."Apa kau tidak tahu, kami ini saudaranya yang punya acara ini tahu," teriak Widya."Maaf bu, saya hanya menjalankan tugas saja, perlihatkan undangannya maka ibu bisa masuk kedalam," jawab petugas itu menolak.***"Ada apa sayang?" Tanya Yudha begitu melihat Rahma menghentikan langkahnya."Lihat mas, ada Mbak Widya di sana, Mas Deni dan Mbak Nella juga ada. Ada urusan apa yang membuat mereka bertiga datang ke sini, ya? Bukankah ini acara tertutup hanya untuk para karyawan dan tamu undangan?" Tanya Rahma bingung."Entahlah, apa salah satu dari mereka tidak ada yang memberitahumu?" Tanya Yudha.Rahma menggeleng," tidak ada, tak satupun dari mereka yang memberi tahu ataupun menelponku. Sudahlah, mungkin mereka mau bertemu dengan seseorang di sini," jawab Rahma mencoba berpikir positif."Kalau tidak ada yang menelpon atau mengabarimu, berarti mungkin saja itu benar. Mereka datang kesini karena ada keperluan dengan orang lain," hibur Yudha lalu menggandeng tangan istrinya.Benarkah sepert
"Pak Demian tetap berdiri saja di sana, agar menghalangi pandangan mereka padaku, aku masih ingin tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya," titah Rahma."Baik bu.""Sudah hampir setengah jam, mana Bagas? Jangan-jangan si Nia tidak menyampaikan pesan kita lagi sama suaminya?" Tuding Nella sambil melirik penunjuk waktu di ponselnya."Awas saja si Nia, kalau memang itu benar," geram Widya.***"Sudah, tidak usah bertengkar, kita tunggu saja Bagas sebentar lagi, siapa tahu dia akan datang," Deni menengahi perdebatan mereka. Malas rasanya jika melihat dua wanita itu bertengkar dan membuat keributan di tempat ini. Bisa jadi mereka bertiga akan di usir dan di seret keluar. Entah mengapa membayangkannya saja sudah membuat Deni bergidik.Jika hal itu terjadi, maka tujuan mereka datang ke tempat ini pun akan sia-sia saja.Widya melengos dengan kedua tangannya yang kini terlipat di depan dadanya. Tak lama di lihatnya Nella merogoh ponsel dari dalam tasnya, membuat ekor matanya seketika men
"Oh ya ... ngomong-ngomong, bagaimana kabar Denisa? Sejak kejadian di acara makan malam itu kakek tak pernah lagi mendengar kabarnya. Apa ia meneleponmu?" Pertanyaan Surya membuat Yudha seketika menoleh padanya.***"Mbak Denisa?""Iya. Bagaimana kabarnya?" Ulang Surya."Kurasa ia baik-baik saja. Aku bertemu sekali dengannya setelah acara makan malam itu, dan kelihatannya ia sehat. Ada apa kakek menanyakannya?" Yudha balik bertanya."Tidak, kakek hanya ingin tahu saja.""Apa kakek mengetahui sesuatu hal tentangnya?" Cecar Yudha. Surya menggeleng," tidak. Sejak acara makan malam itu, kakek dan dia belum bertemu lagi."Yudha memandang Surya dengan tatapan tanya."Kakek kasihan padanya karena di manfaatkan Hera. Sebenarnya beberapa hari setelah acara makan malam itu, papamu memberitahuku jika Denisa menemuinya dan berencana pindah tugas ke cabang rumah sakit yang ada di Surabaya. Ke daerah tempat asal suaminya. Katanya untuk menenangkan diri dan sementara ingin menjauh dulu dari Hera.
