Setelah menjemput Nindy aku segera pulang ke rumah karena nanti siang mbak Rahmi akan mengirimkan baju-baju yang harus aku setrika dan aku packing. Aku sangat senang bisa mendapat pekerjaan ini. Mungkin dengan ini nanti aku bisa memberikan uang jajan pada Nindy.
Tepat jam 01.00 siang, sebuah mobil box berhenti di depan rumahku. lalu seorang lelaki turun dan menyapaku yang sedang berada di teras menyuapinya Nindy makan."Selamat siang, Apa benar ini rumah Mbak Marni?"katanya lelaki itu padaku."Oh iya mas kebetulan saya Marni."sahutku."Ini Mbak saya mengantarkan baju dari pelanggan mbak Rahmi.""Ma Nindy makan sendiri aja."kata Nindy lalu mengambil alih piring yang kupegang."Terima kasih ya sayang.""Sini mas taruh di sini saja."kataku pada lelaki yang mengantar pakaian itu."Kalau begitu saya permisi ya mbak harus mengantar baju yang lain. Oh ya ini bisa saya ambil kapan ya mbak?" tanya lelaki itu memastikan."Mungkin besok jam segini lagi ya mas. Soalnya itu banyak banget dan saya kerja sendiri."kataku padanya."Iya Mbak nggak apa-apa besok saya ke sini lagi jam segini."Setelah lelaki itu pergi aku kembali menemani Nindy makan. Putriku itu tersenyum melihatku sambil menunjukkan piringnya yang sudah kosong."Sudah habis ma."katanya sambil tersenyum."Anak pintar, mau nambah sayang?"tanyaku pada Nindy."Nindy udah kenyang ma. Ma, apa Nindy boleh bantuin mama?"tanya Nindy menatapku penuh harap."Nggak usah sayang, Mama nggak mau kamu capek Kamu nanti mewarnai sendiri dulu ya."Aku tidak mau Nindy harus kecapean karena membantuku. Yang aku inginkan hanyalah kebahagiaanmu."Nindy mewarnai dulu ya ma."kata Nindy berlari ke kamar dengan mata yang berbinar."Iya sayang."sahutku pada Nindy.Aku pun segera memulai pekerjaanku, aku segera menyetrika baju-baju itu. Sesekali aku menengok Nindy di kamar. Sudah 3 jam aku menyetrika dan itu baru berkurang dari setengah baju yang diantar ke rumahku. Aku berhenti sebentar karena harus mengurus rumah. Aku ke kamar Nindy dan menyuruh Nindy untuk mandi. Tapi saat aku membuka pintu kamar aku melihat mimpi sangat lelah sehingga aku tidak tega untuk membangunkannya.Akhirnya aku putuskan untuk membersihkan rumah terlebih dahulu.. Aku menyapu rumah dan halaman lalu aku memasak untuk makan malam sekalian. Aku tidak mau nanti mas Arman sampai marah lagi di depan Nindy. Setelah semua selesai aku kembali ke kamar Nindy. Nindy terlihat sudah bangun dan menggeliat. Aku pun mendekatinya lalu mengelus kepalanya."Sayang bangun yuk sudah sore. mandi dulu yuk."kataku pada Nindy."Yuk ma. Tapi gendong. "jawab Nindy manja."Yuk mama gendong. "kataku sambil mengambil badan Nindy untuk aku gendong.Setelah memandikan Nindy aku pun segera mandi. Lalu aku menyuapi makan. seperti biasa aku dan Nindy hanya makan sayur bayam hasil kebun samping rumah. Setelah selesai menyuapi Nindy aku pun kembali meneruskan pekerjaanku. Aku harus selesai nanti malam agar besok tidak terlalu terburu-buru jika mau diambil.Pukul 05.00 sore mas Arman pulang. Dia melihat ke arah ruang tv yang masih berantakan karena pakaian yang aku setrika."Marni kenapa ini berantakan semua. ngapain aja kamu seharian ngerjain pekerjaan rumah aja kamu nggak becus. Aku nggak mau tahu kamu harus rapiin ini. Setelah mandi dan makan aku mau nonton TV."kata mas Arman marah.Aku hanya bisa menahan air mataku. seharusnya dia bersyukur Aku mau