Jelas Bastian tidak mau mengaku jika semua yang dibeli dengan menggunakan uang perusahaan sepenuhnya ia berikan kepada wanita selingkuhanya. Itu sama saja dengan ia cari mati. Kini ia masih percaya diri dan yakin jika perselingkuhananya tidak akan terbongkar. Namun tidak menutup kemungkinan jika hal itu akan terjadi mengingat kebusukanya menggelapkan dana perusahaan yang berhubungan dengan perselingkuhanya telah terbongkar. Ditambah, Haryadi juga memegang rahasia terbesarnya, hanya tinggal menunggu waktu saja Haryadi akan membongkarnya jika ia membuatnya marah. Kala memikirkan keadaan dirinya yang malah kian memburuk, terpojok, ia pun rasanya ingin mengamuk saja. Akan tetapi, ia merasa seseorang yang bisa membongkar perselingkuhanya dengan cepat adalah Haryadi. Maka dari itu, ia tidak boleh gagal menjalankan tugas darinya. Tugas mencari tahu identitas Aditama yang sebenarnya. Juga tentang keluarganya. Ini lah saatnya yang tepat. Ia sudah tak mempunyai banyak waktu lagi. Akhi
"Edward anjing!!!" teriak Mario tak sadar dengan pandangan masih tertuju pada layar ponsel. Wajahnya merah padam. Giginya bergemeretak. Mendengar hal itu, semua orang kompak menoleh ke arah Mario. Edward? Mereka pun menjadi penasaran. "Ada apa, Mar?!" tanya sang ibu sambil memutar tubuh menghadap anak laki-lakinya. "Kau berurusan dengan Edward, Mar?" sambung Kakek Hermanto, hendak memastikan diikuti tatapan penasaran Stephanie dan Vania. Sedangkan Aditama bersikap biasa saja karena dia sudah tahu apa yang terjadi dengan Mario dan Edward. Menyadari jika ia baru saja keceplosan, Mario mendongak dan gelagapan seketika. "In ... ini Edward ... ya aku sedang ada masalah denganya ... urusan bisnis, Ma, Kek." Karena tak mau semua orang mengintrogasinya, ia beranjak berdiri seraya berkata. "Aku mau keluar sebentar untuk membicarakan masalah ini," Tanpa menunggu balasan dari yang lainya, Mario segera membawa langkahnya keluar rumah. Melihat sang Ayah yang tampak sedang masuk ke
Kini mobil Aditama tampak tengah dikepung oleh banyak orang. "Turun!" titah salah satu dari mereka dengan galak seraya mengetuk pintu kaca mobil milik Aditama. "Siapa mereka, Tam?" ucap Vania dengan suara dan bibir bergetar selagi mengedar pandangan ke sekeliling—kentara jelas cemas. "Orang suruhan, Pak Haryadi dan Edward, Van." Jawab Aditama santai dengan pandangan lurus ke depan, sesekali menatap ke arah istrinya. Meskipun demikian, pria tampan itu tetap tenang. Tak gentar. Juga tidak ada gurat ketakutan sedikit pun yang menghiasi wajahnya. Kemudian, ia menatap sang istri lagi. "Biar aku yang turun menghadapi mereka, kamu tunggu di sini saja." Pinta Aditama yang dijawab anggukan kepala oleh Vania. "Kamu hati-hati ya, Tam." ujar Vania. Aditama balas mengangguk. "Pasti." Usai mengatakan hal itu, Aditama turun dari mobil—yang langsung disambut tatapan garang dari orang-orang itu. Aditama lalu menatap orang-orang itu satu persatu dengan saksama. "Mau apa kalian
"Haryadi dan Edward menyuruhmu untuk melakukan apa kepadaku?" tanya Aditama dengan dingin kepada Delon. Pria itu kini terkapar tak berdaya di aspal dengan kondisi babak belur. Wajahnya dipenuhi lebam. Berdarah. Giginya rompol. Juga terdapat luka di banyak tempat. Setelah anak buah Delon tumbang semua, perkelahian berlanjut antara Delon melawan Heru. Sedangkan dua anak buah Delon yang masih tersisa melawan anak buah Heru. Selagi mereka tengah saling serbu, serang, berusaha mengalahkan satu sama lain, Vania buru-buru turun dari mobil. Alhasil, Aditama dan Vania menonton perkelahian itu tak jauh dari sana. Pertempuran itu benar-benar meletus hebat. Menanjak keintensitas tertingginya. Demikian, karena ditambah menggunakan senjata dari mereka masing-masing. Heru mengakui jika kemampuan Delon tidak main-main. Ia menemukan lawan yang sepadan. Sesekali dari keduanya saling terdesak, pun sesekali unggul, hingga akhirnya Heru berhasil mengalahkan Delon yang membuat pria itu sepert
