Selena baru saja menyelesaikan laporan akhir bulan dengan timnya. Masih di meja bundar dengan laptopnya, ia mengambil ponsel di tengah meja. Melihat pesan baru dari Delia yang mengabari bahwa mereka dalam perjalanan kembali ke rumah.
[Tengkiu banyak, Delia. Cherylnya rewel gak? Biasanya jam segini udah minta tidur tuh bayi.]
Sebenarnya ia sungkan merepotkan sahabatnya itu, tapi Delia memaksa ingin makan siang bersama di restoran bersama Cheryl. Demi menjaga agar Delia tidak kesal, Selena keluar istirahat makan siang tepat pukul 12.00. Untungnya, ia tidak terlambat kembali dari makan siang.
[Aman. Ini sudah tidur di pelukanku. Lanjut kerja lagi, mom!]
Sebuah emoticon jempol dibuat pada akhir pesan Delia. Selena mengulum senyum dan meletakkan ponsel ke tempat semula. Merapikan tumpukan kertas di dekatnya, lalu menanyai satu-persatu staf-nya tentang progress pengerjaan laporan pribadi mereka.
"Sudah ada kabar dari Pak Harris, Bu? Kapan dia kembali dar
"Karina, ada apa dengan Indra? Kenapa kamu menghindarinya?" kejar Arjuna hingga ke pintu restoran."Nothing! Tolong jangan membuatku semakin muak, mas" jawab Karina setengah menjerit.Jeritan kecil Karina sontak mereka berdua terkejut, Arjuna tampak memandangi istrinya dengan heran. Karina bahkan menutup mulutnya dengan kedua tangan.Sempat terdiam di tempat masing-masing dalam hitungan detik, akhirnya Arjuna melangkah lebih dahulu mendekati mobil. Karina masih sibuk mengatur nafas dan rambutnya. Matanya sudah berembun, berusaha jatuhnya buliran itu dengan menengadah ke atas.Suara mesin mobil menyala membuat Karina membalikkan badan, berjalan menuju mobil. Membuka pintu dan duduk di sebelah Arjuna tanpa kata. Ia tahu, diamnya Arjuna pertanda marah. Dan, ia tak perlu bersusah payah membujuk, sebab suaminya hanya butuh waktu sendiri. Begitupun dia.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Perjalanan empat puluh menit terasa lebih lama karena keduanya t
Melissa bergerak malas di bawah selimut. Kakinya menelusup masuk ke kaki Arman. Pria berumur 50 tahun itu sedang sibuk dengan ponselnya setelah baru saja mereka berdua menikmati indahnya surga dunia. "Sini!" ajak Arman mengangkat kaki kirinya dan menjepit panggul Melissa dengan kedua kakinya. Melissa menenggelamkan tubuhnya yang terbilang mungil dibanding tubuh Arman. Menyesap aroma parfum Arman dengan perlahan dan mencium dada pria itu dengan lembut. "Sebentar, sayang. Sedikit lagi" kata Arman yang berbaring miring memeluk Melissa dan kedua tangan memegang ponsel. "Asistenmu rese, om. Tiap malam ganggu mulu" ujar Melissa manja. Ia sengaja meniup puting Armin. "Kalau gak ada dia, aku gak bisa pulang cepat dan menginap, sayang. Kamu juga paham, kan?" Tak lagi menyahuti ucapan sugar daddy-nya, Melissa kembali mengeratkan pelukannya. Hangatnya tubuh Arman begitu nyaman di kulitnya. Usainya boleh setengah abad, tapi tubuh Arman masih terli
'Argh! Macet lagi!' gerutu Roy sambil membanting gagang kemudi. Ia hanya punya waktu istrihat satu jam, ke rumah bertemu Lala, makan siang dan harus kembali ke kantor."Jam 13.00 harus sudah di kantor, ya, Roy"Melissa mewanti-wanti agar tidak terlambat kembali ke kantor. Ada jadwal pertemuan dengan calon klien di kantor. Jangan sampai calon klien menunggunya karena urusan pribadi.Kemacetan lalu lintas pada jam makan siang sebenarnya hal biasa. Roy pun hapal akan hal itu. Namun demi mengejar waktu, ia menjadi lebih pemarah. Belum lagi jam biologis perutnya tidak bisa diajak kompromi."Ah, sebaiknya Lala sudah datang lebih dahulu. Kalo gue harus menunggu lagi, gue kasih pelajaran tuh bocah!"Roy akhirnya lega setelah melewati seluruh lampu merah yang harus dilalui dalam perjalanan menuju rumah. Menaikkan kecepatan agar tiba lebih cepat dan mulai merancang menu makan siang di otaknya.'Apa si Lala gue suruh masakin mie instan aja kali, ya. Na