membantunya mencari uang agar dapur ku tetap mengepul. Sikapnya yang seperti itu membuatku sangat muak. Benar kata ibuku dulu bahwa rumah tangga tidak cukup hanya bermodal cinta. Cinta saja tidak cukup membuatmu kenyang. Dan bodohnya aku baru sadar itu sekarang.Aku diam dan tetap meneruskan pekerjaanku. Beradu mulut dengannya sama saja mengganggu pekerjaanku. Aku melirik Nindy yang hanya diam saja menyaksikan pertengkaran kami. Saat sadar aku perhatikan dia tersenyum menolehku lalu berpamitan ke kamar.Aku segera menyelesaikan pekerjaanku jangan sampai nanti mas Arman marah-marah lagi gara-gara ruang tv berantakan karena pekerjaanku belum selesai.Tepat jam 09.00 malam aku selesai dengan pekerjaanku. Aku sangat lelah. Setelah membereskan pekerjaanku, aku menuju kamar Nindy untuk tidur. Belum sempat membuka pintu kamar mandi aku mendengar mas Arman memanggilku."Marni, pijitin aku sebentar. Rasanya badanku capek semua." aku hanya diam menatap mas Arman. Apa mas Arman tidak lihat kalau aku juga baru saja menyelesaikan pekerjaanku dan tentu saja aku juga sangat capek. Tapi demi menghindari pertengkaran akhirnya aku memilih mengalah. Setelah selesai aku berdiri dan ingin segera tidur di kamar Nindy tapi mas Arman menarik tanganku dan memintaku melakukan kewajibanku sebagai istrinya. Ingin rasanya aku menangis.Kapan suamiku akan mengerti keadaanku?Akhirnya aku selesai menjalankan kewajibanku pada mas Arman. Aku segera menuju kamar Nindy dan ingin segera beristirahat. Rasanya semua tulangku ingin lepas.Aku terbangun saat mendengar kumandang adzan subuh. Aku segera mandi dan berwudhu lalu membangunkan putri kecilku untuk segera mengambil wudhu dan menjalankan shalat subuh. Aku tidak pernah membangunkan mas Arman karena aku tahu dia pasti akan marah merasa tidurnya terganggu. Biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan."Ma, Nindy seneng banget Nindy bisa jadi anak mama." ujar Nindy sambil memelukku seusai menunaikan ibadah subuh. Aku pun membalas pelukannya dengan penuh kasih sayang."Mama juga bahagia sekali punya Nindy. Apa Nindy tahu, Nindy segalanya bagi Mama. Nindy sangat manis dan baik hingga membuat Mama bangga memiliki Nindy. tetap jadi anak baik ya sayang." kataku pada Nindy.Setelah memandikan Nindy, aku membangunkan mas Arman. Nindy sudah bersiap untuk sarapan. kemudian aku menyiapkan bekal untuk Nindy dan juga mas Arman. Aku selalu menyiapkan bekal untuk Nindy karena selain lebih sehat aku juga harus membatasi pengeluaranku. Akan lebih hemat jika Nindy membawa bekal dari rumah.Dan untuk mas Arman dia juga selalu membawa bekal dengan alasan masakanku lebih enak daripada makanan di kantor. untuk sarapan, bekal dan makan sore mas Arman selalu meminta harus ada ikan, ayam atau daging. selain itu dia akan marah dan menuduhku menghabiskan uangnya dengan sia-sia. Padahal untuk satu minggu pengeluaranku saja lebih dari 250 ribu. Itu belum jika semua kebutuhan rumah habis bersamaan. Contohnya seperti hari ini beras habis dan bersamaan dengan bumbu dapur dan gas juga habis. Kalau sudah begini aku juga yang harus putar otak agar dapurku tetap mengepul seperti kemauan mas Arman.Tak terasa sudah satu bulan aku bekerja sambilan pada pelanggan Mbak Rahmi. Hari ini aku akan menerima upahku selama 1 bulan. Memang di awal tidak pernah dijelaskan berapa upahku. Aku sudah sangat bersyukur mbak Rahmi