Hardi pulang ke rumah dan langsung disambut oleh Nadia yang duduk bersedekap di sofa ruang tamu. Wajahnya tampak ketus dan juga jutek."Kamu darimana saja, pak? Jam segini baru pulang," ucap Nadia dengan nada yang masih datar."Biasa, Bu. Bapak habis mancing," jawab Hardi dengan sangat santai.Tanpa perasaan tak enak, Hardi langsung berjalan ke belakang untuk menyimpan alat mancingnya. Tapi, tidak dengan Nadia, dia yang sudah sangat geram dengan sifat Hardi mulai meluapkan kekesalannya."Bisa nggak sih, bapak sehari saja ngurusin perkebunan kita, jangan cuma mancing doang sampe seharian habis itu pulang makan dan tidur nanti kalau masih ada waktu pergi mancing lagi. Sekali-kali bapak lihat dong perkebunan kita," ucap Nadia akhirnya.Hardi yang tengah berjalan akan melewati Nadia pun jadi berhenti sejenak di depan Nadia. Ia menoleh ke arah Nadia yang wajahnya tampak sangat marah."Loh kan sudah ada orang kepercayaan kita di sana, Bu, jadi buat apa kita capek-capek ngecek tiap hari. Nan
Malam harinya saat semua orang sudah tertidur, Farida justru masih terjaga. Kedua matanya masih enggan untuk terpejam meski jam sudah menunjukkan tangah malam.Akhirnya Farida memutuskan untuk sholat tahajud setelah itu baru Farida bisa memejamkan matanya di hari yang sudah menjelang pagi.Tak lama Farida kembali bangun saat azan subuh sudah berkumandang. Dengan cepat ia mengerjakan pekerjaan rumah tangga dari mulai memasak sampai bersih-bersih rumah."Aku harus cari kerjaan lagi hari ini. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh mas Adam kalau aku harus mencari kerjaan selama dia belum mendapatkan kerjaan lagi. Aku nggak bisa berdiam diri sementara kebutuhan rumah tangga sudah mulai habis." Ucap Farida dengan begitu lirih.Tatapan matanya menatap nasi di atas meja yang hanya pas untuk dua piring. Hatinya terasa sangat pilu ketika memikirkan kebutuhan yang sudah mulai habis sementara ia tak mempunyai uang sepeserpun."Farida, mana kopi untukku?" tanya Adam yang baru saja bangun dan kelua
Dengan mata berbinar-binar, Farida mengucapkan terima kasih pada calon majikan barunya yang sudah menerimanya bekerja di rumahnya."Alhamdulilah, terima kasih banyak, Bu. Saya janji akan bekerja dengan baik," ucap Farida."Iya Farida. Aku menerima kamu karena aku tahu kamu orang yang baik. Mulai besok kamu sudah boleh bekerja di sini," ucap majikan baru Farida.Dengan rasa bahagia, Farida pun pulang. Rasanya tak sabar menanti hari esok dan mulai bekerja. Farida sudah sangat rindu saat-saat dirinya bisa bekerja sampai bermandikan keringat.Saat perjalanan pulang, tiba-tiba Farida teringat akan Nani hingga akhirnya Farida pun memutar jalan dan menuju ke rumah Nani.Tapi, sampai di pelataran rumah Nani, Farida terdiam menatap gubuk kecil milik ibunya yang tampak sangat sepi."Loh kok sepi banget, ya. Apa ibu lagi nggak ada," batin Farida bertanya.Akhirnya Farida pun memanggil Nani untuk memastikan apakah benar Nani tidak ada di rumah. Ternyata sampai beberapa kali Farida memanggil, tak
Dengan pakaian yang basah kuyup, Farida sampai di teras rumah. Kedua tangannya bersedekap di dadanya sembari sesekali mengetuk pintu.Tak lama Adam membuka pintu. Matanya terpaku melihat wajah Farida yang sedikit pucat."Kamu tahu ini jam berapa? Kok baru pulang sih." Adam menodongkan kalimat yang tidak penting menurut Farida."Iya, Mas. Tadi aku ke rumah ibu juga," jawab Farida yang masih berdiri di depan pintu."Bisa-bisanya kamu malah ke rumah ibu. Kamu nggak mikirin Tasya di rumah apa!" Adam terlihat sedikit kesal."Aku minta maaf, Mas. Lagipula tadi aku juga nggak lama kok di rumah ibu. Kamu tahu mas kalau ibu ....""Sudahlah nggak usah cerita tentang ibu kamu. Nggak penting," ucap Adam menyela perkataan Farida hingga membuatnya tercengang. "Apa kamu udah dapat kerjaan?" tanya Adam lagi."Alhamdulilah sudah, Mas," jawab Farida pelan.Hatinya merasa sakit saat suaminya memilih untuk tak peduli pada orang tuanya. Tapi, Farida tak mau bertengkar dan memilih diam saat tahu Adam tak m
