Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu.
Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura."Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama kita," ujar Farel dengan berbohong perihal Arina.*****Setelah beberapa jam di luar rumah Arina mulai sedikit tenang hatinya. Dan dia berharap agar Farel sudah tidur. Suasana rumah masih gelap, membuat pertanyaan di hati Arina "ke mana mereka semua?" Arina memasuki kamar anak-anak betapa terkejut dirinya ketika melihat kamar yang sudah kosong bahkan lampu kamar juga tidak menyala.Perasaan Arina tidak tenang dia takut kalau Farel mencuri anak-anaknya. Arina pun mencoba menghubungi Farel. namun tidak ada jawaban dari Farel. "Ayo dong Mas angkat HP-nya! "Gumam ArinaFarel sengaja tidak mengangkat telepon dari Arina. Dia ingin memberikan pelajaran kepada Arina, agar Arina bisa menyusul dirinya dan menggagalkan perceraiannya. Farel sengaja membawa anak-anak sampai malam agar mereka pun tertidur di dalam mobil dan tidak tahu ke mana mereka akan Farel bawah.Hati Arina semakin bingung ke mana dia harus mencari anak-anaknya sementara Farel tidak mengangkat teleponnya. Arina pun mencoba pergi ke rumah Elin dan bertanya pada Elin dia berharap Elin tahu kemana keberadaan anaknya. Namun, ternyata Elin sama sekali tidak mengetahui kemana Farel membawa anak-anaknya.Arina ingin sekali menghubungi Ibu mertuanya tetapi lagi-lagi dia berpikir, bosan rasa hatinya selalu dicemooh terus. Namun, dirinya tidak punya pilihan lain, siapa lagi yang akan dia hubungi selain orang tua Farel. Akhirnya dengan mempersiapkan hati Arina pun menghubungi nomor Ibu mertuanya."Assalamualaikum Ma,""Waalaikumsalam, Rin ada apa Nak? "Jawab Papa Farel dari seberang sana. Arina merasa bersyukur karena yang menjawab teleponnya adalah Papa mertuanya yang lebih baik dari sang ibu mertua."Pa, apakah anak-anak Arina ada di sana? ""Tidak ada sayang, memangnya ke mana mereka apa mereka tidak izin dengan kamu?""Rina juga tidak tahu Pa, entah ke mana mereka pergi dibawa oleh Mas Farel. ""Oh kalau sama Papanya berarti aman dong. Ya sudah nanti 'kan mereka juga akan pulang. Mungkin mereka masih jalan-jalan atau main ke mana."Arina baru ingat tentang permintaan Clara sewaktu pergi jalan-jalan bersamanya dia memang menginginkan pergi jalan-jalan bersama Papanya dia pun sedikit tenang mungkin mereka sedang jalan-jalan. Arina kembali lagi pergi ke taman yang tidak jauh dari rumahnya dia menghabiskan waktu malamnya sendiri sambil merenungi nasibnya yang bagaimana kehidupan selanjutnya. Tanpa dia sadari ada sosok mata yang sedang memperhatikannya dirinya mulai Arina datang sampai akhirnya pulang dan Arina datang kembali.Rangga, ya dia adalah pria yang mengagumi Arina dari mulai mereka bertemu pertama kali. Waktu itu, ketika Arina sedang pergi belanja dan tanpa sengaja Arina menabrak Rangga. Pertemuan itu membuat jantung Rangga bergetar sangat kencang, yang selama ini sudah tidak pernah dia merasakan seperti itu. Melihat, tubuh Arina yang sangat ideal, mata yang jernih serta hidung yang mancung membuat manik mata Rangga tak berkedip melihatnya.Namun, setelah itu Rangga tak pernah lagi melihat Arina. Bahkan Rangga juga belum berkenalan dengan Arina karena Arina keburu pergi begitu saja. Hanya kata maaf yang sempat di ucapkan oleh Arina.Tanpa sengaja kali ini Rangga melihat kembali sosok Arina yang selama ini telah dia cari. Rangga pun tidak menyia-nyiakan kesempatan kali ini dia berusaha bagaimana bisa berkenalan dengan Arina. Namun, belum saja dia mendekati Arina 2 orang lelaki yang tidak dia kenal menghampiri Arina dan menarik tas kecil milik Arina.Seketika Arina terkejut lalu menjerit-jerit minta tolong. Membuat Rangga dengan sigap langsung lari dan menghampiri para preman tersebut lalu dengan gesit Rangga melayangkan pukulan yang tanpa di sadari oleh para preman itu. Arina yang sangat takut dengan kejadian ini. Dia pun bersembunyi di balik tong sampah yang lumayan besar sehingga menutupi seluruh tubuhnya.Setelah kedua preman tersebut terkapar Rangga pun menyudahi pukulannya. Dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari Arina. Namun, Rangga tak menemukannya.Rangga bingung harus menyerahkan kepada siapa tas yang dia pegang. Dia kira Arina telah pulang, tanpa ingin melihat isi dalam tas tersebut Rangga pun ingin berlalu pergi. Namun, hanya beberapa langkah dia di hentikan oleh suara Arina."Pak, tunggu!" Tahan Arina yang baru keluar dari persembunyiannya.Rangga membalikkan badannya dengan senyuman bahagia terpancar di sana."