mau memberiku pekerjaan ini. Sekarang aku sudah berhenti melaundry baju tetangga karena aku sudah tidak bisa lagi membagi waktu. Tepat pukul 01.00 siang mas Aris mengantarkan baju yang harus aku kerjakan hari ini sambil mengambil baju yang ia antar kemarin. Seperti biasa aku menyuruhnya untuk membantu mengangkat baju-baju itu ke ruang tv."Mbak ini ada titipan dari bos saya."kata mas Aris sambil menyerahkan amplop coklat padaku. aku yakin itu adalah amplop gajiku."Terima kasih ya mas, sampaikan juga terima kasihku pada beliau." kataku tersenyum.Setelah mas Aris pergi aku membuka amplop gajiku. Aku menghitung uang dalam amplop itu.Masya Allah, apa ini nggak salah. Aku kembali menghitung uang itu. Benar aku nggak salah ada 2 juta di dalam amplop itu. Ini benar-benar nil
Aku memutuskan untuk segera mencari pekerjaan karena aku yakin mas Arman tidak akan lagi memberikan nafkah untukku dan Nindy. aku harus kuat demi anakku. Aku pandangi wajah polos anakku yang sedang tertidur itu dengan hati yang pilu. Aku sudah menceritakan semua masalah kepada ayah dan ibu. Hebatnya mereka tidak menyalahkanku karena dulu sudah menolak pilihan mereka. Ayah dan ibuku yakin ini semua sudah digariskan oleh Allah dan kita sebagai hambanya harus bisa menjalani."Besok kamu jadi cari kerja Mar? Memangnya kamu sudah punya pandangan mau melamar kerja di mana?" tanya ibuku dengan lembut setelah aku keluar dari kamar Nindy."Kalau punya pandangan sih belum Bu. Tapi besok Marni akan coba melamar ke beberapa perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan sesuai kemampuan Marni. Tadi Marni sudah lihat beberapa iklan lowongan pekerjaan di web. Besok Marni akan coba ke sana untuk mencoba mengadu nasib." kataku yakin. "Semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan ya nak. Untuk masalah Nindy
Pagi ini aku pergi untuk memberikan berkas lamaranku ke beberapa perusahaan. Rencananya setelah selesai memasukkan beberapa lamaran nanti aku akan segera ke sekolahan Nindy untuk meminta surat pindah. Karena akan memakan waktu jika harus berangkat dari rumah ibuku nanti jadi aku putuskan untuk memindahkan Nindy di sekolah terdekat."Kamu Marni kan?"tanya seseorang yang wajahnya tidak asing bagiku."Iya benar. Maaf anda siapa ya?" tanyaku karena benar-benar lupa siapa dia. Yang kuingat hanya wajahnya sangat familiar."Kamu lupa ya aku Mira." katanya dengan sedikitnya cemberut."Miraa.. kamu Mira Adelia bukan?" katanya aku memastikan penglihatanku. Karena di hadapanku sekarang adalah seorang gadis cantik yang sangat sempurna." Iya benar kamu masih ingat kan?" katanya sambil tersenyum." Iya aku ingat cuma aku tadi sedikit pangling karena kamu sekarang sangat cantik. Kamu sangat berbeda dengan yang dulu." kataku takjub."Iya dulu aku sangat gemuk dan juga cupu sehingga sering di bully b
"Iya Bu benar. Mira menawarkan pekerjaan padaku. Kata Mira dulu dia mencari ke rumah kita yang lama beberapa kali tapi tidak pernah bertemu denganku. Dan tadi dia sangat bahagia bertemu denganku begitupun aku bahagia bertemu teman lama apalagi dia memberi ku kejutan besar seperti ini. Siapa yang tidak bahagia." kataku dengan mata berkaca-kaca."Kamu pantas mendapatkannya nak. Inilah jawaban doa-doa mu selama ini. Tuhan tidak tidur nak." kata ibuku sambil memelukku."Sebentar bu. Aku harus menghubungi Mira secepatnya agak posisi itu tidak terisi dengan yang lain." kataku cepat karena baru ingat kalau aku harus mengabari Mira secepatnya."Iya nak kabari Mira secepatnya sekarang." kata ibuku mendukungku."Baik bu." kataku segera masuk kamar karena ingin segera menghubungi Mira.***"Assalamualaikum.. Mira.. ini Marni. Apa pekerjaan yang kamu tawarkan tadi masih berlaku untukku?"kataku pada Mira begitu sambungan teleponku diangkat olehnya."Wa'alaikumsalam Marni. Iya kok masih. Besok kamu