Dengan pakaian yang basah kuyup, Farida sampai di teras rumah. Kedua tangannya bersedekap di dadanya sembari sesekali mengetuk pintu.Tak lama Adam membuka pintu. Matanya terpaku melihat wajah Farida yang sedikit pucat."Kamu tahu ini jam berapa? Kok baru pulang sih." Adam menodongkan kalimat yang tidak penting menurut Farida."Iya, Mas. Tadi aku ke rumah ibu juga," jawab Farida yang masih berdiri di depan pintu."Bisa-bisanya kamu malah ke rumah ibu. Kamu nggak mikirin Tasya di rumah apa!" Adam terlihat sedikit kesal."Aku minta maaf, Mas. Lagipula tadi aku juga nggak lama kok di rumah ibu. Kamu tahu mas kalau ibu ....""Sudahlah nggak usah cerita tentang ibu kamu. Nggak penting," ucap Adam menyela perkataan Farida hingga membuatnya tercengang. "Apa kamu udah dapat kerjaan?" tanya Adam lagi."Alhamdulilah sudah, Mas," jawab Farida pelan.Hatinya merasa sakit saat suaminya memilih untuk tak peduli pada orang tuanya. Tapi, Farida tak mau bertengkar dan memilih diam saat tahu Adam tak m
Menjelang malam, Farida hanya duduk di pinggiran ranjang selepas melaksanakan shalat magrib. Sementara Adam pergi entah kemana dan Tasya tengah bermain di kamarnya.Kepalanya tertunduk, ingatannya terjebak pada kejadian tadi sore dimana Adam berani meminta uang lagi pada orang tuanya."Kenapa kamu nggak nepatin janjimu, Mas. Kamu bilang kamu akan bekerja dan hidup mandiri bersamaku dan Tasya, tapi kenyataannya kamu masih mengandalkan orang tuamu padahal kamu tahu kalau mereka tidak menyukaiku," ucap Farida dengan mata berkaca-kaca. Tangannya meremas mukena yang bawahannya masih ia pakai dan belum dilepas.Sakit rasanya ketika harus memberikan kepercayaan kepada seseorang tapi kepercayaan itu justru dihancurkan begitu saja tanpa usaha untuk membuktikan bahwa ia bisa lebih baik.Farida mengusap air matanya dengan cepat saat mendengar suara pintu yang dibuka. Farida tahu itu suara Adam yang sudah pulang tapi Farida tak menemuinya apalagi menyambutnya.Farida masih duduk di pinggiran ranj
Pagi-pagi sekali, Farida sudah bangun dan mempersiapkan sarapan untuk suami dan juga putri semata wayangnya.Sembari mengucek mata, Tasya berjalan menghampiri Farida yang tengah memasak di dapur."Bu, ibu lagi masak apa?" tanya Tasya dengan suara khas bangun tidur."Oh ini, ibu masak sayur sop dan juga goreng tempe. Nanti Tasya makan sama ayah, ya," ucap Farida."Memangnya ibu mau kemana?" tanya Tasya lagi.Farida meletakkan serok yang ia gunakan untuk mengangkat tempe goreng di dalam kuali. Ia membalikkan badannya dan menatap Tasya yang kini berada di depannya.Farida duduk berjongkok menyamakan posisinya dengan Tasya. Tangannya memegang lembut tangan mungil Tasya."Hari ini, ibu akan mulai bekerja, Nak. Jadi, mulai hari ini Tasya di rumah sama ayah sampai ibu pulang, ya. Ibu janji setelah selesai bekerja, ibu akan langsung pulang dan nanti kalau ibu sudah pulang, kita main berdua," ucap Farida.Farida sadar jika belakangan ini, ia kehilangan banyak waktu bermain dengan putrinya, tap
"Hah, masa Farida menantu mu, sih. Ya ampun, aku nggak tahu kalau dia ternyata adalah menantu mu," ucap Ratna tak enak hati."Dia memang menantuku, tapi menantu yang hina dan tak tahu diri."Seketika semua orang yang ada di sana tersentak mendengar penuturan Nadia yang terdengar begitu tajam. Begitu juga dengan Farida yang terkejut dengan perkataan ibu mertuanya di hadapan semua orang."Maksud kamu gimana, Nad? Kok kamu ngatain mantu kamu sendiri hina dan nggak tahu diri?" tanya yang lainnya.Sementara Farida sudah membatin jika Nadia pasti akan mengungkit masalah yang sudah berlalu yang membuat Farida tersudut dan menjadi tersangka akibat ulah lidah yang pandai berdusta."Dia memang menantuku, tapi aku tidak menganggapnya sebagai menantu. Apa kalian tidak tahu seperti apa sifat aslinya? Dia itu menjijikan."Nadia menatap tajam ke arah Farida sementara Farida masih tak mampu membuka mulutnya untuk mencegah Nadia agar tak semakin menjelekkannya."Ratna, apa kamu nggak takut memperkejak