Aditama lalu menceritakan tentang permasalahan yang dimaksud antara ia, sang istri dengan kedua orang tuanya Bella. Setelah mendengar cerita dari Aditama, Bella langsung marah dengan Ayahnya sebab menyalahkan Aditama dan Vania atas penculikan dirinya hanya karena ia tinggal bersama mereka berdua.Padahal, Aditama dan Vania sangat baik padanya. Di sisi lain, ia jadi merasa tidak enak dengan mereka berdua. Bella pun memasang ekspresi wajah tak berdaya. Dia kemudian berkata. "Aa ... aku minta maaf atas nama Papa, ya, Tam ... jujur aku shock setelah tahu jika Papa akan menyalahkan kamu dan Vania atas penculikanku ini dan keluargaku lepas dari tanggung jawabnya begitu saja dan malah menyerahkan tanggung jawab kepada kalian berdua." Usai mengatakan hal itu, Bella menunduk. Mendengar perkataan Bella, rahang Aditama mengeras, lalu ia berkata, "Tidak masalah, Kak Bella. Aku sudah tidak heran lagi. Sudah paham dengan sifat Paman." Dia kemudian menambahkan. "Dan oleh sebab itu, Kak Bell
"Nanti Kak Bella juga akan tahu sendiri siapa aku sebenarnya ... yang jelas ... dengan aku membawa anak buah banyak, semuanya bersenjata, juga mereka yang memanggilku dengan panggilan tuan muda ... dan dengan apa yang tadi kami lakukan kepada penculik Kak Bella itu ... Kak Bella bisa menyimpulkan sendiri kalau aku bukan orang sembarangan." Jelas Aditama dengan pandangan lurus ke arah jalanan. Mendengar hal tersebut, tiba-tiba Bella merasakan bulu kuduknya meremang.Mendadak, ia memikirkan sesuatu. Lalu, ia terlihat gelisah, bingung, segala pertanyaan masih bersarang di benak, ingin segera ia lontarkan kepada Aditama. Namun setelah mendengar penjelasan dari Aditama barusan, ia mengurungkan niatnya. Di titik ini, ia teringat lagi akan perasaanya kepada Aditama. Lebih tepatnya perasaan cinta yang salah. Seharusnya itu tidak boleh tumbuh. Ia pun sepenuhnya sadar. Kala teringat hal itu, ia menjadi sedih, lalu kepalanya tertunduk. Maafkan aku, Van karena aku memiliki perasaan kepad
"Dan kenapa ... kalian malah menyalahkan dan melempar tanggung jawab kepada Aditama dan Vania?!" Bella berseru marah. Suara wanita itu meninggi dan wajahnya mengeras. Sontak, Bastian, Susan dan Mario kompak tertegun mendengar hal itu. Detik berikutnya, terlihat gelagapan, kebingungan hendak menjawab. "Bell ... dengarkan penjelasan Papa terlebih dahulu ... tadi ... Papa dan Mamamu panik sekali saat mengetahui kamu diculik dan secara spontan Papa menyalahkan Aditama dan Vania karena kamu tinggal bersama mereka berdua." ujar Bastian selagi berjalan mendekat ke arah putrinya. "Kenapa Papa tidak bisa mengendalikan emosi Papa tadi? Karena Papa sedang setres berat, perusahaan kakek sedang bermasalah karena ada pihak ketiga yang ingin mencoba menghancurkan perusahaan ... juga bisnis klab malamnya Mario!" Kata Bastian lagi yang kemudian dibenarkan oleh anak laki-lakinya. Bastian lanjut berkata. "Tapi karena Aditama bersedia pergi untuk menyelamatkanmu ... Papa jadi lega, akhirnya P
Mata Bastian melebar. Mencerna dalam sepersekian detik, lalu mengangguk pelan. "Paman sudah tahu siapa orang yang telah menculik Bella ... orang yang melakukanya adalah orang yang sama yang telah menyabotase perusahaan keluarga Hermanto dan juga bisnis klab malamnya Mario." Jelas Bastian. Mendengar hal itu, Aditama menautkan alisnya, "Jadi ... bisnis klab malam Mario juga menjadi sasaran mereka?"Bastian mengangguk. "Tadi Paman sempat menelfon Haryadi untuk memastikan apakah benar jika dia yang telah menculik Bella dan Haryadi ... membenarkan." Kata Bastian lagi. Selama sesaat, rahang Aditama mengeras sebelum kemudian manggut-manggut. "Seharusnya kau dan Vania yang menjadi target Edward dan Papanya karena kalian berdua lah yang salah ... kalian lah yang telah membuat mereka marah ... bukan malah kami!" tiba-tiba Mario berseru marah sambil menunjuk-nunjuk Aditama. Mendapati hal itu, Bastian dan Susan terkejut bukan main. Seketika wajah keduanya tegang. Bella langsung mend
