Untuk waktu yang agak lama, Robi tampak tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan Aditama. Selagi hal itu terjadi, Aditama terdiam. Sengaja membiarkan pria itu. "Hei ... kau pikir ... kau bisa menyogok Gandara corporation untuk menjadikanmu sebagai Presiden Direktur?!" ujar Robi dengan masih ada sisa tawa di sana. "Kuberitahu kepadamu ... menjadi seorang presiden direktur itu ... harus berpendidikan tinggi ... harus punya pengalaman berbisnis minimal 10 tahun ... bahkan bisa lebih ... selain itu ... jam terbangnya juga sudah harus tinggi ... tidak bisa sembarangan! Apalagi sekelas perusahaan multinasional terbesar seperti Gandara corporation! Standarnya sudah pasti lebih tinggi daripada perusahaan yang lain!" Robi menghentikan penjelasan sejenak, lalu tertawa lagi. Kentara belum puas menertawakan Aditama. Ia berpikir demikian karena mungkin Aditama akan membayar Gandara corporation dengan uang 1 triliun yang dia punya untuk menjadikanya sebagai seorang Preside
"Deal?""Deal!" Aditama dan Robi tengah berjabat tangan dengan erat satu sama lain—tanda dari kedua belah pihak telah setuju untuk melakukan taruhan.Kini, keduanya tengah saling tatap, saling melempar senyum penuh arti. Tiba-tiba mata Robi melebar kala teringat sesuatu. Dia kemudian berkata. "Ah, aku harus segera memberitahukan hal ini kepada Kevin dan teman-temanku yang lainya." Kata Robi setelah keduanya saling melepas tangan masing-masing. Mendengar hal itu, Aditama mengernyitkan dahi. Namun akhirnya ia membiarkan Robi untuk melakukan hal demikian. Di sisi lain, ia menjadi penasaran ingin mengetahui reaksi Kevin dan yang lainya setelah Robi memberitahukan hal itu. Sementara Robi segera merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel dari salam sana. Selama sesaat, jari-jemarinya tampak berkutat di layar ponsel selagi wajahnya berseri-seri. Akhirnya, setelah melakukan hal tersebut beberapa saat, Robi mengangkat ponsel tepat di depan wajahnya. Seketika layar ponsel
Robi lalu menatap Jauhar seraya menelan ludah susah payah. "Ma .. maaf Pak Jauhar ... Pak Jauhar ... baru saja memanggil Aditama ... dengan panggilan ... Pre ... presdir?" tanya Robi dengan suara dan bibir bergetar seraya menunjuk Aditama. Hendak memastikan ia tidak salah dengar. Mendengar itu, Jauhar dan yang lainya langsung menoleh menatap Robi secara bersamaan. Detik berikutnya, wajah-wajah mengernyit. Mendapatkan tatapan dari orang-orang yang menduduki jabatan tertinggi di Gandara corporation, membuat Robi jadi gemetaran. "Ja ... jadi ... di ... dia ... adalah Presidir Gandara corporation ... Pak?" Lanjutnya dengan terbata, suaranya tercekat, tertinggal di tenggorokan. Lipatan di kening Jauhar dan para dewan direksi menjadi semakin bertambah. Mereka tampak kebingungan. Apa yang terjadi? Jauhar lalu menatap ke arah Aditama yang tengah tersenyum miring. Sementara yang lainya berusaha menduga-duga sebelum kemudian ekspresi wajahnya menjadi buruk. Terlebih se
Hari berlalu begitu cepat, semenjak Aditama menjadi Presiden Direktur, aktivitas sehari-harinya pun langsung berubah total, berbeda dengan lima tahun yang lalu. Tak jarang ia pulang malam, kadang pulang bersama Vania, kadang bisa pulang sendiri-sendiri, kadang ada yang pulang lebih awal dan belakangan. Tak menentu. Kini, pasangan suami istri itu menjadi sama-sama sibuk. Akan tetapi, mereka berdua masih memiliki banyak waktu untuk bersama. Keputusan Aditama mengambil alih tugas sang Ayah tentu telah menyita energi dan fokusnya. Satu-satnya hiburan yang membuat hatinya sejuk adalah melihat perkembangan Ayahnya yang kian semakin membaik dari hari ke hari. Setiap pagi, Laksana Gandara dan Sophia akan melepas Aditama pergi ke kantor jika ia sedang menginap di rumah kedua orang tuanya. Perasaan kecewa dan marah dalam diri Aditama terhadap Ayahnya, secara perlahan menyusut seiring berjalanya waktu, terlebih saat ia mengetahui bahwa ternyata sang Ayah memang benar-benar men