"Marni, kita ke cafe yuk sudah lama kita tidak nongkrong bareng." kata Mira padaku."Boleh Mir. Aku juga kangen banget sama kamu. Banyak yang pengen aku obrolin sama kamu." kataku sambil tersenyum pada Mira."Aku tunggu di mobil ya. Kamu siap-siap aja dulu. Jangan lupa dandan yang cantik sekalian nanti kita jalan-jalan ke mall. Aku mau beli hadiah untuk anak kamu itung-itung dulu aku nggak datang pas acara kamu nikahan dan lahiran anak kamu." kata Mira sambil tersenyum."Nggak usah repot-repot Mir. Aku jadi nggak enak sama kamu. Sudah diberi kerjaan aja aku sudah sangat bahagia." aku tidak enak badan Mira karena selalu merepotkannya."Ehh ini untuk anakmu lho bukan untuk kamu Kamu jangan ge er dulu. Aku mau kenalan sama Nindy, masa iya sebagai Tante aku nggak bawa apa-apa. Apa nanti kata Nindy kalau tahu tantenya datang dengan tangan kosong. Sebentar aku mau ambil tasku dulu aku tunggu di mobil ya." kata Mira sambil bergegas pergi tanpa menggubris kata-kataku."Mira kamu selalu saja se
"Sebentar lagi aku akan mengirimkan surat dari pengadilan agama untuk mu mas. Jadi jangan pernah ikut campur lagi urusanku." kata-kata dari Marni masih terngiang-ngiang di kepalaku.Brengsek aku salah perhitungan. Sudah berani dia padaku. Tidak bisa di biarkan. Aku kira dengan mengancam Marni memulangkan dia pada ibunya dia akan takut padaku. Tapi nyatanya sekarang dia malah mempunyai pekerjaan yang mapan. Bahkan aku melihatnya semakin cantik saja dengan pakaian kerjanya.Kalau dibilang menyesal ya aku memang menyesal membiarkan Marni pergi ke rumah ibunya. Aku memang sengaja tidak menjemputnya aku ingin dia memohon padaku agar dijemput. Sejak kepergian Marni rumah jadi berantakan. Pakaian dan piring kotor di mana-mana. Bahkan sekarang pakaian kerja aku juga tidak pernah disetrika.Beberapa teman kerjaku bahkan mengejekku tidak becus jadi suami hingga ditinggal istri pergi ke rumah orang tuanya. Tapi aku menyangkal karena memang aku tidak bersalah. Marni saja yang terlalu boros tidak
"Wa'alaikumsalam." terdengar suara jawaban dari dalam rumah.Tak berapa lama pintu dibuka terlihat ibu mertua kaget melihatku di sini. Aku tersenyum menatap ibu mertua dan mengambil punggung tangannya untuk aku cium. "Apa kabar bu?Saya ke sini mau menjemput Marni dan Nindy. Dan ini saya membawa martabak kesukaan ayah. Oh ya bu, di mana Nindy?" pura-pura mencari Nindy padahal tidak pernah sekalipun aku memperhatikan anakku itu."Lebih baik kamu pulang sekarang. Dan jangan pernah lupa ingat ini baik-baik. Saya dan ayahnya Marni masih sanggup membiayai hidup Marni dan Nindy jadi kamu tidak perlu repot-repot membawa mereka pulang ke rumahmu kalau hanya kamu jadikan sebagai pembantu. Kamu bisa mencari pembantu di luar sana. Kami masih bisa memberi makan yang layak pada anak dan cucu kami." kata ibu mertuaku tegas padahal selama ini dia tidak pernah menjauhi urusanku dengan Marni."Ada siapa bu?"terdengar suara ayah mertua dari dalam."Tidak ada siapa-siapa yah. Ini hanya ada yang orang ya