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rangga sambil berjalan menghampiri Arina."Aku ... baik-baik saja. Terima kasih Pak atas bantuannya," jawab Arina gugup karena di pandangi oleh Rangga. Arina takut jika Rangga akan berbuat jahat pada dirinya."Syukurlah, ini milik kamu." Rangga mengembalikan tas kecil milik Arina."Terima kasih Pak."Rangga hanya tersenyum melihat Arina dirinya tak bosan-bosan memandang wajah Arina. Membuat Arina takut dan ingin segera pergi. Namun, dia tidak bisa pergi begitu saja karena tas miliknya masih di pegang oleh Rangga walaupun niatnya sudah ingin mengembalikan, tetapi entah apa yang ada dalam pikiran Rangga sehingga tas milik Arina masih di pegang ujungnya."Pak, maaf saya ingin pulang," pamit Arina. Namun, Rangga masih terhanyut dalam senyumannya."Hemmm, ganteng-ganteng kok Bolot!" gumam Arina dalam hati"Pak, saya ingin pulang!" Arina mengulang kembali dengan sedikit menguatkan nada suaranya agar Rangga mendengarnya lalu sambil menggoyangkan tasnya."Eh, maaf ya. Kenalkan nama saya Rangga," ucap Rangga sambil mengulurkan tangannya."Saya Arina," balas Arina. "Maaf saya izin akan pulang," pamit Arina."Oh mari saya antar," pinta Rangga dengan sangat semangat."Oh, tidak Pak! Saya bisa pulang sendiri," tolak Arina dengan lembut."Bukan apa-apa, saya hanya ingin memastikan keselamatan kamu saja. Jangan sampai hal yang barusan kamu alami tadi terulang lagi," ucap Rangga.Arina sedikit ngeri mengingat kejadian tadi. Namun, dirinya takut jika Farel tahu bisa jadi fitnah. Akhirnya Arina memantapkan dirinya bahwa dia harus berani."Maaf Pak, di rumah ada anak dan suami sedang menunggu.""Apa? Ja ... di kamu sudah berkeluarga?" tanya Rangga dengan sangat terkejut.Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
Hari ini Arina merasa cukup lelah karena surat gugatannya di tolak oleh pengadilan. Dia kesal dan geram melihat tingkah Farel yang menggagalkan semua usahanya. Dia tidak mungkin pulang dengan pemikiran yang cukup kalut, akhirnya Arina memilih duduk di sebuah kafe untuk menghilangkan rasa penat di hatinya. Arina menghubungi orang yang mengurus surat perceraiannya. Namun, beliau mengatakan bahwa bukti yang dia miliki tidaklah kuat. Farel lebih cerdik dalam hal ini, membuat Arina semangkin frustasi mendengarnya.Tidak jauh dari tempat di mana Arina duduk ternyata Rangga juga berada di sana. Rangga tanpa sengaja mendengarkan apa yang di bicarakan oleh Arina, dengan senyum yang mengembang Rangga segera menemui Arina."Hai, boleh saya duduk di sini!" pinta Rangga.Arina yang sudah beberapa kali bertemu dengannya, dia segera membalas senyuman Rangga walau dengan terpaksa."Hai, silahkan," jawab Arina."Maaf tadi saya tidak sengaja mendengarkan percakapan kamu. Kalau boleh saya akan membantu
"Assalamu'alaikum Ma." Arina langsung masuk tanpa ada jawaban dari dalam rumah mertuanya. "Arina, kamu ngapain malam-malam datang ke sini?" tanya sinis Resti yang memang selama Arina menjadi menantunya dia tidak menyukainya."Ma, Mas Farel ada di sini? Aku coba hubungi dia gak bisa," jawab Arina dengan nada lembut. "Hei, kenapa kamu tanya Farel sama Mama ya jelaslah Mama gak tahu dan kalau pun tahu gak akan Mama kasih tahu Kamu," hardik Resti."Mama tak baik begitu." Papa Farel menyenggol lengan Resti. Namun, Resti mengabaikan teguran dari suaminya."Ma, Aku mohon tolong kasih tahu di mana Mas Farel, apa Mama gak kasihan dengan mereka? Terutama Caca Ma, dia sedang sakit dari tadi hanya mencari Mas Farel," ucap Arina sambil menggendong Caca sedangkan anak-anak lainnya masih berdiri di depan pintu. Lalu dia Dia duduk karena merasa tubuhnya sudah penat karena dari pagi Caca sudah demam, sehingga membuat dia rewel dan terus memanggil nama papanya. Arina pun harus menggendongnya terus aga
