"Beneran, Mas. Tadi Tasya minta makan pakai ayam goreng yang kamu minta itu.""Terus, kamu nggak bilang kalau itu buat aku dan kamu kasih gitu aja ke Tasya!"Nada suara Adam mulai berubah naik. Adam yang tadi sudah dekat ke arah kamar pun berbalik menghampiri Farida."Kamu nggak mikir apa kalau aku tuh capek kerja. Masa pulang juga cuma makan pakai sayur doang. Kamu mikir nggak sih.""Iya Mas, aku tahu. Tapi aku juga nggak tega lihat Tasya menangis tadi makanya aku kasih ke Tasya.""Ini semua gara-gara kamu! Coba aja aku nggak belain kamu mungkin aku masih bisa dapat transferan dari ibu tiap bulan jadi aku nggak akan bingung lagi mau makan pakai apa. Apapun yang aku mau makan, aku bisa makan."Seketika jantung Farida berdetak begitu kencang. Ia tak menyangka jika suaminya yang sudah berjanji akan menjadi lebih baik bahkan disaksikan oleh ibunya pun tega mengungkit masalah itu lagi."Maksud kamu apa, Mas. Apa kamu nyesel udah belain aku? Aku ini istri kamu, Mas. Aku berhak untuk kamu l
Pagi harinya, Farida bangun untuk dan masak untuk makan anak dan juga suaminya, sementara dirinya hari itu tengah berpuasa dan sudah berhasil menghabiskan sisa makanan semalam sehingga tak terbuang sama sekali."Ini kopinya, Mas," ucap Farida sembari memberikan kopi panas pada Adam yang tengah duduk di terasa rumah.Saat itu masih pukul 6 pagi sehingga Adam masih sangat bersantai karena belum masuk kerja lagi.Adam hanya diam dan tak menjawab ucapan Farida yang sudah membuatkannya kopi pagi itu.Farida yang masih berdiri di samping Adam yang tengah duduk hanya melirik sekilas ke arah Adam."Sepertinya mas Adam masih marah sama aku. Dia tak menjawab ku sama sekali dan hanya diam sejak tadi," batin Farida.Ia pun lalu pergi ke dapur untuk melanjutkan kegiatan memasaknya. Menurut Farida itu lebih baik ketimbang dirinya harus terus berada di dekat Adam dan semakin membuatnya tak nyaman.Akhirnya makanan yang ia masak selesai juga dan kini saatnya Farida kembali memanggil Adam untuk sarapa
Setelah selesai mengobrol dengan Hardi, kini Adam pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat kerja.Kali ini ekspresi wajah Adam terlihat sangat bahagia. Ia yakin jika hubungannya dengan kedua orang tuanya akan membaik setelah ini."Oke Dam, bapak akan coba bilang ini semua ke ibu. Kamu nggak usah khawatir, ibu pasti akan mengerti. Nanti biar jadi urusan bapak untuk menjelaskan sama ibu, yang penting kamu benar-benar serius dengan kata-kata mu tadi.""Bapak tenang aja. Aku janji akan menceraikan Farida setelah Tasya masuk sekolah, pak. Tapi sekarang aku minta bapak dan ibu bersabar dulu.""Baik. Bapak akan pegang kata-katamu."Adam tersadar dari lamunannya yang terbayang-bayang akan percakapannya dengan Hardi tadi. Adam begitu yakin bahwa setelah itu, Hardi akan membantunya menyelesaikan perselisihannya dengan Nadia.Meski benar di dalam hati Adam masih ada rasa cinta untuk Farida tapi dia tak mau kehilangan uang transferan dari kedua orang tuanya sehingga Adam pun mengamb
Adam terpaksa memilih pulang ke rumah karena rumah Nadia tutup. Tak ada orang di sana karena Hardi pun tengah pergi memancing dan belum pulang sementara Nadia tengah pergi entah kemana.Adam sudah menyiapkan mental dan juga telinganya untuk menghadapi pertanyaan dari Farida, tapi rupanya rumahnya terlihat sangat sepi.Ia menghentikan langkah kakinya di teras rumah menatap gagang pintu yang belum ia raih."Kok sepi banget, ya. Tumben banget pintu dan jendela tertutup rapat gini. Nggak biasanya," ucap Adam penasaran.Perlahan ia membuka pintu dan benar saja, ia tak menemukan Farida dan Tasya meski sudah beberapa kali ia memanggil namanya."Huh, ini si Farida kemana, sih. Kebiasaan banget kalo mau pergi nggak minta izin dulu," ucap Adam kesal.Ia pun akhirnya menyerah untuk mencari Farida dan Tasya yang memang tak ada di rumah saat itu. Adam memilih untuk duduk di sofa ruang tamu mengistirahatkan kakinya yang terasa pegal.Namun, tiba-tiba saja Adam bangkit dengan tiba-tiba. Seketika ia