Ternyata dari kejauhan, ada mobil yang terparkir dari tempat kejadian. Seperti sengaja berhenti di situ, tak beranjak sejak tadi. Itu artinya, seseorang yang berada di dalam mobil menyaksikan kejadian dari awal hingga akhir. Orang-orang yang ada di dalam mobil itu adalah Bastian, Susan dan Mario. Karena ingin memastikan secara langsung jika orang suruhan keluarga Haryadi berhasil menghabisi Aditama dan Vania, maka, setelah mobil mereka beranjak pulang dari kediaman kakek Hermanto, sejatinya mereka tidak benar-benar pulang, melainkan berhenti menunggu mobil yang ditumpangi Aditama dan Vania melaju hendak pulang sebelum akhirnya mereka segera menyusul—mengikuti keduanya. Dan kini ketiganya terkejut bukan main setelah menyaksikan kejadian itu. Mendadak, kepala mereka kompak terasa berat. Siapa Aditama sebenarnya? Walau pun mereka bertiga sudah mendengar bahwa Aditama bukan siapa-siapa, tapi mereka malah ragu akan hal tersebut setelah menyaksikan kejadian itu. Seketika benak
Setelah Haryadi dan Edward terlihat di sana, Bastian, Susan dan Mario turun dari mobil, lalu bergegas menghampiri mereka. Melihat kedatangan mereka bertiga, Haryadi dan Edward yang sebelumnya tampak tengah terbengong langsung marah. Sementara Heru menyeringai lebar, sekalian saja ia akan memberitahu dan mengancam keluarga Bastian. Mata Heru memicing dan berkata. "Kebetulan sekali kalian semua ada di sini." Mendengar itu, ketiganya kompak mengerjap. Mencerna sepersekian detik perkataan Heru, lalu kompak menautkan alis. Apa maksudnya? Bastian menatap Heru dengan tajam dan berkata. "Siapa kau? Kenapa kau tiba dengan sangat cepat dan berhasil menyelamatkan Aditama dan Vania? Dan berhasil ... menghabisi seseorang yang hebat berasal dari keluarga mafia seperti Delon?" ujar Bastian penasaran sembari menuding muka Heru, sesekali menatap ke arah orang suruhan keluarga Haryadi yang kini telah terkapar mengenaskan. Tak sadarkan diri. Mendadak, ia merinding bukan main. Bukti jika ora
Sementara itu, di tempat lain, ruang kerja rumahnya Laksana Gandara.Panji dan Ricard tampak sedang duduk bersebelahan di kursi depan Tuan Besar Laksana Gandara yang dibatasi oleh meja. Anak dan Ayah itu tengah menjelaskan hasil penyidikanya terhadap Arumi kepada sang konglomerat tersebut.Selagi Laksana Gandara terdiam kaget sebab apa yang baru saja disampaikan, Panji angkat suara. "Dan ... ini identitas pria itu, Tuan Besar." Panji menyerahkan tablet kepada Laksana Gandara. Seketika pandangan Laksana Gandara tertuju pada layar tablet tersebut. "Sudah kau pastikan, jika dia sungguh suaminya, Panji? Mereka benar-benar ... menikah?" tanya Laksana Gandara tanpa menoleh ke arah Panji disela-sela menggulir layar tablet. "Sudah, Tuan Besar. Bahkan, mereka berdua menunjukan dokumen pernikahan asli. Pun saya telah mengeceknya secara langsung dan pernikahan mereka terdaftar resmi, Tuan Besar." Jelas Panji penuh keyakinan. Seketika Laksana Gandara menghentikan apa yang tengah dilakukany
Saat Bastian beserta anak dan istrinya turun dari mobil, baru saja sampai rumah, terdengar bunyi notifikasi pesan masuk yang berasal dari ponsel milik Susan dan Mario diwaktu hampir bersamaan. Seketika Susan dan Mario mengurungkan niatnya hendak melangkah masuk ke dalam rumah, berhenti di samping mobil seraya kompak meraih ponsel masing-masing untuk mengeceknya. Melihat hal tersebut, Bastian pun ikut menghentikan langkah, balik badan dan memperhatikan apa yang tengah dilakukan oleh keduanya. Selama sesaat, pandangan Susan dan Mario tertuju pada layar ponsel masing-masing. Namun tiba-tiba keduanya kompak membelalak! Detik berikutnya, keduanya kompak memicingkan pandangan ke arah layar ponsel, seakan hendak memastikan apa yang baru saja dilihatnya. "Ma ... lihat ini!" tiba-tiba Mario berujar setelah terdiam beberapa saat selagi melangkah maju dan berdiri di samping Susan sambil memperlihatkan layar ponsel yang memperlihatkan pesan yang baru saja ia terima berisi foto-foto dan