Di saat ini, Aditama berujar. "Sekarang aku dan Vania sudah tidak bertanggung jawab atas Kak Bella lagi karena aku sudah mengembalikan Kak Bella kepada kalian. Kak Bella ... sudah tidak tinggal bersamaku dan Vania lagi setelah ini." Dia kemudian menambahkan. "Kalau begitu ... aku pamit pulang dulu. Dan jika kalian masih penasaran bagaimana aku menyelamatkan Kak Bella tadi ... Kak Bella lah yang akan menjawab rasa penasaran kalian." Aditama mengakhiri kalimatnya dengan mengulas senyum yang dipaksakan. Kemudian, ia menghadap Bella dengan rahang mengeras. "Oh ya, Kak Bella ... baju-baju dan barang-barang milik Kak Bella yang masih berada di apartemen akan segera kami antar ke rumah." Ucapan Aditama membuat Bella tersadar, gelagapan untuk beberapa saat, lalu segera mengangguk. Tanpa mempedulikan apa pun lagi, Aditama langsung balik badan, berjalan menuju ke arah mobilnya, lalu masuk ke dalam mobil. Menyalakan mesin mobil lebih dulu sebelum kemudian tancap gas hendak pulang menuju a
Haryadi Bintoro murka sebab Rambo melaporkan kabar buruk kepadanya ; Bella berhasil diselamatkan dan mereka gagal mendapatkan uang tebusan 5 miliar!Akan tetapi, ia lebih terkejut lagi saat mendengar jika Aditama adalah orang yang telah menyelamatkan Bella dengan bantuan anak buahnya. Kenapa Aditama pula yang pada akhirnya datang untuk menyelamatkan Bella? Kenapa tidak Bastian? Bukanya keduanya tidak akur? Namun terlepas siapa yang telah menyelamatkan Bella, Haryadi langsung mengumpat, memaki-maki dan sumpah serapah pun keluar dari mulut pria paruh baya tersebut. Ekspresi wajahnya tengah memancarkan aura kemarahan hebat. Pasalnya, rencananya kali ini gagal! Tidak cukup sampai disitu saja, ia harus dikejutkan dengan hal lain jika Aditama membawa banyak anak buah yang bersenjata api. Pasti seseorang yang memiliki banyak anak buah, apalagi bersenjata api, bukan orang sembarangan, berpengaruh dan kaya raya. Rambo mengatakan jika anak buah Aditama sangat lihai, sampai-sampai
Sementara itu, selepas kepergian Aditama, keluarga Bastian langsung masuk ke dalam rumah dan duduk bersama di ruang keluarga untuk mendengarkan cerita Bella mengenai bagaimana Aditama menyelamatkanya. Belum sempat Bastian, Susan dan Mario tersadar dari keterkejutan, mereka kembali dikejutkan oleh hal lain yang diceritakan Bella. Bella menatap anggota keluarganya satu persatu dengan serius. "Kalian tahu? Selain dia membawa uang tebusan 5 miliar yang tak berhasil disentuh oleh para penculik itu, Aditama tidak datang menyelamatkanku sendirian, melainkan bersama anak buah yang semuanya bersenjata dan anehnya, yang membuat aku heran adalah ... mereka memanggil Aditama dengan panggilan Tuan Muda!" Jelas Bella penuh penekanan pada ujung kalimat. Mereka bertiga pun kompak tertegun, hanya sesaat. Lalu, lipatan di kening Bastian, Susan dan Mario semakin bertambah. Mendadak, ketiganya berpikir dengan keras. Siapa Aditama sebenarnya?Mengenai Aditama yang membawa uang tebusan 5 miliar
