Semua orang seketika panik, apalagi ketika melihat wajah Haryadi Bintoro menggeram. Memancarkan kemarahan hebat. Seluruh anggota keluarga Hermanto pun langsung berusaha memperingati Aditama. Jika Haryadi Bintoro sampai murka, maka perjanjian bisnis antara keluarga Hermanto dan keluarga Bintoro benar-benar akan berakhir!"Aditama! Kamu akan berakhir mengenaskan ... kamu tahu? Keluarga Bintoro memiliki hubungan dengan Gandara Group! Dan keluara Bintoro bisa membuat kita semua menderita!" Bastian berseru lagi seraya menunjuk muka Aditama. Dia kemudian menambahkan. "Cepat minta maaf kepada Pak Haryadi sekarang dan bilang, jika kau benar-benar menyesal karena telah melakukan hal itu kepada Pak Haryadi!"Aditama menoleh menatap Bastian sambil berdecih. Meminta maaf? Merasa begitu menyesal dengan apa yang tengah ia lakukan kepada Haryadi Bintoro?Tentu saja ia tidak sudi melakukannya! Kenapa juga ia harus melakukan hal tersebut? Ia tidak merasa bersalah sedikit pun. Justru, ia sedang
"Heh, Aditama! Kau pikir kau adalah pemilik Gandara Group? Presdir Gandara Group?!" Edward tertawa sambil berkacak pinggang."Yang bisa melakukan hal itu dengan begitu mudah!" kata Edward lagi, diikuti tertawaan semua orang yang ada di situ setelahnya. Haryadi Bintoro memicingkan pandangan. "Astaga ... selain kau begitu bodoh! Ternyata, kau juga pintar mengkhayal ya, Aditama." sambung Haryadi Bintoro dengan tawa sinis sambil geleng-geleng kepala. Dia kemudian menambahkan. "Pantas saja. Kau dijuluki sebagai menantu tidak berguna. Ternyata kerjaanya cuma mengkhayal saja." "Jangan mentang-mentang kau mengenal Pak Fernando ... lalu kau bisa membohongi kami sesuka hatimu, Tama!" sambung Bastian mendukung Edward dan Haryadi Bintoro. "Tapi, jangan harap kami akan percaya dengan omong kosongmu! Karena hal itu ... begitu mustahil!" lanjut Bastian. Mendengar itu, Edward dan Haryadi Bintoro mengerutkan kening, kemudian menoleh dan menatap Bastian. Meminta penjelasan mengenai ucapannya baru
Tiba di dekat motor yang terparkir di halaman rumahnya Haryadi Bintoro, Vania langsung melepaskan tangan dengan paksa dari genggaman tangan Aditama.Hal tersebut membuat Aditama terkejut dan balik badan. Vania lalu menatap Aditama tajam. "Tama! Jelaskan kepadaku ... apa maksud dari perkataanmu tadi di dalam?!" pekik Vania tertahan. Dia kemudian menambahkan. "A-ku sungguh tak paham denganmu, Tama! A-a-pa kamu ... sudah gila, hah!? K-kamu ... " Vania seketika terbata, tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Mendadak, ia merasa tidak karu-karuan. Geregetan pula dengan sang suami. Alhasil, ia pun memilih memalingkan muka sambil mengurut keningnya. Sementara Aditama menatap Vania lembut. Tidak terlihat tersinggung sedikit pun dengan kekesalan yang sedang ditunjukan Vania kepadanya. Selagi Vania tengah mengurut kening, Aditama mengeraskan rahang. Dia kemudian berkata. "Kamu kecewa dengan Pamanmu yang telah memecatmu dari perusahaan, 'kan, Van?" tanya Aditama dengan hati-hati.Ucapan Adita
Sementara itu, ketika seluruh anggota keluarga Hermanto telah tiba di kediaman Kakek Hermanto, Bastian langsung marah-marah di hadapan anggota keluarganya sebab perjanjian bisnis antara keluarga mereka dengan keluarga Bintoro telah berakhir."Jika Ayah sudah pulih dan membaik, pulang ke rumah ini ... pasti dia akan marah besar jika mengetahui keluarga kita sudah tidak bekerja sama dengan keluarga Bintoro lagi!" seru Bastian, yang membuat semua orang yang ada di situ terdiam dan memilih menundukan kepala. Mereka begitu menghormati dan menghargai Bastian sebagai sosok pengganti Kakek Hermanto di keluarga tersebut. Bastian terus mondar mandir dengan gelisah di ruang tamu dengan wajah mengeras. Ia sedang kalut bukan main karena selagi sang Ayah tidak bisa mengurus masalah perusahaan, maka, dia lah orang yang bertanggung jawab penuh atas hal tersebut. Apalagi ia adalah presiden direktur perusahaan keluarga Hermanto. Bastian lalu menatap Aditama dan Vania secara bergantian dengan tajam