Bunyi dengung AC mengisi ruangan berukuran 5x7 meter itu. Menguatkan kesan sunyi bagi Selena yang duduk menunggu sejak 20 menit lalu. Ia sengaja datang lima menit lebih awal dari jadwal yang ditentukan oleh Ibu Linda. Tak ingin mengulang kesan negatif seperti pertemuan psikotes sebelumnya. Namun cukup lama duduk sendiri di ruangan khusus interview, Ibu Linda tak kunjung muncul.Kembali mengaktifkan layar ponsel dengan kedua jempolnya demi mengusir rasa bosan. Membuka aplikasi berbalas pesan dengan logo hijau dan memeriksa pesan terbaru di grup divisi kerjanya. Tidak ada pesan yang bersifat segera.Meski muncul sedikit rasa khawatir akan timnya melewati pagi tanpanya, Selena tetap optimis akan kemandirian setiap rekan kerjanya dalam menjalankan tugas pokoknya. Akhirnya, terdengar derit pintu dibuka sesaat setelah layar ponselnya padam."Selamat pagi, Selena! Senang melihatmu pagi ini!" seru Ibu Linda terdengar riang. Ia berjalan mendekati kursi tempat Selena dudu
Amarah sepertinya sudah berkumpul di ubun-ubun Roy. Pasalnya, ia baru saja menutup panggilan telepon dengan customer service bank tempat tabungannya terdaftar."Dana dalam rekening atas nama bapak sudah dialihkan seluruhnya ke rekening baru atas nama Cheryl oleh Ibu Selena, isteri bapak"Informasi yang diberikan oleh CS lengkap dengan tanggal pengalihan dana sangat membuat Roy terkejut bercampur marah. Ia merasa telah ditipu oleh Selena. Tak lagi mendengar kalimat penutup dari petugas bank, Roy memutus panggilan dan langsung menghubungi Selena. Sengaja memilih panggilan video agar isterinya itu mengetahui betapa marah dirinya."Perempuan kurang ajar! Benar-benar menyesal aku menikahimu!" bentak Roy setengah berteriak ke arah kamera."Ada apa, Roy?" tanya Selena terlihat bingung."Jangan pura-pura tidak tahu, Selena! Kami penipu! Kamu mencuri uangku!" sergah Roy semakin tidak sabar saat melihat wajah Selena yang tidak merasa bersalah.'Kenapa
"Duh, kenyang karena traktiran ibu asisten manajer yang baru beda, ya. Rasanya happy-nya dobel."Delia menyeka mulutnya dengan serbet sambil melempar senyuman jahil ke sahabatnya di seberang meja. Gelas berisi jus melon pun tak luput dari jemarinya."Apaan, sih, Del? Hanya makan malam biasa" ucap Selena ikut membersihkan mulut seperti sahabatnya.Makan malam kali ini memang traktiran Selena ke Delia. Semata-mata sebagai ucapan terimakasih karena sudah berusaha keras membuatnya nyaman sejak terusir dari rumah. Juga, dengan senang hati mengajak Cheryl tinggal di rumahnya selama Selena bekerja. Entah apa jadinya jika Delia tidak ada."Lagian, gaji asisten manajernya baru terhitung bulan depan. Maaf, ya, Del. Hanya bisa ajak kamu makan di restoran mahal ini pas jadwal gajian aja" sambungnya lagi diakhiri tawa renyah sambil menepuk punggung tangan Delia."Duh, kek baru kenal kamu sebulan dua bulan aja, Lena. I know you, baby" ucap Delia meyakinkan sahab
"Mas, dari mana? Aku nungguin, loh!" Karina tak lagi menyembunyikan rasa jengkel. Cukup baginya berpura-pura menikmati kebersamaan dengan Cheryl sejak siang. Lalu, suaminya pergi tanpa pamit mengikuti kepulangan Cheryl dan ibunya. Setidaknya itu informasi yang didapatnya dari petugas parkir."Maaf, sayang. Aku hanya memastikan Delia pulang dengan aman. Ada mobil yang mencurigakan menunggui mobil Delia di parkiran" terang Arjuna serius. Bahkan Karina menangkap rasa khawatir pada sorot mata suaminya. Bukan untuknya yang ditinggal begitu saja di restoran."So ... apa terjadi sesuatu?" Pada akhirnya Karina menelan rasa marahnya demi mendengar pengakuan jujur suaminya. Iya, tak perlu khawatir berlebihan."Mobil itu berhenti tak jauh dari rumah tempat Selena tinggal. Aku tak kenal mobil itu, pun pemiliknya""Dia tidak mengikuti Delia sampai ke rumah?" Akhirnya Karina ikut heran."Iya, sepertinya dia mengikuti Selena saja. Ada kemungkinan itu Roy. Kata ju
"Selama ini aku salah menilaimu, Selena! Kamu mengkhianati kepercayaanku! Kamu menjual cerita sedih ke pria ini untuk mendapat simpati, lalu hidup nyaman meski tidak bersamaku. Sepertinya tidak ada gunanya mempertahankan rumah tangga ini. Kita cerai!"Amarah tentu saja menggelegak dalam dada Roy. Menjumpai istrinya bermesraan dengan pria lain yang dikenalnya. Namun ia berusaha tampil tenang karena merasa mendapat bukti kuat untuk menceraikan Selena."Yang ditunggu akhirnya datang juga" seru Arjuna tak kalah tenang. Kini kedua lengannya sudah tersimpan di dada. Bahkan mengambil jarak sekitar satu meter dari Selena."Apa maumu, Roy?" Selena bertanya dengan air muka tak kalah datar. Seolah tidak perduli dengan emosi Roy yang tampak jelas akan meledak.Mendapat respon yang tidak seimbang, Roy memutar otak untuk menggiring pembicaraan ke topik awal. Perceraian."Ku rasa aku tidak perlu mengucap dua kali. Aku mau kita bercerai. Harapanku membuatmu sadar