Sabotase yang terjadi di perusahaan keluarga Hermanto oleh pihak ketiga yang ingin menghancurkan perusahaan tersebut yang tidak lain dan tidak bukan adalah keluarga Haryadi mencakup ke berbagai bidang, diantaranya properti, produksi, teknologi dan logistik. Hal tersebut menyebabkan perusahaan mengalami gangguan operasional, pun berdampak pada produksi, layanan, kerugian finansial serta kekacauan. Tentu saja Bastian beserta bawahanya tidak tinggal diam saja, segera menindaklanjuti, mencari tahu untuk membereskan masalah yang terjadi. Ternyata beberapa karyawan perusahaan ikut terlibat dengan alasan katanya diiming-imingi uang dan juga diancam. Setelah mengetahui hal itu, perusahaan langsung tegas menindaklanjuti, memecat orang dalam perusahaan yang ikut terlibat. Selain itu, Bastian juga menempuh jalur hukum. Meskipun ia sudah tahu siapa pelakunya. Ia tidak peduli dengan ancaman Haryadi. Ia akan melawan. Apalagi, ia sedang menyiapkan strategi untuk membalas apa yang
Satu bulan yang lalu, Vania telah melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Darren Alvaro Gandara. Sebagai bentuk untuk mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan anggota keluarga Gandara, khususnya bagi pasangan Aditama dan Vania, sekaligus untuk menyambut anggota keluarga Gandara yang baru, keluarga Gandara kembali menggelar pesta besar-besar an. Pesta diadakan di ruangan dan halaman rumah. Malam ini, ruangan dan halaman itu disulap menjadi tempat pesta yang megah. Ada ratusan undangan yang datang dalam acara. Kerabat dekat, kolega, rekan bisnis dan kenalan keluarga Gandara. Meja-meja makanan tampak tersusun rapi dengan menu spesial di atasnya. Dekorasi acara terhampar di setiap titik-titik paling pasnya. Juga halaman rumah dihiasi lampu-lampu yang membuat belakang rumah itu terlihat lebih menawan. Di saat ini, Aditama dan Vania—yang sedang menggendong bayinya—tampak berdiri di dalam ruangan menyambut para tamu yang terus berdatangan silih berganti. Tamu-tamu it
Begitu melihat sang suami memasuki rumah, Vania yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama sang ibu—langsung bangkit dari duduknya—segera berhambur setengah berlari ke arah Aditama, lantas langsung memeluknya dengan erat. "Kenapa malam sekali pulangnya, Tam ... aku sungguh mencemaskanmu tadi ... takut terjadi apa-apa denganmu. Juga Papa. Aku tidak bisa tidur, sayang. Entah kenapa, rasanya tidak tenang saja kalau kamu belum pulang." Ucap Vania dalam posisi wajah tenggelam di dada suaminya. Di saat yang sama, Vania merasa sangat lega karena sang suami pulang dengan selamat. Dalam keadaan baik-bajk saja. Begitu pula dengan sang Ayah. Aditama menghela napas. "Maafkan aku, sayang karena baru sampai rumah. Karena urusannya baru selesai. Jadi, aku dan Papa baru bisa pulang." Balas Aditama seiring menghembuskan napas lega, mengusap kepala sang istri dengan lembut, juga terus mengecup keningnya. Aditama lanjut berkata. "Sekarang aku sudah pulang sesuai janji aku tadi, Van ... p