Aditama dan Vania tampak berdiri di depan sebuah rumah kecil, tengah menunggu sang tuan rumah membukakan pintu untuk keduanya. Ketika mendapati pintu telah dibuka, membuat Aditama dan Vania menoleh dan menampilkan seorang wanita paruh baya dengan ekspresi wajah yang langsung berbinar-binar dari balik pintu kala melihat siapa yang datang. "Aditama ... " pekiknya riang sebelum kemudian pindah menatap Vania. "Vania ... " pekiknya lagi. "Ibu ... " balas Vania, ekspresi wajahnya mendadak sendu.Lalu, secara refleks, keduanya langsung berpelukan dengan erat dan saling mengusap punggung satu sama lain. Wanita paruh baya itu tak lain dan tak bukan adalah Sophia, ibunya Aditama. Hari itu, Aditama dan Vania mengunjungi sang ibu karena hendak memastikan keadaanya semenjak keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi. Sementara Aditama memilih terdiam di tempat, membiarkan keduanya melakukan hal tersebut.Pemandangan itu ... membuat Aditama terenyuh.Walau selama ini sikap Vania terke
Tiba-tiba kening Edward berkerut, kemudian matanya memicing dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin ... itu tidak mungkin!Pasalnya, ia merasa tidak bertemu dan tidak ada menyinggung satu pun seseorang berpengaruh belakangan ini. Dan ... pihak Gandara corporation mengatakan hal demikian?Tentu saja ia merasa begitu heran mendengar hal itu dan langsung membantah karena ia merasa belum pernah bertemu dengan pewaris keluarga Gandara sebelumnya. Soal perkataannya kepada Kakek Hermanto pada saat berada di hotel Gandhi Life jika ia mengenal pewaris keluarga Gandara, itu hanya karena semata-mata mau mengambil hati dan membuat Kakek Hermanto supaya senang saja. Sebenarnya, ia sama sekali belum pernah bertemu dengannya.Ia berpikir, perusahaan keluarganya bekerja sama dengan Gandara corporation. Maka, pasti, suatu saat nanti ia akan bisa bertemu dengan pewaris dari keluarga kaya raya tersebut.Maka dari itu, ia berani berkata demikian kepada Kakek Hermanto waktu itu. Dan tanp
Haryadi Bintoro dan Edward keluar dari ruangan wakil direktur Gandara corporation dengan perasaan carut marut. Hancur sudah perusahaan keluarga Bintoro karena Gandara corporation memutuskan kerja sama secara sepihak.Haryadi Bintoro tidak tahu apa yang terjadi dengan perusahaannya setelah ini.Di sisi lain, ia merasa masih ada yang mengganjal dengan semua ini dan ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba Edward melambatkan langkah kala teringat sesuatu. Dia kemudian berkata sambil mensejajarkan langkah sang Ayah. "Pa ... apa menurut Papa ... hal ini ada kaitannya dengan ... perkataan Aditama ... suami sampahnya Vania ... kemarin malam itu?" kening Edward berkerut, ingin mendengar pendapat sang Ayah mengenai hal tersebut. Seketika Haryadi Bintoro menghentikan langkah mendengar hal itu dan langsung menghadap Edward yang membuat Edward juga ikutan menghentikan langkah.Haryadi Bintoro lalu menatap sang anak untuk beberapa saat dan mencerna apa yang baru saja dikatak
Sementara itu, di ruangan Presiden Direktur perusahaan keluarga Hermanto, sang Presiden Direktur yang tak lain dan tak bukan adalah Bastian tengah tertegun sebab mendengar apa yang barusan Haryadi Bintoro dan Edward ceritakan. Bastian terkejut bukan main mendengar cerita soal perkataan Aditama ketika berada di rumah mereka berdua yang katanya benar-benar menjadi kenyataan.Namun, tiba-tiba ia mengerjap kala teringat dengan perkataan Haryadi Bintoro dan Edward yang lain, jika Gandara corporation telah memutuskan kerja sama dengan perusahaan mereka. Sementara Haryadi Bintoro dan Edward merasa semakin gelisah. Pasalnya, mereka tak mendapat informasi yang diinginkan dari Bastian karena ia juga tidak tahu banyak. Lalu, Bastian memperbaiki posisi duduk, menatap Haryadi Bintoro dan Edward bergantian dengan saksama. Dia kemudian berkata. "Jadi perusahaan kalian ... sudah tidak lagi bekerja sama dengan Gandara corporation?" tanya Bastian dengan senyum penuh arti di bibirnya sambil membusung