Hardi pulang ke rumah dan langsung disambut oleh Nadia yang duduk bersedekap di sofa ruang tamu. Wajahnya tampak ketus dan juga jutek."Kamu darimana saja, pak? Jam segini baru pulang," ucap Nadia dengan nada yang masih datar."Biasa, Bu. Bapak habis mancing," jawab Hardi dengan sangat santai.Tanpa perasaan tak enak, Hardi langsung berjalan ke belakang untuk menyimpan alat mancingnya. Tapi, tidak dengan Nadia, dia yang sudah sangat geram dengan sifat Hardi mulai meluapkan kekesalannya."Bisa nggak sih, bapak sehari saja ngurusin perkebunan kita, jangan cuma mancing doang sampe seharian habis itu pulang makan dan tidur nanti kalau masih ada waktu pergi mancing lagi. Sekali-kali bapak lihat dong perkebunan kita," ucap Nadia akhirnya.Hardi yang tengah berjalan akan melewati Nadia pun jadi berhenti sejenak di depan Nadia. Ia menoleh ke arah Nadia yang wajahnya tampak sangat marah."Loh kan sudah ada orang kepercayaan kita di sana, Bu, jadi buat apa kita capek-capek ngecek tiap hari. Nan
Malam harinya saat semua orang sudah tertidur, Farida justru masih terjaga. Kedua matanya masih enggan untuk terpejam meski jam sudah menunjukkan tangah malam.Akhirnya Farida memutuskan untuk sholat tahajud setelah itu baru Farida bisa memejamkan matanya di hari yang sudah menjelang pagi.Tak lama Farida kembali bangun saat azan subuh sudah berkumandang. Dengan cepat ia mengerjakan pekerjaan rumah tangga dari mulai memasak sampai bersih-bersih rumah."Aku harus cari kerjaan lagi hari ini. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh mas Adam kalau aku harus mencari kerjaan selama dia belum mendapatkan kerjaan lagi. Aku nggak bisa berdiam diri sementara kebutuhan rumah tangga sudah mulai habis." Ucap Farida dengan begitu lirih.Tatapan matanya menatap nasi di atas meja yang hanya pas untuk dua piring. Hatinya terasa sangat pilu ketika memikirkan kebutuhan yang sudah mulai habis sementara ia tak mempunyai uang sepeserpun."Farida, mana kopi untukku?" tanya Adam yang baru saja bangun dan kelua
Dengan mata berbinar-binar, Farida mengucapkan terima kasih pada calon majikan barunya yang sudah menerimanya bekerja di rumahnya."Alhamdulilah, terima kasih banyak, Bu. Saya janji akan bekerja dengan baik," ucap Farida."Iya Farida. Aku menerima kamu karena aku tahu kamu orang yang baik. Mulai besok kamu sudah boleh bekerja di sini," ucap majikan baru Farida.Dengan rasa bahagia, Farida pun pulang. Rasanya tak sabar menanti hari esok dan mulai bekerja. Farida sudah sangat rindu saat-saat dirinya bisa bekerja sampai bermandikan keringat.Saat perjalanan pulang, tiba-tiba Farida teringat akan Nani hingga akhirnya Farida pun memutar jalan dan menuju ke rumah Nani.Tapi, sampai di pelataran rumah Nani, Farida terdiam menatap gubuk kecil milik ibunya yang tampak sangat sepi."Loh kok sepi banget, ya. Apa ibu lagi nggak ada," batin Farida bertanya.Akhirnya Farida pun memanggil Nani untuk memastikan apakah benar Nani tidak ada di rumah. Ternyata sampai beberapa kali Farida memanggil, tak
Dengan pakaian yang basah kuyup, Farida sampai di teras rumah. Kedua tangannya bersedekap di dadanya sembari sesekali mengetuk pintu.Tak lama Adam membuka pintu. Matanya terpaku melihat wajah Farida yang sedikit pucat."Kamu tahu ini jam berapa? Kok baru pulang sih." Adam menodongkan kalimat yang tidak penting menurut Farida."Iya, Mas. Tadi aku ke rumah ibu juga," jawab Farida yang masih berdiri di depan pintu."Bisa-bisanya kamu malah ke rumah ibu. Kamu nggak mikirin Tasya di rumah apa!" Adam terlihat sedikit kesal."Aku minta maaf, Mas. Lagipula tadi aku juga nggak lama kok di rumah ibu. Kamu tahu mas kalau ibu ....""Sudahlah nggak usah cerita tentang ibu kamu. Nggak penting," ucap Adam menyela perkataan Farida hingga membuatnya tercengang. "Apa kamu udah dapat kerjaan?" tanya Adam lagi."Alhamdulilah sudah, Mas," jawab Farida pelan.Hatinya merasa sakit saat suaminya memilih untuk tak peduli pada orang tuanya. Tapi, Farida tak mau bertengkar dan memilih diam saat tahu Adam tak m