"Karena aku akan melamar kerja di tempat lain yang lebih baik dan gajinya juga lebih besar, Van." ucap Aditama memotong kalimat Vania yang membuat Vania seketika terdiam. Mendengar itu, Vania memicingkan matanya. "Kamu mau bekerja di mana, Tam? Kerja apa?" tanya Vania dengan alis tertaut. Rahang Aditama mengeras, lalu berkata. "Ada, Van. Tapi aku belum bisa cerita sekarang. Tapi aku janji, begitu semuanya telah selesai kuurus, aku akan langsung cerita kepadamu. Jadi, aku minta kepadamu untuk bersabar menunggu ya." Dia kemudian menambahkan. "Dan jangan mencemaskan apa pun ... yakin lah ... semua akan baik-baik saja, Van ... percaya padaku."Vania bergeming di tempat sambil masih menatap sang suami dengan lekat, tengah mencerna perkataannya. Akhirnya, setelah terdiam sesaat seraya menghembuskan napas berat, Vania mengangguk pelan dan berkata. "Baik lah. Aku akan menunggu dengan sabar dan akan mencoba percaya padamu, Tam."Mendengar ucapan Vania tak elak membuat Aditama tersenyum. "T
Evan langsung mencengkram kerah baju Aditama sambil mendelik. "Jelaskan kepadaku ... kenapa kau bisa membuatku dan Boss Chris dipecat?!" Evan berseru marah.Mendengar hal itu, mata Aditama melebar. Begitu juga dengan Vania. Detik berikutnya, terbit senyum di bibir Aditama. Sementara Vania langsung menatap Aditama dengan tatapan tidak percaya, refleks membekap mulutnya, mencerna apa yang baru saja Evan katakan dalam waktu sepersekian detik. Apa!? Vania pun tercengang. Bahkan, suaminya kali ini bisa membuat seorang mandor dan atasanya dipecat?Bagimana mungkin!? Selagi Vania tercengang, Aditama angkat bicara. "Benar kah ... kalian berdua ... dipecat?!" Aditama mengulangi perkataan Evan. Memastikan ia tidak salah dengar. Aditama juga berpura-pura terkejut mendengar hal itu. Padahal, memang dirinya lah yang membuat mereka berdua dipecat. Evan pun mendengus dingin. "Tidak usah berlagak tidak tau kau, Aditama!" ucapnya dengan gigi gemeretak, suaranya meninggi dan wajahnya mengeras,
Aditama mengerutkan kening mendapati Vania terana."Van ... " panggil Aditama. Namun, panggilan itu tak menyadarkan Vania dari lamunannya. "Vania ... ayo kita masuk ke dalam." kata Aditama lagi yang membuat Vania baru tersadar pada akhirnya, gelagapan untuk sesaat sebelum kemudian langsung menatap Aditama. Lalu, Vania mendekat, berdiri tepat di hadapan Aditama, memegangi pipi sang suami seraya menatapnya lekat. Dia kemudian berkata. "Kamu ... beneran Aditama 'kan?" tanya Vania dengan hati-hati. Seperti hendak memastikan bahwa sosok pria yang sedang berdiri dihadapanya itu adalah benar-benar suaminya. Mendengar itu, Aditama menautkan alis. "Memangnya kenapa?" Aditama balik tanya. Dia kemudian menambahkan. "Aku Aditama ... suami kamu, Van." Vania terpana lagi. "Benar kah?" ucapnya dengan terbata. Aditama tak elak geleng-geleng kepala mendengar itu sembari tersenyum. "Aku beneran Aditama, Van." Dia kemudian menambahkan. "Memangnya kenapa sih?""Dulu, kamu tidak akan seberani ini,
Aditama langsung memasang kuda-kuda, menatap mereka dengan tajam, mengepalkan tinju dan bersiap melawan ke enam preman tersebut.Jual beli pukulan dan tendangan dalam jarak dekat pun terjadi. BUGH! BUGH! BUGH! Aditama sigap menangkis, berkelit dan menghindari serangan.PLAK! PLAK! PLAK! Ia sedang bertahan, berkonsentrasi penuh, mencari titik lemah dan celah kosong.Ia masih belum mendapat celah untuk menyerang. Pasalnya, ia tengah dikeroyok, mereka mencecar serangan dari berbagai arah.Depan, belakang, atas, bawah, kanan, kiri yang dilakukannya dengan begitu cepat. Di saat itu, juga terdengar suara erangan, jeritan dan mengadu kesakitan. Sementara itu, ketua preman-preman itu yang bernama Erik memilih mejauh, menonton perkelahian tersebut sambil menghisap rokoknya dengan santai.Senyum licik tengah menghiasi bibirnya karena ia merasa begitu percaya diri jika anak buahnya akan dapat menghabisi Aditama, tanpa ia harus susah-susah mengotori tangannya sendiri.Akan tetapi, bebera
