Dengan perasaan sedih, kecewa dan tidak tahu lagi bagaimana suasana hatinya saat ini. Arina tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Selama ini Farel adalah sosok suami idaman yang selalu menjadi kebanggaan olehnya. Arina sama sekali tidak berpikir sedikit pun jika rumah tangganya harus berakhir seperti ini. Buliran bening yang selama ini jarang sekali muncul kini tanpa diperintah dia mengalir dengan begitu derasnya.
*****
Sampai di rumah Arina membersihkan dirinya dia membersihkan sisa-sisa buliran bening yang masih saja mengalir. Arina berdiri di depan kaca dan memandangi dirinya sendiri. Sulit bagi Arina untuk menjawab apa kekurangannya sehingga Farel bisa jatuh ke pelukan iparnya.
"Kenapa kamu tega Mas? Apa salahku? Apa kurangnya Aku Mas? Apakah Aku tidak cantik lagi? Tega Kamu Mas!" Arina berkata pada dirinya sendiri sambil menangis kembali.
Pukul sudah menunjukkan jam 23.00 WIB Arina belum juga menjemput anak-anaknya. Sehingga membuat Elin menjadi resah memikirkan Arina yang dia tidak tahu ke mana perginya. Ponsel Arina pun tidak bisa dihubungi. Namun, ketika Elin akan mencoba menghubungi Farel Arina sudah ada di depan rumah Elin.
"Arina, baru Aku mau menghubungi Kamu. Kamu dari mana saja kenapa sampai larut malam baru pulang?" tanya Elin penasaran.
Arina bukannya menjawab dia malah memeluk Elin sambil menangis tersedu-sedu.
"Arina, Kamu kenapa? Ada masalah apa? Ayo masuk tidak enak kita cerita di luar," ajak Elin sambil memegang tangan Arina.
"Minum dulu agar kamu bisa sedikit segar."
"Kak,” Arina kembali menangis. "Farel Kak di ...." Arina menghentikan ucapannya karena dipotong oleh Elin.
"Iya, dia selingkuh. Aku sudah tahu. Kamu yang sabar ya."
Arina langsung melepaskan pelukannya dan menatap Elin. "Kakak sudah tahu kalau Farel itu selingkuh?" tanya Arina heran.
Elin mengganggukan kepalannya.
"Kenapa Kakak tidak beri tahu Aku? Sudah berapa lama mereka menjalin hubungan Kak?" tanya Arina kembali.
"Aku tidak mungkin memberi tahu kamu tanpa bukti, dan Aku tidak punya bukti yang kuat untuk hal itu. Kalau menurut Aku belum terlalu lama mereka menjalani hubungan, mungkin setelah Helen di tinggalkan oleh suaminya." jawab Elin sambil mengingat kembali kejadian kapan dia pernah melihat kedua makhluk yang tidak tahu malu itu.
"Astaghfirullah itu juga sudah lama Kak, kenapa Aku sebodoh ini sampai Aku tidak menyadarinya. Sungguh tega Farel Kak, apa Aku tidak cantik lagi ya Kak?"
"Bukan kecantikan yang membuat suami berpaling dari kita, mungkin ada hal lain yang tidak kita sadari yang membuat dia bisa tergoda perempuan lain," jawab Ellin. Membuat Arina berpikir apa yang kurang selama ini.
"Rin, sudahlah Aku rasa mereka memang manusia tidak tahu malu, jangan kamu pikirkan lagi dan tangisi lelaki seperti Farel. Masih banyak hal yang perlu kamu pikirkan selain Farel. Anak-anak lebih membutuhkan kamu Rin, ingat Rin hidup kamu untuk mereka bukan untuk Farel," ujar Ellin.
"Aku mau cerai saja Kak. Aku tidak mau berbagi suami dengan siapapun apalagi dengan Iparnya. Rasanya sangat menghina diriku Kak. Apalagi yang Aku pertahankan, selama ini sudah cukup ibunya menghinaku. Aku cukup diam karena masih menghargai beliau dan juga Farel. Namun, sekarang semua sudah berubah. Aku tidak lagi mau mereka injak." Arina memutuskan malam itu juga.