"Iya, Pa. Sekarang, Aditama sudah tidak takut lagi kepada kita! Sudah besar kepala dia!" Sambung Susan seraya melipat tangan di depan dada. Ekspresi wajahnya memancarkan aura kemarahan. Bastian terdiam dengan pandangan menerawang. "Ya Aditama sudah tidak takut lagi dengan kita ... maka ... Papa akan kasih dia paham." Balas Bastian penuh penekanan pada kalimatnya setelah terdiam sebentar. "Papa akan pastikan jika dia akan menyesal karena telah memilih melawan kita!" Muncul kilat tajam di kedua matanya. Ucapan Bastian langsung diangguki oleh Susan dan Mario. Selama sesaat, rahang Mario mengeras selagi berkacak pinggang. Kemudian, ia mendongak menatap sang Ayah dan berkata. "Kita beritahu Kakek saja soal masalah ini, Pa. Supaya Aditama mendapat amukan dari kakek!" ujar Mario, memberi saran yang langsung dibenarkan oleh Susan. Mendengar itu, Bastian menoleh menatap Mario. Dia kemudian berkata. "Iya. Setelah ini kita ke rumah Kakek ... kita beritahu masalah ini kepada Kakek!" Ja
Selagi Sophia tengah menemani sang suami di taman halaman rumah untuk berjemur, terdengar suara memanggil mereka berdua yang membuat mereka berdua menoleh ke arah sumber suara. "Tuan ... Nyonya ... " Kata seorang bodyguard sembari membungkukan badan. Dia kemudian menambahkan. "Ada tamu untuk Tuan dan Nyonya."Mendengar hal tersebut, Sophia dan Laksana Gandara sama-sama mengerutkan kening. "Siapa?" tanya Sophia. "Iya ... siapa?" sambung Laksana Gandara. Akan tetapi, bodyguard itu tampak ragu-ragu hendak menyampaikanya. Mendapati bodyguard bersikap demikian, lipatan di kening Sophia dan Laksana Gandara menjadi semakin bertambah. Setelah merasa siap, bodyguard itu buru-buru menguasai diri dan berkata. "Tu ... tuan Robert ... Nyonya ... Tuan ... " ucap bodyguard itu, menatap keduanya bergantian. Bagimana ia tidak merasa ragu-ragu untuk mengatakanya?Pasalnya, dia tahu jika tamu yang datang adalah rival bisnis Laksana Gandara. Lebih tepatnya ... musuh! Sontak, Sophia dan
"Jangan pernah bawa-bawa atau sebut nama wanita jalang itu di depanku lagi!" semprot Laksana Gandara dengan wajah mengeras seraya menunjuk muka Robert dengan jari telunjuknya. "Mengerti?!" Robert langsung memasang wajah menyesal penuh kepura-puraan. "Ah, maafkan saya, Tuan Laksana ... saya tidak tahu jika hal itu merupakan bahasan yang sensitif bagi Anda ... " Kemudian, matanya menyipit. "Tapi ... sepertinya Tuan Laksana memang benar-benar telah mengusirnya dan tak mau mendengar kabar darinya lagi." "Bagus lah kalau begitu. Jangan sampai wanita itu menganggu kebahagiaan yang sedang kalian rasakan." Lanjut Robert sembari mengulas senyum yang terkesan dipaksakan. Mendengar ucapan Robert, Laksana Gandara sudah akan mengeluarkan sumpah serapah lagi, tapi sebelum hal itu terjadi, sang istri sudah buru-buru menahanya lebih dulu. Alhasil, Laksana Gandara pun mengurungkan niatnya. "Tenangkan diri, Papa ... jangan tersulut emosi. Jangan terpengaruh dengan omonganya. Tidak ada gunany
"Pasti Presdir ... saya juga akan melaporkan mereka bertiga ke polisi! Tentu saja hal itu merugikan saya, menimbulkan gossip, membuat nama saya jadi tercemar dan mungkin ... akan merembet ke mana-mana!" Jawab Jauhar dengan wajah memerah. Kemudian, ia tampak mengatur napas lebih dulu untuk meredakan amarahnya. "Tapi ... saya tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi, Presdir. Saya pasti bisa mengatasi masalah itu. Lagi pula, sudah lama sekali saya ingin memberi pelajaran kepada laki-laki itu. Percayakan kepada saya Presdir ... jika ... Pak Bastian akan tunduk pada Presdir pada akhirnya!" Wajah Jauhar tampak tegas. Aditama manggut-manggut mendengarnya. "Saya yakin ... jika mereka akan langsung takut jika Anda sudah turun tangan." Balas Aditama seraya menghempaskan punggung ke sandaran sofa yang dibalas anggukan kepala oleh Jauhar. Tiba-tiba rahang Jauhar terkatup rapat, seakan tengah berpikir. Dia kemudian berkata. "Tapi ... jika boleh saya tahu ... apakah Anda belum memberitahu