"Mas , besok Nindy harus bayar uang buku pendamping" kataku pada mas Arman. "Ya bayarlah.. kamu kan tiap bulan juga udah aku kasih uang? Aku kasih kamu 1 juta lho. Setengah dari gaji yang aku dapat." Bentak mas Arman. Kalau sudah seperti ini aku hanya bisa diam. Aku menikah dengan mas Arman 6 tahun yang lalu. Dan selama 6 tahun ini aku harus putar otak agar dapurku tetap mengepul. Bagaimana tidak mas Arman memberiku 1 juta untuk semua kebutuhan rumah. Dia selalu mengatakan aku harus bersyukur dia memberiku setengah dari gajinya padahal aku hanya di rumah mengurus rumah saja. Dia yang capek bekerja harus rela membagi upahnya padaku. Itulah yang dia katakan setiap kali aku mengatakan kalau uang dapurku habis. Untuk menghindari pertengkaran dengan mas Arman aku membuka jasa laundry untuk ibu - ibu di sekitar rumah. Aku bahkan juga menanam sayuran di pekarangan untuk makan kami , tepatnya makan aku dan Nindy karena mas Arman tidak suka sayur. Mas Arman selalu makan dengan ayam , ikan
"Wa'alaikumsalam." terdengar suara jawaban dari dalam rumah.Tak berapa lama pintu dibuka terlihat ibu mertua kaget melihatku di sini. Aku tersenyum menatap ibu mertua dan mengambil punggung tangannya untuk aku cium. "Apa kabar bu?Saya ke sini mau menjemput Marni dan Nindy. Dan ini saya membawa martabak kesukaan ayah. Oh ya bu, di mana Nindy?" pura-pura mencari Nindy padahal tidak pernah sekalipun aku memperhatikan anakku itu."Lebih baik kamu pulang sekarang. Dan jangan pernah lupa ingat ini baik-baik. Saya dan ayahnya Marni masih sanggup membiayai hidup Marni dan Nindy jadi kamu tidak perlu repot-repot membawa mereka pulang ke rumahmu kalau hanya kamu jadikan sebagai pembantu. Kamu bisa mencari pembantu di luar sana. Kami masih bisa memberi makan yang layak pada anak dan cucu kami." kata ibu mertuaku tegas padahal selama ini dia tidak pernah menjauhi urusanku dengan Marni."Ada siapa bu?"terdengar suara ayah mertua dari dalam."Tidak ada siapa-siapa yah. Ini hanya ada yang orang ya
"Sebentar lagi aku akan mengirimkan surat dari pengadilan agama untuk mu mas. Jadi jangan pernah ikut campur lagi urusanku." kata-kata dari Marni masih terngiang-ngiang di kepalaku.Brengsek aku salah perhitungan. Sudah berani dia padaku. Tidak bisa di biarkan. Aku kira dengan mengancam Marni memulangkan dia pada ibunya dia akan takut padaku. Tapi nyatanya sekarang dia malah mempunyai pekerjaan yang mapan. Bahkan aku melihatnya semakin cantik saja dengan pakaian kerjanya.Kalau dibilang menyesal ya aku memang menyesal membiarkan Marni pergi ke rumah ibunya. Aku memang sengaja tidak menjemputnya aku ingin dia memohon padaku agar dijemput. Sejak kepergian Marni rumah jadi berantakan. Pakaian dan piring kotor di mana-mana. Bahkan sekarang pakaian kerja aku juga tidak pernah disetrika.Beberapa teman kerjaku bahkan mengejekku tidak becus jadi suami hingga ditinggal istri pergi ke rumah orang tuanya. Tapi aku menyangkal karena memang aku tidak bersalah. Marni saja yang terlalu boros tidak