"Terserah kamu Rin, tetapi berpikirlah dengan hati tenang agar tidak ada penyesalan di belakang hari," ucap Ellin mengingatkan.
"Aku rasa ini jalan yang terbaik Kak. Oh ya anak-anak di mana Kak?" tanya Arina baru ingat tentang anaknya setelah dirinya sudah memutuskan untuk meninggalkan Farel.
"Ada di kamar mereka sudah tidur semuanya. Aku rasa malam ini Kamu tidur saja di sini. Kasihan mereka jika di angkat lagi. Lagi pula suamiku juga masih berada di luar kota," pinta Ellin.
****
Pagi-pagi sekali Farel sudah pulang dia sebenarnya juga tidak tega melihat Arina pulang sendirian. Namun, dia bingung karena sudah janji dengan Helen dan juga anaknya. Dengan perasaan bersalah dia pulang dan ingin sekali bertemu dengan istri serta anak-anaknya.
"Assalamu'alaikum Arina!"
Tok...
Tok...
Pintu juga tidak terbuka. Farel bingung karena suasana rumah sangat gelap. Farel sangat takut ada terjadi sesuatu dengan anak dan istrinya.
Farel mencoba menghubungi Arina, tetapi nomor Arina tidak bisa dihubungi. Berulang kali dia menghubungi, tetapi tepat saja tidak aktif. Farel bingung harus mencari ke mana, tidak mungkin dia pergi ke rumah orang tuanya. Farel mencoba mencari ke rumah Elin, tetapi tidak ada tanggapan dari dalam. Seolah-olah di dalam tidak ada penghuninya.
"Ke mana kamu Arina?" Farel menghempaskan dirinya di kursi samping rumahnya.
Arina yang baru bangun dari tidurnya, dia segera membangunkan Naura.
"Kak Nau, bangun Sayang."
"Mama, ada apa Ma?"
"Mama, masih ada urusan nanti setelah pulang sekolah Kakak kembali ke rumah Tante Elin lagi ya Nak. Ajak juga Adik Arum ya Sayang."
"Iya Ma."
"Ya sudah Kakak siap-siap ya. Bangunkan juga Adik Arum, Mama akan ambilkan seragam kalian."
Arina segera pulang ke rumahnya, tetapi dia terkejut melihat Farel yang sedang tidur di kursi. Namun, Arina sudah tidak perduli lagi. Dia buru-buru masuk ke dalam rumah dan segera menyiapkan pakaian seragam untuk ke dua anaknya.
"Sayang ini seragamnya dan hati-hati ya Nak berangkat sekolah. Nanti di antar sama Kak Nau ya Sayang," ucap Arina kepada Arumi.
"Iya Ma."
Berhubung Sekolah mereka dekat dengan rumah jadi Arina tidak perlu repot-repot mengantarkan Naura dan Arumi. Arina segera menemui Elin yang sedang menemani Caca. Karena Caca dan Clara sudah bangun dari tidurnya, syukurnya Caca tidur lagi rewel.
"Kak, Aku titip lagi anak-anak ya. Hari ini aku akan selesaikan semuanya Kak."
"Kamu sudah yakin Rin?" tanya Ellin.
"Sudah Kak."
"Sayang, sama Tante Elin dulu ya. Mama pergi sebentar," ucap Arina sambil mencium pipi kedua anaknya.
"Iya Ma," jawab mereka serentak.
"Kak, aku pamit dulu ya. Doakan semoga ini menjadi yang terbaik ya Kak."
"Pasti Aku doakan yang terbaik Rin."
Arina lalu pulang, sampai di depan pintu Farel melihat Arina dia langsung berlari memeluk Arina.
"Sayang, kamu dari mana?" tanya Farel cemas sambil memeluk erat Arina.
"Lepas Mas, Aku tidak sudi lagi di sentuh oleh Kamu." Arina menghempaskan pelukan Farel.
"Sayang, maafkan Aku. Aku khilaf!"
