Barbara mengikuti Veina memakai topeng tipis dengan raut wajah yang mirip dengan Veina.Tugasnya adalah menemui Tuan Liem.Veina menjelaskan supaya Barbara berhati-hati terhadap tuan Liem yang terkenal mata keranjang itu. Akan tetapi Barbara tidak perlu kuatir karena akan ada banyak pengawal yang akan mengawasi gelagat tuan Liem.Malam itu juga, Barbara berangkat bersama beberapa pria yang bertugas menjaganya. Ada sekitar dua mobil yang berangkat bersama Barbara dan semuanya adalah pengawal bodyguard dengan tubuh kekar.Barbara diberi tahu bahwa di lokasi transaksi juga sudah ada pengawal yang bertugas mengawasi pemindahan barang barang.Hari Barbara berdegup kencang. Ia tak menyangka akan terlibat semakin jauh dengan orang orang mafia ini. Meskipun ia tahu bahwa transaksi ini bukanlah transaksi ilegal, akan tetapi karena jumlah transaksi yang terlalu besar pasti membutuhkan pengawal dan pengawasan yang tidak main main.Berjalan menyusuri dek kapal yang
Veina terlihat sedikit panik saat menerima telepon dari seorang dokter pribadi yang menangani Vanessa. Dokter itu mengatakan bahwa Vanessa dalam keadaan melemah.Untuk itu ia menyerahkan tugas kepada Barbara dengan cepat dan segera berangkat ke Australia malam itu juga.Di perjalanan, Veina menghubungi Ovan."Ovan, setelah kau memeriksa barang barang itu, awasilah wanita bersama Tuan Liem. Jangan sampai Tuan Liem melakukan sesuatu padanya dan kau akan menyesali seumur hidupmu," kata wanita itu dan menutup telepon dengan cepat."Hah! Apa apaan? Selalu saja mengancam dan mengintimidasi? Kenapa aku harus menyesal seumur hidup?" Untuk itu Ovan berjalan menyusuri pesta kecil yang dinikmati sebagian besar orang orang suruhan Nyonya Vein dan juga Tuan Liem.Sampai ia melihat pengawal utama Nyonya Vein yang sedang mabuk di sebuah kursi."Keterlaluan, bagaimana mereka sampai mabuk seperti ini?" gusarnya dan mempercepat langkahnya menuju sebuah tempat dimana Tuan
"Ovan...kaukah itu?" Barbara semakin mengumpulkan kesadarannya. Ia berusaha keras untuk meyakinkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi.Kali ini Ovan sungguh penasaran dan melepaskan karet tipis yang menutupi wajah Barbara."Kau sungguh...Barbara?" gumamnya dan ia tak bisa lagi mengelak dari kenyataan itu.Terlihat wajah cantik Barbara yang terlihat tirus. Ditambah lagi sorot mata yang masih sayu akibat pengaruh obat bius di tubuhnya.Ovan tak kuasa lagi, lalu ia memeluk Barbara dengan sangat erat."Ini sungguh gila! Bagaimana mungkin kau melakukan semua ini? Bagaimana mungkin?" Terbayang dalam pikirannya bagaimana ia harus melalui banyak hal untuk menyelamatkan Barbara dari Tuan Liem. "Apa yang terjadi sebenarnya?" Ia mulai teringat Nyonya Vein, wanita itu mengatakan bahwa jika ia tidak mengawasi dengan baik wanita utusannya maka ia akan menyesal selama hidupnya.Gigi geraham Ovan mengerat, ia merasa Nyonya Vein sangat keterlaluan."Wanita gi
Ovan terkejut, bagaimana mungkin Barbara akan tahu perihal Vanessa?Lalu Ovan menggenggam tangan Barbara, "Siapa yang memberitahu soal Vanessa? Apakah Nyonya Vein?""Tidak, Nyonya Vein bukanlah orang yang berhak tahu urusan pribadiku. Selain itu, tidak penting untuk tahu siapa yang telah memberitahukan aku.""Oh ya, aku sangat senang bisa bertemu denganmu, meskipun, andai saja kamu memang tidak berniat untuk bertemu denganku lagi, aku sungguh bersyukur kamu baik-baik saja. Aku hanya ingin mengatakan bahwa kamu tidak perlu merasa terbebani karena menikahiku. Anggap saja semua itu tidak pernah terjadi dalam hidupmu. Akan tetapi jangan pernah menjauh dan pergi tanpa memberiku kabar. Karena aku tidak bisa melupakanmu, karena aku tidak pernah tidak mengingatmu sedetikpun."Rasa hati Ovan meremang. Ia tak pernah tahu ada seorang wanita yang berjuang menemuinya hanya untuk mengatakan bahwa dia merindukannya. Melihat pandangan Barbara yang jernih, senyuman yang indah, O