Sementara itu, Aditama dan sang Ayah memutuskan beranjak dari perumahan Paradise hendak pulang. Di dalam mobil, tiba-tiba ponsel Aditama berbunyi menandakan ada panggilan masuk yang membuat perhatian pria tampan itu teralihkan. Seketika ia merogoh saku jas, mengeluarkan ponsel dari dalam sana, nama Heru terpampang jelas di layar ponsel. Melihat hal itu, mata Aditama melebar! Mendadak, ia teringat sesuatu. Apakah Kak Heru hendak memberitahu kabar mengenai Edwin? Juga Robert dan Andika? Pikir Aditama. Melihat sang anak laki-lakinya bersikap demikian, Laksana Gandara mengernyitkan kening. "Telepon dari siapa, Tam?" tanya Laksana Gandara seraya menghadap Aditama.Mendapatkan pertanyaan dari sang Ayah membuat Aditama menoleh. Dia kemudian menjawab. "Kak Heru, Pa,"Laksana Gandara mengerjap mendengarnya. Dia kemudian buru-buru berkata. "Cepat angkat, Tam ... sepertinya dia mau mengabarkan sesuatu tentang Edwin." Laksana Gandara langsung mendesak Aditama yang dijawab angg
Sementara itu, tiba di gedung kasino milik Robert dan Andika, Edwin disambut keributan dan kericuhan oleh orang-orang di sana. Kesibukan pun menyertai. Para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api yang melahap gedung kasino tersebut. Beberapa mobil-mobil tampak keluar, sebagian besar adalah para pengunjung kasino yang sedang bergegas pulang, tapi ada pula yang masih berada di sana—menonton. Namun Edwin tidak mempedulikan hal tersebut, ia bergegas mencari dua orang yang sebelumnya ia agung-agungkan, tapi kini ia telah berubah benci pada keduanya.Selang sebentar saja, tiba-tiba Edwin menghentikan langkah saat melihat dua orang yang sedang ia cari—berdiri di dekat salah satu mobil—menyaksikan kesibukan. Melalui ekor matanya, Robert menyadari kedatangan Edwin, ia pun segera menoleh diikuti Andika setelahnya. Kemudian, Robert memicingkan pandangan. Detik berikutnya, dia terhenyak. Begitu pula dengan Andika. Edwin!? Selama sesaat, keduanya kompak tercengang. Seg
Begitu melihat sosok Arumi dan Haikal, Laksana Gandara langsung murka bukan main. Seketika ekspresi wajahnya menjadi masam, seruan marah, sumpah serapah dan makian terlontar keluar dari mulutnya. Mendapati hal tersebut, Arumi dan Haikal hanya bisa pasrah. "Aku pikir kau sudah takut denganku, Arumi ... sudah takut dengan keluarga Gandara ... tidak mau berurusan dengan keluargaku lagi setelah kuusir dirimu," seru Laksana Gandara dengan emosi menggebu seraya menunjuk-nunjuk Arumi. "Tapi apa yang malah akan kau lakukan kepada anggota keluargaku, wanita iblis!? Kau bahkan berencana mau membunuh anggota keluarga tercintaku!?" Lanjut Laksana Gandara. Mendengar itu, Arumi refleks mengangkat wajah menatap Laksana Gandara. Kemudian, ia langsung menggeleng cepat. "Tidak, tuan. Bukan seperti itu. Itu bukan ide saya. Saya tidak ada niatan sedikit pun mau menghabisi anggota keluarga anda. Itu sepenuhnya adalah ide tuan Robert, tuan Andika, juga Edwin." Jawab Arumi yang langsung dibenarkan
Aditama menatap Arumi dan Haikal dengan saksama. Juga dengan dingin. Ekspresi wajahnya datar. Kemudian, ia pindah menatap Arumi untuk beberapa saat. "Akhirnya kita bertemu lagi, Nona Arumi ... setelah sekian lama," ucap Aditama. Dia kemudian menambahkan. "Aku tidak menyangka kalau anda benar-benar licik. Tak selemah yang dibayangkan. Aku pikir, anda sudah kapok, tak akan mau berurusan dengan keluarga kami lagi, tapi nyatanya aku salah." "Anda memang tidak bisa kami anggap remeh. Dan hal yang membuat aku cukup terkejut adalah ... Anda bekerja sama dengan Robert, Andika dan Edwin untuk membalas keluarga Gandara. Sungguh menakjubkan. Tapi terlepas dari itu, anda tidak bisa berbuat apa-apa." Aditama terdiam sebentar. "Seorang wanita seperti anda ... bisa meyakinkan Papa? Hal itu juga sungguh tak bisa dipercaya. Dan anda yang memfitnahku dan mama dulu ... benar-benar tidak akan pernah kulupakan, Nona Arumi." Kata Aditama lagi. Mendengar itu, Arumi mengangkat wajah menatap Aditama.