"Apa kamu bilang maaf? Khilaf? Tidak ada khilaf yang di lakukan berkali-kali Mas," hardik Arina.
"Aku mau kita cerai!" ucap Arina.
"Apa? Tidak Arina aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa pisah dari kamu. Aku mohon maafkan aku Arina." Farel memelas memohon Arina agar menarik ucapannya.
"Tidak Mas, ini sudah keputusan Aku. Silahkan bertemu di pengadilan." Arina lalu meninggalkan Farel yang masih berdiri di ruang tamu.
"Arina, Arina, ini tidak baik untuk anak-anak kita sayang," teriak Farel yang sudah pasti tidak di dengar lagi oleh Arina.
Arina memantapkan hatinya, untuk segera mengakhiri hubungan rumah tangganya. Semua dokumen sudah diajukan olehnya. Dia tidak lagi memikirkan Farel, walaupun dia harus memikirkan bagaimana cara untuk berbicara kepada anak-anaknya.****Farel bingung harus berbuat apa, pikirannya sedang kacau sehingga masuk kerja pun dia bingung harus berbuat apa. Semua kertas di depannya hanya dia pandangi sama sekali tidak dia sentuh. Padahal hari ini ada meeting penting di perusahaannya.Hellen yang baru datang langsung masuk ke ruangan Farel. Dia membawa bekal sarapan buat Farel. Dia tahu bahwa Farel tadi pagi pasti tidak sarapan karena suasana rumah tangga Farel sedang di ujung tanduk."Mas, ni Aku bawain sarapan buat Kamu." Hellen meletakkan bekal di atas meja Farel. Namun, sedikit pun tidak direspon oleh Farel."Mas!" panggil Hellen karena Farel seolah-olah tidak melihat dirinya."Eh, Kamu kapan datang?" tanya Farel heran."Kamu kenapa si Mas? Perasaan tadi pagi Kamu baik-baik saja. Apa kamu saki
"Helen, apa yang kamu lakukan!" "Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal."Maaf Sayang, Aku lagi gak mood.""Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak. "Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel."Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel."Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.****Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pu
Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu. Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura. "Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama k
Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
Hari ini Arina merasa cukup lelah karena surat gugatannya di tolak oleh pengadilan. Dia kesal dan geram melihat tingkah Farel yang menggagalkan semua usahanya. Dia tidak mungkin pulang dengan pemikiran yang cukup kalut, akhirnya Arina memilih duduk di sebuah kafe untuk menghilangkan rasa penat di hatinya. Arina menghubungi orang yang mengurus surat perceraiannya. Namun, beliau mengatakan bahwa bukti yang dia miliki tidaklah kuat. Farel lebih cerdik dalam hal ini, membuat Arina semangkin frustasi mendengarnya.Tidak jauh dari tempat di mana Arina duduk ternyata Rangga juga berada di sana. Rangga tanpa sengaja mendengarkan apa yang di bicarakan oleh Arina, dengan senyum yang mengembang Rangga segera menemui Arina."Hai, boleh saya duduk di sini!" pinta Rangga.Arina yang sudah beberapa kali bertemu dengannya, dia segera membalas senyuman Rangga walau dengan terpaksa."Hai, silahkan," jawab Arina."Maaf tadi saya tidak sengaja mendengarkan percakapan kamu. Kalau boleh saya akan membantu
