawab.
Farel mengacak-acak rambutnya sendiri dia geram dengan diri sendiri. Kenapa tidak bisa mengontrol emosinya. Lagi-lagi dia menyakiti hati Arina, dia sama sekali tidak ingin bercerai dari Arina.
"Sayang maafkan Aku" Farel menyusul Arina ke kamar. Melihat Arina menangis hatinya sangat sakit. "Maafkan Aku Arina, maafkan Aku." Farel juga ikut menangis sambil memeluk Arina.
"Mas, semua sudah terlanjur kamu sudah bermain api. Dan Kamilah yang menjadi korbannya. Aku gak mau harus di madu Mas, Aku gak mau!" ucap Arina lirih.
"Kita bisa mulai dari awal Sayang,"
Arina melepaskan pelukan dari Farel dan menatap lekat Farel. "Kamu mau meninggalkan mereka semua Mas?" tanya Arina.
"Maksud kamu apa Rin?"
"Kamu mau, meninggalkan keluarga kamu dan kita pindah dari sini."
"Itu gak mungkin Rin, mereka semua membutuhkan Aku. Jadi Aku gak bisa egois."
"Kalau kamu gak bisa Mas, maaf aku juga gak bisa membatalkan perceraian ini."
"Tapi Rin, Aku juga gak mau pisah dari kamu . Aku mohon Rin tolong ngertiin perasaan Aku."
"Aku harus ngertiin cinta kamu gitu maksud kamu Mas?" hardik Arina. Arina kesal lalu pergi meninggalkan Farel yang masih berdiri terpaku melihat perubahan Arina.
Dengan kepergian Arina Farel berpikir untuk mensiasati bagaimana agar Arina membatalkan perceraiannya. Farel melihat anak-anak yang sedang bermain dia pun berniat untuk membawa semua anak-anaknya kabur. Tanpa berpikir lama Farel langsung mengajak anak-anaknya pergi dengan alasan jalan-jalan.
Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu. Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura. "Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama k
Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
Hari ini Arina merasa cukup lelah karena surat gugatannya di tolak oleh pengadilan. Dia kesal dan geram melihat tingkah Farel yang menggagalkan semua usahanya. Dia tidak mungkin pulang dengan pemikiran yang cukup kalut, akhirnya Arina memilih duduk di sebuah kafe untuk menghilangkan rasa penat di hatinya. Arina menghubungi orang yang mengurus surat perceraiannya. Namun, beliau mengatakan bahwa bukti yang dia miliki tidaklah kuat. Farel lebih cerdik dalam hal ini, membuat Arina semangkin frustasi mendengarnya.Tidak jauh dari tempat di mana Arina duduk ternyata Rangga juga berada di sana. Rangga tanpa sengaja mendengarkan apa yang di bicarakan oleh Arina, dengan senyum yang mengembang Rangga segera menemui Arina."Hai, boleh saya duduk di sini!" pinta Rangga.Arina yang sudah beberapa kali bertemu dengannya, dia segera membalas senyuman Rangga walau dengan terpaksa."Hai, silahkan," jawab Arina."Maaf tadi saya tidak sengaja mendengarkan percakapan kamu. Kalau boleh saya akan membantu
"Assalamu'alaikum Ma." Arina langsung masuk tanpa ada jawaban dari dalam rumah mertuanya. "Arina, kamu ngapain malam-malam datang ke sini?" tanya sinis Resti yang memang selama Arina menjadi menantunya dia tidak menyukainya."Ma, Mas Farel ada di sini? Aku coba hubungi dia gak bisa," jawab Arina dengan nada lembut. "Hei, kenapa kamu tanya Farel sama Mama ya jelaslah Mama gak tahu dan kalau pun tahu gak akan Mama kasih tahu Kamu," hardik Resti."Mama tak baik begitu." Papa Farel menyenggol lengan Resti. Namun, Resti mengabaikan teguran dari suaminya."Ma, Aku mohon tolong kasih tahu di mana Mas Farel, apa Mama gak kasihan dengan mereka? Terutama Caca Ma, dia sedang sakit dari tadi hanya mencari Mas Farel," ucap Arina sambil menggendong Caca sedangkan anak-anak lainnya masih berdiri di depan pintu. Lalu dia Dia duduk karena merasa tubuhnya sudah penat karena dari pagi Caca sudah demam, sehingga membuat dia rewel dan terus memanggil nama papanya. Arina pun harus menggendongnya terus aga
Hari ini Arina merasa cukup lelah karena surat gugatannya di tolak oleh pengadilan. Dia kesal dan geram melihat tingkah Farel yang menggagalkan semua usahanya. Dia tidak mungkin pulang dengan pemikiran yang cukup kalut, akhirnya Arina memilih duduk di sebuah kafe untuk menghilangkan rasa penat di hatinya. Arina menghubungi orang yang mengurus surat perceraiannya. Namun, beliau mengatakan bahwa bukti yang dia miliki tidaklah kuat. Farel lebih cerdik dalam hal ini, membuat Arina semangkin frustasi mendengarnya.Tidak jauh dari tempat di mana Arina duduk ternyata Rangga juga berada di sana. Rangga tanpa sengaja mendengarkan apa yang di bicarakan oleh Arina, dengan senyum yang mengembang Rangga segera menemui Arina."Hai, boleh saya duduk di sini!" pinta Rangga.Arina yang sudah beberapa kali bertemu dengannya, dia segera membalas senyuman Rangga walau dengan terpaksa."Hai, silahkan," jawab Arina."Maaf tadi saya tidak sengaja mendengarkan percakapan kamu. Kalau boleh saya akan membantu
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu. Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura. "Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama k
"Helen, apa yang kamu lakukan!" "Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal."Maaf Sayang, Aku lagi gak mood.""Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak. "Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel."Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel."Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.****Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pu
Arina memantapkan hatinya, untuk segera mengakhiri hubungan rumah tangganya. Semua dokumen sudah diajukan olehnya. Dia tidak lagi memikirkan Farel, walaupun dia harus memikirkan bagaimana cara untuk berbicara kepada anak-anaknya.****Farel bingung harus berbuat apa, pikirannya sedang kacau sehingga masuk kerja pun dia bingung harus berbuat apa. Semua kertas di depannya hanya dia pandangi sama sekali tidak dia sentuh. Padahal hari ini ada meeting penting di perusahaannya.Hellen yang baru datang langsung masuk ke ruangan Farel. Dia membawa bekal sarapan buat Farel. Dia tahu bahwa Farel tadi pagi pasti tidak sarapan karena suasana rumah tangga Farel sedang di ujung tanduk."Mas, ni Aku bawain sarapan buat Kamu." Hellen meletakkan bekal di atas meja Farel. Namun, sedikit pun tidak direspon oleh Farel."Mas!" panggil Hellen karena Farel seolah-olah tidak melihat dirinya."Eh, Kamu kapan datang?" tanya Farel heran."Kamu kenapa si Mas? Perasaan tadi pagi Kamu baik-baik saja. Apa kamu saki