Sampai di rumah Hellen Farel buru-buru masuk. Dia merasa bersalah kepada Hellen. Suasana rumah sangat hening entah kemana semua anak-anak Hellen. Farel segera mencari keberadaan Hellen. “Cinta maafkan Aku, Aku tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Farel sambil memeluk erat tubuh Hellen dari belakang yang sedang ada di depan meja riasnya. “Sudahlah Mas, Aku muak dengan hidup kita seperti ini. Sekarang Mas pilih Aku atau Dia?” tanya Helen dengan nada sedihnya.“Cinta, jelas Aku pilih kamu. Oke, malam ini Aku akan menemani kamu, Aku janji.” Farel semangkin mengeratkan pelukannya. "Bagaimana dengan kaki Kamu Cin?" tanya Farel sangat cemas."masih sakit Mas, ini masih Aku perban," jawab bohong Helen. Helen sengaja berbohong agar Farel lebih lama bersama dirinya.Farel merasa sangat bersalah atas perbuatan yang dilakukan oleh Arina. Dengan sedikit terpaksa Farel akhirnya memutuskan untuk menemani Helen. Walaupun, bingung harus berbuat apa. Farel juga masih memikirkan rumah tangganya. Dia ti
Hari ini Arina merasa cukup lelah karena surat gugatannya di tolak oleh pengadilan. Dia kesal dan geram melihat tingkah Farel yang menggagalkan semua usahanya. Dia tidak mungkin pulang dengan pemikiran yang cukup kalut, akhirnya Arina memilih duduk di sebuah kafe untuk menghilangkan rasa penat di hatinya. Arina menghubungi orang yang mengurus surat perceraiannya. Namun, beliau mengatakan bahwa bukti yang dia miliki tidaklah kuat. Farel lebih cerdik dalam hal ini, membuat Arina semangkin frustasi mendengarnya.Tidak jauh dari tempat di mana Arina duduk ternyata Rangga juga berada di sana. Rangga tanpa sengaja mendengarkan apa yang di bicarakan oleh Arina, dengan senyum yang mengembang Rangga segera menemui Arina."Hai, boleh saya duduk di sini!" pinta Rangga.Arina yang sudah beberapa kali bertemu dengannya, dia segera membalas senyuman Rangga walau dengan terpaksa."Hai, silahkan," jawab Arina."Maaf tadi saya tidak sengaja mendengarkan percakapan kamu. Kalau boleh saya akan membantu
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu. Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura. "Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama k
"Helen, apa yang kamu lakukan!" "Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal."Maaf Sayang, Aku lagi gak mood.""Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak. "Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel."Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel."Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.****Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pu
Arina memantapkan hatinya, untuk segera mengakhiri hubungan rumah tangganya. Semua dokumen sudah diajukan olehnya. Dia tidak lagi memikirkan Farel, walaupun dia harus memikirkan bagaimana cara untuk berbicara kepada anak-anaknya.****Farel bingung harus berbuat apa, pikirannya sedang kacau sehingga masuk kerja pun dia bingung harus berbuat apa. Semua kertas di depannya hanya dia pandangi sama sekali tidak dia sentuh. Padahal hari ini ada meeting penting di perusahaannya.Hellen yang baru datang langsung masuk ke ruangan Farel. Dia membawa bekal sarapan buat Farel. Dia tahu bahwa Farel tadi pagi pasti tidak sarapan karena suasana rumah tangga Farel sedang di ujung tanduk."Mas, ni Aku bawain sarapan buat Kamu." Hellen meletakkan bekal di atas meja Farel. Namun, sedikit pun tidak direspon oleh Farel."Mas!" panggil Hellen karena Farel seolah-olah tidak melihat dirinya."Eh, Kamu kapan datang?" tanya Farel heran."Kamu kenapa si Mas? Perasaan tadi pagi Kamu baik-baik saja. Apa kamu saki