Setelah kepulangan Caca dari rumah sakit, suasana rumah menjadi sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi gurauan di dalam rumah mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Arina sama sekali tidak ingin berbicara dengan Farel. Begitu juga dengan anak-anaknya. Sedangkan Farel, Bingung harus berbuat apa. Farel hanya bisa berbicara dengan Caca dan bermain dengan Caca. Sedangkan anak yang lainnya mereka merasa takut dengan Farel. Walaupun Farel sudah berulang kali meminta maaf. Namun, tetap saja tidak mempengaruhi perasaan mereka. Malam itu Arina sengaja menidurkan anak-anak dengan cepat, rasa sesak di dadanya rasanya sudah tidak bisa di bendung lagi. ingin sekali dia meluapkannya saat ini juga kepada Farel. "Apa maksud kamu berbuat seperti ini??" tanya Arina dengan sangat cetus."Aku gak ada maksud apa-apa Sayang," jawab Farel dengan lembut. "Kalau kamu tidak ada niat yang buruk kenapa kamu bawa anak-anak kabur hah? Inilah hasil dari perbuatan kamu! Apa kamu suka melihat Caca seperti
"Benar Pak, dia yang mengurung anak Saya. Silahkan jika ingin di proses," ucap Farel lemas. Sebenarnya dia tidak tega mengatakan seperti itu. Namun, untuk menjaga hubungannya dengan istri dan anaknya dia harus tega.[Sayang, maafkan Aku. Kamu sebentar saja Mama akan urus kamu setelah ini] pesan Farel pada notif hijau.Helen belum sempat membaca apa yang telah di kirim oleh Farel. Wajahnya penuh emosi dan amarah. "Awas kamu Mas!" hardik Helen dalam hati.Setelah kepergian Helen, Farel segera menghubungi Mamanya agar segera membantu menyelesaikan masalahnya. Sudah pasti sang Mama dengan sangat senang hati membantu Helen. Bahkan dia tidak menanyakan apalagi melihat bagaimana keadaan Caca. Setelah selesai urusan Helen Farel harus kembali ke rumah sakit. Dia tidak lagi mau dikatakan seorang Papa yang jahat oleh anak-anaknya. Farel membawakan makan siang buat Arina dan ke tiga anaknya, tetapi sampai di sana, Farel di suguhi pemandangan yang selama ini tidak dia lihat.Dengan sangat asyiknya
Helen tak terima di katakan dirinya penculik. Dia sontak melihat Farel seolah-olah minta penjelasan dari Farel. Namun, belum lagi Helen menjelaskan Arina menjerit."Mas ... Caca Mas!" jerit Arina membuat semua orang yang sedang menghakimi Helen diam dan beralih melihat Caca."Caca, kamu kenapa Nak," tanya Farel panik."Sudah ayo kita bawa ke rumah sakit,"pinta Pak RT.Arina langsung berlari masuk ke dalam mobil dan membawa Caca yang masih kejang-kejang karena demamnya yang tinggi.Farel langsung membawa mobilnya dengan lumayan kencang agar cepat sampai di rumah sakit terdekat. Perasaan bersalah pun menyelimuti hati Farel karena keegoisannya yang menyebabkan Caca sakit."Sabar ya Sayang, kamu harus kuat ya Sayang," ucap Arina sambil memeluk tubuh mungil Caca."Ini semua karena Papa. Coba kalau Papa tidak membawa kami ke rumah Tante Helen pasti Caca tidak sakit," ucap Arumi dengan kesalnya. Arumi adalah anak yang paling cerewet di antara anak-anak Arina lainnya.Arina melirik Farel, per
"Tante!!" ucap Naura dan Arumi serentak."Kalian kenapa si pagi-pagi sudah bising? Tante itu masih mau tidur lagi. kalian ganggu saja!" cetus Helen."Maaf Tan! Pa ... Papa mana Tan?" tanya Naura dengan sangat berhati-hati. "Papamu sudah pergi jadi kalian jangan buat keributan, Aku lagi mau istirahat. Kamu urus adik-adikmu jangan sampai mereka menangis. Kalau lapar kalian tinggal ambil di dapur," ucap Helen sambil berlalu ingin melanjutkan tidur lagi."Tante, tapi kami mau sekolah!" ucap Naura."Kami ingin sama Mama Tante!!!" Sambung Arumi."Heh!!! Papa kalian saja tidak memikirkan sekolah kalian. Kenapa Aku yang harus repot," ujar Helen dan berlalu pergi meninggalkan mereka."Bagaimana ini Kak, kita telepon Mama yok Kak," pinta Arumi."Bagaimana caranya Dek, Kakak saja tidak tahu berapa no telepon Mama, ujar Naura sambil menggendong Caca yang masih menangis."Papa..... Papa... ayo Pa pulang." Tangis Clara membuat suasana pagi itu keruh.***Arina sudah bertekad untuk menemui Farel d