Aditama dan Edwin membahas soal pembunuh keluarganya Edwin yang sebenarnya yang tak lain tak bukan adalah Robert, juga Andika, pun termasuk kejahatan dan kebusukan yang telah mereka berdua lakukan. Kala membicarakan hal itu, mendadak, dendam kesumat pada diri Edwin seketika membara, juga tekad ingin membunuh mereka berdua langsung mencuat deras. Akhirnya, setelah terdiam beberapa saat, Edwin mengangkat wajah menatap Aditama. "Silahkan jika tuan muda ingin menghukum saya, ingin membunuh saya sekali pun. Saya rela tuan muda! Saya menerimanya karena saya memang jahat kepada keluarga Gandara! Telah berkhianat!!!" seru Edwin tegas penuh penekanan pada kalimatnya. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam setiap kata yang diucapkannya. Semua orang kaget mendengar hal itu. Edwin menyerahkan diri untuk dihabisi? Untuk dibunuh? Dia mengakui kesalahannya? Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena semua keputusan ada di tangan Aditama. Sementara Aditama menatap Edwin dengan lekat. Te
Sesampainya di depan rumah yang ditinggali Arumi perumahan Paradise, Aditama, Letnan dan para tukang pukul bergegas turun dari mobil. Akan tetapi, mendadak Aditama menghentikan langkah ketika hendak berjalan menuju rumah itu kala mendengar bunyi tanda ada panggilan masuk dari ponselnya. Aditama pun mengurungkan niatnya. Begitu pula dengan anak buahnya. Menunggu sang tuan muda. Aditama kembali mengecek ponselnya dan nama sang Ayah terpampang jelas di layar. Seketika ia mengerjap, baru ingat jika ia belum mengabari sang Ayah. Kemudian, ia segera mengusap layar ponsel dan menempelkannya di telinga. "Bagaimana, Tam? Apakah rencanamu berhasil? Kamu tidak kenapa-kenapa, 'kan, Nak?" tanya Laksana Gandara dengan nada cemas sekaligus penasaran begitu panggilan terhubung. Mendengar itu, Aditama pun langsung menceritakan apa yang terjadi di gedung kasino tadi. Setelah Aditama selesai bercerita, terdengar helaan napas lega di sebrang sana. Detik berikutnya, sang Ayah terkekeh puas
Selagi Aditama menyilangkan tangan di depan dada—duduk di jok mobil belakang masih dalam perjalanan menuju perumahan Paradise—memikirkan semua musuhnya yang sebentar lagi akan berhasil ia bereskan, sebuah dering berbunyi berasal dari ponsel miliknya menandakan ada panggilan masuk membuat lamunan pria tampan itu terbuyar. Ia pun kembali mengecek ponselnya dan nama sang istri terpampang jelas di layar ponsel. Melihat hal itu, demi apa pun, Aditama langsung merasa senang bukan main. Namun di sisi lain, ia tidak mau sang istri mengetahui apa yang sebenarnya sedang ia lakukan, mengetahui apa yang terjadi dengan keluarga Gandara! Demikian, ia tidak mau membuat Vania cemas berlebihan—apalagi jika sampai tahu ia, sang ibu dan bayi yang ada di dalam kandungnya itu menjadi target pembunuhan. Akan tetapi, hal itu tidak akan pernah terjadi mengingat rencananya yang sebentar lagi akan selesai. Akhirnya, setelah terdiam sejenak, Aditama mengusap layar ponsel dan segera menempelkannya di