"Marni, kita ke cafe yuk sudah lama kita tidak nongkrong bareng." kata Mira padaku."Boleh Mir. Aku juga kangen banget sama kamu. Banyak yang pengen aku obrolin sama kamu." kataku sambil tersenyum pada Mira."Aku tunggu di mobil ya. Kamu siap-siap aja dulu. Jangan lupa dandan yang cantik sekalian nanti kita jalan-jalan ke mall. Aku mau beli hadiah untuk anak kamu itung-itung dulu aku nggak datang pas acara kamu nikahan dan lahiran anak kamu." kata Mira sambil tersenyum."Nggak usah repot-repot Mir. Aku jadi nggak enak sama kamu. Sudah diberi kerjaan aja aku sudah sangat bahagia." aku tidak enak badan Mira karena selalu merepotkannya."Ehh ini untuk anakmu lho bukan untuk kamu Kamu jangan ge er dulu. Aku mau kenalan sama Nindy, masa iya sebagai Tante aku nggak bawa apa-apa. Apa nanti kata Nindy kalau tahu tantenya datang dengan tangan kosong. Sebentar aku mau ambil tasku dulu aku tunggu di mobil ya." kata Mira sambil bergegas pergi tanpa menggubris kata-kataku."Mira kamu selalu saja se
"Iya Bu benar. Mira menawarkan pekerjaan padaku. Kata Mira dulu dia mencari ke rumah kita yang lama beberapa kali tapi tidak pernah bertemu denganku. Dan tadi dia sangat bahagia bertemu denganku begitupun aku bahagia bertemu teman lama apalagi dia memberi ku kejutan besar seperti ini. Siapa yang tidak bahagia." kataku dengan mata berkaca-kaca."Kamu pantas mendapatkannya nak. Inilah jawaban doa-doa mu selama ini. Tuhan tidak tidur nak." kata ibuku sambil memelukku."Sebentar bu. Aku harus menghubungi Mira secepatnya agak posisi itu tidak terisi dengan yang lain." kataku cepat karena baru ingat kalau aku harus mengabari Mira secepatnya."Iya nak kabari Mira secepatnya sekarang." kata ibuku mendukungku."Baik bu." kataku segera masuk kamar karena ingin segera menghubungi Mira.***"Assalamualaikum.. Mira.. ini Marni. Apa pekerjaan yang kamu tawarkan tadi masih berlaku untukku?"kataku pada Mira begitu sambungan teleponku diangkat olehnya."Wa'alaikumsalam Marni. Iya kok masih. Besok kamu
Pagi ini aku pergi untuk memberikan berkas lamaranku ke beberapa perusahaan. Rencananya setelah selesai memasukkan beberapa lamaran nanti aku akan segera ke sekolahan Nindy untuk meminta surat pindah. Karena akan memakan waktu jika harus berangkat dari rumah ibuku nanti jadi aku putuskan untuk memindahkan Nindy di sekolah terdekat."Kamu Marni kan?"tanya seseorang yang wajahnya tidak asing bagiku."Iya benar. Maaf anda siapa ya?" tanyaku karena benar-benar lupa siapa dia. Yang kuingat hanya wajahnya sangat familiar."Kamu lupa ya aku Mira." katanya dengan sedikitnya cemberut."Miraa.. kamu Mira Adelia bukan?" katanya aku memastikan penglihatanku. Karena di hadapanku sekarang adalah seorang gadis cantik yang sangat sempurna." Iya benar kamu masih ingat kan?" katanya sambil tersenyum." Iya aku ingat cuma aku tadi sedikit pangling karena kamu sekarang sangat cantik. Kamu sangat berbeda dengan yang dulu." kataku takjub."Iya dulu aku sangat gemuk dan juga cupu sehingga sering di bully b
Aku memutuskan untuk segera mencari pekerjaan karena aku yakin mas Arman tidak akan lagi memberikan nafkah untukku dan Nindy. aku harus kuat demi anakku. Aku pandangi wajah polos anakku yang sedang tertidur itu dengan hati yang pilu. Aku sudah menceritakan semua masalah kepada ayah dan ibu. Hebatnya mereka tidak menyalahkanku karena dulu sudah menolak pilihan mereka. Ayah dan ibuku yakin ini semua sudah digariskan oleh Allah dan kita sebagai hambanya harus bisa menjalani."Besok kamu jadi cari kerja Mar? Memangnya kamu sudah punya pandangan mau melamar kerja di mana?" tanya ibuku dengan lembut setelah aku keluar dari kamar Nindy."Kalau punya pandangan sih belum Bu. Tapi besok Marni akan coba melamar ke beberapa perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan sesuai kemampuan Marni. Tadi Marni sudah lihat beberapa iklan lowongan pekerjaan di web. Besok Marni akan coba ke sana untuk mencoba mengadu nasib." kataku yakin. "Semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan ya nak. Untuk masalah Nindy