Arina tak menghiraukan Rangga lagi. Dia berlalu meninggalkan Rangga yang masih bengong. Arina tidak lagi mau ambil pusing tentang Rangga lelaki yang baru dia temui. Memikirkan hidupnya saja dia sudah pusing.Sampai di rumah suasana rumahnya masih sama seperti tadi. Belum ada tanda-tanda anak-anaknya pulang. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 22.00 hati Arina semangkin gelisah ke mana dirinya harus mencari anaknya, sementara Farel masih sama seperti tadi masih sulit untuk dihubungi. Sementara Rangga masih berada di taman dia tidak menyangka sama sekali jika Arina sudah berkeluarga. Di lihat dari bentuk tubuhnya Arina masih seperti anak gadis yang belum menikah. Namun, nyatanya Arina sudah memiliki anak 4 yang belum di ketahui oleh Rangga."Kamu harus bisa mencari tahu siapa itu Arina!" Rangga menghubungi Alex untuk mengumpulkan informasi tentang Arina. Rangga begitu penasaran siapa wanita yang sudah menggoyangkan hatinya itu."Baik Tuan!" jawab Alex dari sebrang sana.Rangga kemudi
Dengan sangat senang hati Naura, Arumi, Clara dan juga Caca ingin ikut bersama Papanya . Mereka tidak sedikit pun berpikir bahwa mereka akan di pisahkan oleh Mamanya. Namun, Naura merasa curiga ketika dirinya ingin mengabari sang Mama, tetapi sang Papa menolak dengan alasan Mamanya sudah tahu. Malam itu mereka sangat puas jalan-jalan bersama. Walaupun tanpa sang Mama yang ikut serta. Namun, mereka merasa bahagia karena sudah lama sekali Farel tidak ikut jalan-jalan bersama mereka."Pa, besok kita jalan-jalan lagi ya Pa!" pinta Clara."Iya Pa, seru banget, tapi Sayangnya gak hari libur jadi waktunya kurang lama." Sambung Arumi."Mama juga gak ikut Pa. Emang Mama ke mana si Pa?" tanya Naura. "Mana ni ya, yang mau Papa jawab bingung ni Papanya! Papa jawab Clara dulu ya. Boleh kita jalan-jalan, tapi anak Papa semua harus nurut apa kata Papa. Dan maaf Papa ngajak jalan-jalannya dadakan soalnya baru ini Papa ada Waktu. Terus soal Mama, Mama itu lagi sibuk makanya tidak bisa ikut bersama k
"Helen, apa yang kamu lakukan!" "Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal."Maaf Sayang, Aku lagi gak mood.""Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak. "Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel."Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel."Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.****Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pu
Arina memantapkan hatinya, untuk segera mengakhiri hubungan rumah tangganya. Semua dokumen sudah diajukan olehnya. Dia tidak lagi memikirkan Farel, walaupun dia harus memikirkan bagaimana cara untuk berbicara kepada anak-anaknya.****Farel bingung harus berbuat apa, pikirannya sedang kacau sehingga masuk kerja pun dia bingung harus berbuat apa. Semua kertas di depannya hanya dia pandangi sama sekali tidak dia sentuh. Padahal hari ini ada meeting penting di perusahaannya.Hellen yang baru datang langsung masuk ke ruangan Farel. Dia membawa bekal sarapan buat Farel. Dia tahu bahwa Farel tadi pagi pasti tidak sarapan karena suasana rumah tangga Farel sedang di ujung tanduk."Mas, ni Aku bawain sarapan buat Kamu." Hellen meletakkan bekal di atas meja Farel. Namun, sedikit pun tidak direspon oleh Farel."Mas!" panggil Hellen karena Farel seolah-olah tidak melihat dirinya."Eh, Kamu kapan datang?" tanya Farel heran."Kamu kenapa si Mas? Perasaan tadi pagi Kamu baik-baik saja. Apa kamu saki