Vania terkejut kala melihat keadaan sang suami yang baru saja masuk ke dalam apartemen. "Kenapa dengan wajahmu?" tanya Vania dengan alis tertaut sambil bangkit dari duduknya. Kemudian ia mengamatinya dengan saksama. Belum sempat Aditama menjawab, Vania sudah bertanya lagi. "Dan bajumu ... astaga ... kenapa kotor begini." Akhirnya, setelah menghela napas berat, Aditama berkata. "Tadi sewaktu di jalan dalam perjalanan pulang, tiba-tiba aku dikeroyok oleh para preman, Van --"Belum sempat Aditama menyelesaikan kalimatnya, Vania telah melebarkan mata lebih dulu yang membuat Aditama menghentikan ceritanya sejenak. Selagi Vania tercengang, Aditama memilih menaruh plastik berisi makanan lebih dulu di atas meja. Lalu, ia balik menatap Vania lagi dan lanjut berkata. "Dan setelah aku berhasil melumpuhkan mereka semua ... aku tanya kepada ketua dari mereka ... dan dia memberitahuku kalau Edward lah yang telah menyuruh mereka untuk menyerangku."Sontak, Vania tambah semakin melebarkan matany
"Jika hal itu terjadi ... maka ... pasti keluargaku akan tambah semakin membenciku dan dirimu, Tam." Mendengar hal itu, Aditama menghela nafas berat. "Van ... apa pun itu ... aku akan selalu ada di sisimu ... aku pasti akan selalu membela dan mendukungmu ... aku tidak akan membiarkan kamu diperlakukan seperti itu. Tidak akan pernah!" ucap Aditama tegas seraya merapatkan tubuh sang istri ke tubuhnya dan mengusapnya dengan lembut. Vania terdiam, mencerna perkataan Aditama yang entah kenapa tiba-tiba seperti menyihirnya. Lagi-lagi, ia merasakan kehangatan kala mendengar kalimat Aditama tersebut. Vania mengangguk sembari tersenyum tipis, tak protes dengan apa yang tengah dilakukan Aditama kepadanya. Lalu, keduanya pun disibukan dengan makan malam bersama. **Keesokan harinya, di ruangan Haryadi Bintoro, Bastian tengah menghadap kepala keluarga Bintoro tersebut. Saat itu, Haryadi Bintoro murka sebab mendengar Bastian yang memohon kepada dirinya untuk membatalkan kerja sama antara p
Edward menatap Bastian dengan rahang mengeras. "Aku ingin menantu tidak berguna itu meminta maaf dan bersujud di kakiku!" ucapnya tegas dengan gigi gemeretak. Dia kemudian menambahkan. "Dan, suruh Vania untuk segera menceraikan suami parasitnya itu ... sial! kalau saja dia tidak datang pada malam itu dan mengacau semuanya ... mungkin ... aku sudah berhasil mendapatkan Vania!" "Itu mudah sekali Ed ... Paman akan meyakinkan Vania untuk segera menceraikan Aditama setelah ini." balas Bastian penuh keyakinan. "Dan Paman juga akan segera menyeret sampah itu ke hadapanmu, membuat dia minta maaf dan bersujud di kakimu!" kata Bastian lagi. Edward menatap Bastian untuk beberapa saat. "Lakukan tugasmu dengan benar atau Ayahku akan memutuskan kerja sama dengan perusahaan keluarga Hermanto!" ujar Edward lagi dengan nada dingin.Bastian mengangguk. "Pasti, pasti Paman akan melakukan syarat itu dengan baik, Ed. Paman janji, kali ini, tidak akan kacau lagi." ucapnya. Mendengar hal itu, Edward me
Namun Vania tidak kunjung menjawab, malah memalingkan muka dengan mata yang tiba-tiba memanas. Semua anggota keluarga Hermanto pun bergantian mendesak Vania karena Bastian telah menceritakan pembicaraanya dengan Edward dan Ayahnya tadi siang. Tentu saja, mereka akan melakukan berbagai macam cara untuk dapat meyakinkan Vania atau mereka akan kehilangan kesempatan emas dapat berhubungan dengan Gandara group. Selagi semua orang tengah ribut membujuk Vania dan menjelek-jelek an Aditama, tiba-tiba Aditama berdehem yang membuat suara ribut itu seketika terhenti dan perhatian semua orang berganti kepada Aditama. Aditama lalu membusungkan dada, menatap satu persatu anggota keluarga Hermanto dengan saksama sebelum kemudian berkata. "Kalian berusaha mati-mati an mempertahankan kerja sama dengan perusahaan keluarganya Edward ... karena ingin berhubungan dengan Gandara group?" tanya Aditama dengan sebelah alis terangkat. Mendengar hal itu, Bastian mendengus. Menganggap remeh pertanyaan Adi