Pagi hari berikutnya, Vania tampak sedang sibuk memasak di dapur sambil bernyanyi ria. Setelah ia mengungkapkan perasaannya kepada sang suami, ia menjadi lega dan keduanya jadi tidak canggung lagi. Vania bertekad akan mulai perhatian dan menjadi istri yang baik untuk Aditama—membalas semua kebaikan yang telah dilakukan olehnya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang melingkar di perut dan kemudian sebuah dagu mendarat di bahu sebelah kanan setelahnya.Seketika Vania menghentikan kegiatan memasaknya sejenak, menoleh ke belakang dan mendapati Aditama tengah memeluknya dari belakang. "Tama ... kamu mengagetkanku saja!" decak Vania. Aditama hanya menyunggingkan senyum sambil masih memeluk sang istri yang sekarang telah berubah perhatian kepadanya. "Pergi lah, mandi, Tam." ucap Vania, kemudian ia melanjutkan kegiatan memasaknya. Mendengar hal itu, rahang Aditama mengeras. "Bagimana jika ... kita mandi bersama saja?" balas Aditama dengan sebelah alis terangkat. Son
Setelah selesai bicara dengan Ricard, Vania menoleh menatap Aditama. Detik berikutnya, ia berhambur ke arah sang suami dan memeluknya dengan erat yang langsung dibalas pelukan Aditama. "Makasih, Tama ... karena berkat kamu ... aku bisa membuat perusahaan kakek bekerja sama dengan Gandara corporation." ujar Vania seiring pelukan pada tubuh sang suami semakin mengketat. Dia kemudian menambahkan. "Pasti, kakek akan senang sekali setelah mengetahui kabar ini ... akhirnya ... aku juga tidak jadi dipecat dan akan kembali bekerja di perusahaan kakek." Mendengar hal itu, Aditama menyunggingkan senyum. Tiba-tiba rahang Aditama mengeras. Dia kemudian berkata. "Pasti, seluruh anggota keluarga kita juga akan kaget setelah mengetahui kabar ini, Van dan tidak menyangka jika perkataanku waktu itu menjadi kenyataan lagi." "Dan mereka sudah tidak bisa berkutik, mereka tidak akan bisa meremehkanmu dan juga tidak bisa terus-terusan menyudutkan kita sebagai penyebab kekacauan yang terjadi.
Nama Bella terpampang di layar ponsel. Ternyata sang kakak sepupu yang menghubunginya. "Ada apa Kak Bella menghubungiku?" Vania bertanya-tanya. Ia pun segera menerima panggilan masuk tersebut dan menempelkan ponsel di telinga. "Hallo, Kak Bella. Ada apa Kak Bella menghubungiku?" tanya Vania begitu panggilan terhubung. "Aku hanya mau mengabarkan kepadamu Van jika kakek sudah diperbolehkan pulang." Mendengar hal itu, mata Vania melebar. Detik berikutnya, ia tersenyum seraya menghela nafas lega.Seketika ia mengucap syukur dalam hati. Akhirnya ... sang kakek diperbolehkan pulang juga. "Syukur lah kalau begitu, Kak. Aku senang mendengarnya."Vania lalu mengerutkan kening. "Oh ya, Kak ... ngomong-ngomong ... aku dan Aditama harus ke rumah sakit dulu atau bisa langsung ke rumah saja untuk menjenguk kakek?" tanya Vania lagi. "Kamu dan Aditama bisa langsung ke rumah saja, Van karena sebentar lagi kami juga akan segera pulang." "Ah begitu, Kak ... baik lah ... aku dan A
Di kediaman keluarga Hermanto, saat ini, terlihat kakek Hermanto dan Bastian sedang duduk bersama di ruang makan. Pria tua itu baru saja pulang dari rumah sakit. Sementara anggota keluarga yang lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada pula yang sedang beraktivitas seperti hari-hari biasanya. "Ayah harus cepat-cepat mengembalikan uang Aditama. Ayah tak sudi menggunakan uang pria tak berguna itu!" ucap Hermanto tegas. Dia kemudian menambahkan. "Ayah juga tidak mau berhutang budi padanya hanya karena dia telah membayarkan biaya rumah sakit dan operasiku!" Bastian menoleh menatap sang Ayah mendengar hal itu, kemudian mengerutkan kening. "Sudah lah, Yah. Tak perlu diganti uangnya Aditama." sindirnya sinis. "Penyebab Ayah jadi seperti ini 'kan karenanya ... lagi pula ... dia belum pernah berkontribusi sedikit pun di keluarga ini! Yang bisanya hanya menjadi beban keluarga saja!" Hermanto mengerjap mendengar jawaban Bastian, balik menatap sang putra, mencerna perkataannya dal