Vanessa terbaring lemah di pembaringan. Akan tetapi ia bisa melihat siapa yang datang ke ruangannya. Ia bisa melihat Ovan berada di ruangan tersebut."Ovan, kamu datang melihatku?" lirih Vanessa, dan gadis itu berusaha melihat Ovan sementara pandangannya sering kabur."Hmm, aku di sini, Vanessa. Aku melihatmu sekarang.""Bisakah kamu lebih dekat di wajahku?" kata Vanessa lagi. Ia ingin meraba wajah Ovan sekarang ini.Dan setelah Ovan mendekatkan wajahnya, Jemari Vanessa meraba permukaan wajah Ovan dengan lembut, membuat hati Barbara mencelos melihatnya. "Tapi, apa kamu bersama seseorang?" tanya Vanessa karena melihat Barbara berdiri mematung melihat mereka berdua."Ya, aku bersama Barbara."Vanessa terkejut, ia membeku lalu berkata, "Bar-bara...dia...kakak perempuanku bukan?"Suasana sedikit tegang, Ovan belum bercerita tentang siapa Vanessa ini sebenarnya."Hmm," jawab Ovan lemah, nyaris tak terdengar. Sementara Barbara belum mengerti apapu
Barbara menatap lekat manik mata Vanessa yang redup.Gadis itu terlihat lemah dan menyedihkan. Kulitnya pucat tak bercahaya. Ia membayangkan penderitaan gadis yang jauh lebih muda darinya ini. Memiliki penderitaan, kesakitan dan mungkin hatinya juga sangat terluka.Hanya saja, senyuman gadis ini membuatnya terkagum seketika, bahkan ia berusaha memahami perasaannya?"Apa maksudmu dengan pergi, Vanessa?" lirih Barbara mencoba memahami."Aku...aku merasa tak akan lagi hidup di dunia ini. Lihatlah, dokter tidak mampu melakukan yang lebih dari kehendak Tuhan, aku tahu ini hanya menunda usiaku untuk bertemu denganmu. Aku senang, aku bahagia karenanya...aku tak akan menyesal lagi.""Tidak, jangan katakan itu, kamu harus sehat dan memiliki kehidupan. Sudah cukup bagiku untuk melihatmu seperti ini, bagaimana mungkin aku membiarkan kamu pergi. Ayolah, kamu harus bersamaku, jangan katakan bahwa kamu akan pergi dari kami. Tidak mungkin!" Barbara memeluk Vanessa. Ucapan
"Barbara, kamu sudah keterlaluan. Bagaimanapun dia adalah ibumu," kata Ovan membela Nyonya Veina."Dan kamu? Kamu adalah lelaki yang dibayar mahal untuk membuatku hancur. Sekarang ini aku benar-benar hancur olehmu, apalagi yang bisa aku lakukan?" cecar Barbara. "Aku ditipu dengan cinta dan pernikahan, dan aku ditolak mentah-mentah karena kebodohanku, apakah aku harus bertahan? Tidak, tentu saja itu tidak mungkin bagiku."Mereka semua terdiam, hingga dikejutkan seorang perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh."Nyonya, Vanessa kritis," kata perawat itu yang membuat mereka berlarian ke tempat ruangan Vanessa yang sedang dilakukan perawatan darurat.Wajah cemas terukir di wajah Nyonya Vein, Ovan dan juga Barbara. Sampai sepuluh menit lamanya akan tetapi tak kunjung membaik. Hingga akhirnya pada menit ke tujuh belas Vanessa sadarkan diri.Barbara dan juga Nyonya Vein bernapas lega. Mereka masuk menemui Vanessa."Ibu... terimakasih telah menemukanku, terimak
Ovan memutuskan untuk kembali ke Indonesia mengantar kepulangan Barbara.Bagaimanapun ia telah melakukan banyak sekali kesalahan pada wanita itu, ia sadar Barbara pasti terluka karenanya.Sementara itu hati Barbara berdebar-debar mengingat Ovan berniat untuk kembali dan tidak mau bertahan di sisinya. Ia terluka, merasa tak pantas dicintai, merasa kehilangan percaya diri.Barbara melepaskan kalung safir ungu milik Ovan yang masih ia kenakan."Ini adalah milikmu, dan aku mengembalikannya kepadamu," kata Barbara pelan. Ia menyerahkan kalung tersebut di tangan Ovan."Jangan, aku memberikan ini untukmu, Barbara. Kalung ini sangat cocok untukmu. Aku tidak akan mengambilnya, selama-lamanya.""Tidak, ini adalah kalung peninggalan ibumu. Kalung ini sangat berharga untukmu, aku tidak akan mengambil apa yang bukan milikku.""Ah, kenapa kamu menolak pemberianku? Aku memberikan kepada orang yang paling penting dalam hidupku."Hati Barbara tiba-tiba menghangat