Tak terasa sudah satu bulan aku bekerja sambilan pada pelanggan Mbak Rahmi. Hari ini aku akan menerima upahku selama 1 bulan. Memang di awal tidak pernah dijelaskan berapa upahku. Aku sudah sangat bersyukur mbak Rahmi mau memberiku pekerjaan ini. Sekarang aku sudah berhenti melaundry baju tetangga karena aku sudah tidak bisa lagi membagi waktu. Tepat pukul 01.00 siang mas Aris mengantarkan baju yang harus aku kerjakan hari ini sambil mengambil baju yang ia antar kemarin. Seperti biasa aku menyuruhnya untuk membantu mengangkat baju-baju itu ke ruang tv."Mbak ini ada titipan dari bos saya."kata mas Aris sambil menyerahkan amplop coklat padaku. aku yakin itu adalah amplop gajiku."Terima kasih ya mas, sampaikan juga terima kasihku pada beliau." kataku tersenyum.Setelah mas Aris pergi aku membuka amplop gajiku. Aku menghitung uang dalam amplop itu.Masya Allah, apa ini nggak salah. Aku kembali menghitung uang itu. Benar aku nggak salah ada 2 juta di dalam amplop itu. Ini benar-benar nil
Setelah menjemput Nindy aku segera pulang ke rumah karena nanti siang mbak Rahmi akan mengirimkan baju-baju yang harus aku setrika dan aku packing. Aku sangat senang bisa mendapat pekerjaan ini. Mungkin dengan ini nanti aku bisa memberikan uang jajan pada Nindy.Tepat jam 01.00 siang, sebuah mobil box berhenti di depan rumahku. lalu seorang lelaki turun dan menyapaku yang sedang berada di teras menyuapinya Nindy makan."Selamat siang, Apa benar ini rumah Mbak Marni?"katanya lelaki itu padaku."Oh iya mas kebetulan saya Marni."sahutku."Ini Mbak saya mengantarkan baju dari pelanggan mbak Rahmi.""Ma Nindy makan sendiri aja."kata Nindy lalu mengambil alih piring yang kupegang."Terima kasih ya sayang.""Sini mas taruh di sini saja."kataku pada lelaki yang mengantar pakaian itu."Kalau begitu saya permisi ya mbak harus mengantar baju yang lain. Oh ya ini bisa saya ambil kapan ya mbak?" tanya lelaki itu memastikan."Mungkin besok jam segini lagi ya mas. Soalnya itu banyak banget dan saya
"Ngapain kamu pagi - pagi ngobrol di rumah tetangga. Punya anak nggak di urusin malah ganjen sama laki - laki!" bentak mas Arman saat aku sampai di rumah."Aku tadi mengantar bajunya udah disetrika ke rumah Mbak Rahmi mas, bukan sengaja ngobrol sama lelaki lain seperti yang kamu bilang." jawabku pelan karena tidak ingin pagi-pagi bertengkar dengannya."Itu urus anak kamu, dari tadi mandi tidak selesai. aku juga harus segera mandi dan pergi ke kantor." Aku berlalu tanpa menjawab kata-kata mas Arman."Sayang, sudah selesai belum mandinya?" tanya aku pada Nindy."Ma , Nindy pup. Nindy nggak bisa membersihkannya. Tadi Nindy sudah minta tolong papa tapi papa nggak mau." Kata Nindy dengan takut."Yuk , mama bantu bersihin. Kita harus segera berangkat ke sekolah." Aku tidak tahu lagi apa yang ada di pikiran mas Arman. Bisa-bisanya dia menolak membantu anaknya sendiri. Setelah memandikan Nindy, aku segera membawa Nindy ke kamar untuk membantunya memakai seragam. "Horeee.. kita jadi beli buku