Lalu, muncul Aditama dan Vania dari balik pintu setelahnya. Melihat kedatangan mereka berdua, Hermanto dan Bastian kompak mendecakan lidah, ekspresi wajah mendadak buruk, menandakan jika tidak senang dengan kedatangan mereka berdua. Akan tetapi, Vania dan Aditama tak mempedulikan respon sang paman dan kakek, memilih melanjutkan berjalan masuk ke dalam. Tiba-tiba Aditama dan Vania tersentak kaget, refleks menghentikan langkah saat melihat sosok Haryadi dan Edward. Lalu, mereka berdua saling pandang satu sama lain, seakan tengah menyamakan frequensi. Sedang apa mereka berdua di sini? Bukan kah ... hubungan antar dua keluarga tersebut telah bermusuhan? Alhasil, Vania pun langsung merasa cemas kalau-kalau mereka berdua akan memberitahu soal putusnya kerja sama antar dua perusahaan tersebut kepada Hermanto. Namun, melihat ekspresi wajah sang kakek saat ini, sepertinya Edward dan Ayahnya belum mengatakan hal demikian. Sementara Haryadi dan Edward tersenyum penuh arti ke
Vania dan Aditama berhasil membuat perusahaan keluarga Hermanto ... bekerja sama dengan Gandara corporation?! Selagi semua orang tengah terdiam kaget, Vania lanjut berkata. "Jika kalian tidak percaya ... aku akan menunjukan dokumen perjanjian kerja samanya." Vania lalu bangkit berdiri, menatap satu persatu semua orang yang ada di situ sambil mengangkat map berisi dokumen perjanjian kerja sama tinggi-tinggi di hadapan mereka semua.Melihat hal itu, membuat semua orang terbeliak kaget. Begitu pula dengan Haryadi dan Edward. Alhasil, mereka pun kompak termangu setelahnya. Kemudian, Vania menghadap Hermanto dan menyodorkan dokumen perjanjian kerja sama kepada sang kakek seraya berkata, "Kakek bisa membaca dan mengeceknya ... juga ... kalian semua." Hermanto menerima map yang disodorkan Vania dengan keadaan dirinya yang belum sepenuhnya sadar, lalu secara perlahan mulai membuka dan membacanya. Seketika para anggota keluarga Hermanto langsung mengerubungi sang kepala keluarga—hendak
Tentu semua orang tidak langsung percaya begitu saja mendengar hal itu. Akan tetapi, Aditama tidak mempedulikanya. "Terserah kalian mau percaya atau tidak ... aku tidak ambil pusing karena yang terpenting bagiku adalah ... perusahaan keluarga Hermanto telah menjalin kerja sama dengan Gandara corporation." ucap Aditama dengan tegas. Kemudian, ia pindah menatap Bastian untuk beberapa saat. "Dan sesuai janji Paman, jika hal itu terwujud. Maka, Paman tidak jadi memecat Vania dan harus kembali mempekerjakan Vania di perusahaan keluarga Hermanto!" kata Aditama lagi sambil membusungkan dada.Bastian terdiam mendengar hal itu. Seketika teringat dengan janjinya waktu itu. Begitu pula dengan semua orang.Di saat ini, Vania berujar, "Aku tahu ... kalian semua tidak percaya," Kemudian, ia menghela nafas berat. "Aku harus bagimana ... aku harus menunjukan bukti apa lagi kepada kalian ... biar kalian percaya jika perusahaan kita telah bekerja sama dengan Gandara corporation?" Semua orang k
Vania kembali menatap Bastian. "Bisa," jawab Vania dengan dingin setelah terdiam sebentar. Tak terlihat ada keraguan sedikit pun pada ekspresi wajah dan ucapannya itu. Bastian mengerjap diikuti oleh yang lain. Setelah mengatakan hal itu, Vania langsung merogoh tas, mengeluarkan ponsel dari dalam sana dan kemudian langsung menghubungi wakil direktur Gandara corporation melalui pesan. Sebenarnya Vania merasa agak cemas jika wakil direktur tidak langsung membalas pesannya—apalagi dirinya bukan orang penting yang pesannya harus segera dibalas saat itu juga. Akan tetapi, kecemasan Vania tak berlangsung lama karena pesannya ternyata langsung dibalas oleh sang wakil direktur. Hal tersebut tentunya membuat Vania kegirangan bukan main. Namun di sisi lain, ia merasa ... heran.Kenapa seorang wakil direktur perusahaan konglomerat multinasional langsung membalas pesannya?Padahal ... ia bukan orang penting dan berpengaruh! Akan tetapi, Vania buru-buru menggelengkan kepalanya, tak ma