"Pak Demian, bisakah kau meminta petugas keamanan itu mempersilakan mereka masuk!?" "Baik Bu, saya akan bicara dengan mereka sebentar, bu," jawab Demian lalu melangkah menemui para petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk aula tersebut dan berbicara dengan mereka.***"Kupikir kau masih lama bicara dengan mereka, makanya aku mengirim pesan pada Demian," aku Yudha ketika melihat Rahma sudah duduk disampingnya."Maaf mas, membuatmu cemas," sesal Rahma."Tidak, aku hanya takut kau bertengkar dengan mereka.""Itu tidak terjadi. Mereka kini sudah bersikap baik padaku, hanya Mbak Widya saja yang masih menyebalkan," terang Rahma."Lalu apa kau tahu tujuan mereka datang kemari?" "Iya, katanya mereka ingin bicara denganmu, setelah penolakanku waktu itu, mereka berharap dengan bicara denganmu, keinginan mereka bisa terpenuhi. Ah, rasanya ingin sekali aku mencekik leher mereka.""Jika mereka memang membutuhkan uang untuk alasan yang mendesak. Aku pasti akan langsung memberikannya, ta
"Sejak tadi kalian terus meminta maaf padaku. Boleh aku bertanya, apa kalian sudah meminta maaf pada Rahma?" Pertanyaan Yudha membuat mereka bertiga seketika menelan ludah. Tak lama terdengar suara seseorang berdehem keras, tampak Surya yang baru saja pulang, kini tengah menyipitkan mata menatap tajam pada mereka.***Langkah Denisa terhenti ketika dilihatnya Hera sedang turun dari mobilnya, di pelataran rumah sakit. Segera saja ia memalingkan wajahnya, berharap sang ibu tak melihatnya. Sengaja ia membalikkan badan dan berusaha menghindar, namun usahanya tidak berhasil, suara parau Hera terdengar memanggil namanya, terpaksa membuatnya menghentikan niatnya.Pertemuan ini sungguh tak dikehendakinya, amarah masih berkecamuk di dalam hati Denisa. Kenyataan bahwa dirinya bukanlah bagian dari keluarga Widjaja masih melukainya, dan satu satunya orang yang bertanggung jawab atas rasa sakit itu adalah Hera, ibunya sendiri."Denisa!" Panggil Hera lalu melangkah lebar menghampirinya."Ada perl
"Mama punya banyak uang, setelah bercerai pun aku yakin mama akan mendapat uang cerai dari papa. Bukankah selama ini yang mama inginkan hanyalah uang?" Sinis Denisa.**"Lagipula, aku tidak bisa memutuskannya sendiri. Aku harus membicarakannya dengan Mas Arga," lanjut Denisa beralasan."Mama akan bicara sendiri dengan Arga!" Sahut Hera cepat."Tak perlu, aku bisa memberitahunya sendiri. Jika tak ada yang ingin Mama bicarakan lagi, aku mau masuk ke mobilku. Maaf ma, tapi aku harus segera pulang." Pamit Denisa lalu melangkah cepat ke dalam mobilnya.Di dalam mobil nya, Denisa menyandarkan punggungnya sambil memejamkan mata. Helaan nafasnya terdengar berat, tak lama, sudut matanya terlihat basah."Maaf ma, aku butuh waktu untuk bisa menerima semua kenyataan ini, aku butuh ketenangan," bisik Denisa sambil memandang sayu pada Hera yang masih berdiri di tempatnya. Beberapa detik kemudian Denisa menyalakan mobilnya dan bergegas meninggalkan rumah sakit tempatnya bekerja selama ini.Sepeningg
"Baiklah, sebelum itu bisakah aku bicara dengan Mbak Nella sebentar?" Pinta Rahma sambil tersenyum memandangnya.***"Bicara dengan ku?" Tanya Nella bingung."Iya, mbak. Aku ingin bicara dengan Mbak Nella sebentar saja. Tidak disini, kita ke ruang baca sebentar," jawab Rahma.Deni melirik Rahma dengan kening berkerut, ada banyak pertanyaan yang ada dalam kepalanya. Bagi Deni, sikap Rahma cukup aneh. "Bicara saja di sini, kenapa? Kita ini saudara, kenapa harus bicara di tempat lain?" ketus Widya menyela."Mbak mu benar Rahma. Kalian bicara saja di sini," tambah Deni mendukung ucapan istrinya.Rahma menggeleng pelan. "Tidak, aku hanya ingin bicara dengan Mbak Nella, berdua saja. Lagipula, mengapa kalian terlihat kesal seperti itu? Aku dan Mbak Nella bukan ingin membahas kalian!" jelas Rahma.Nella memandang Rahma dengan seksama. Ucapan Rahma sebenarnya sedikit menganggu dirinya, Namun, segera di tepisnya kuat pikiran buruk itu. Ia yakin Rahma tidak mungkin ingin berniat buruk padanya.
"Sebaiknya kembali kita ke ruang tamu, nanti akan kujelaskan di sana. Aku masih berharap mbak bisa memikirkan semua perkataanku tadi."Nella tidak menjawabnya namun dari ekspresi wajahnya, tampak jelas jika ia menolak saran Rahma.***Rahma bangkit dari tempat duduknya, begitu juga Nella. Tak lama, mereka berjalan beriringan kembali ke ruang tamu di mana Deni dan Widya masih duduk menunggu mereka."Sudah selesai, pembicaraan rahasianya?" Sindir Widya."Iya, kami memang bicara hal yang rahasia. Kenapa? Mbak ingin tahu apa yang kami bicarakan tadi?" Balas Rahma."Sudahlah Widya, jaga sikapmu. Ingat kita sedang berada di rumah Rahma," tegur Deni pada istrinya."Berisik.""Lalu, apa kalian sudah selesai bicara?" Tanya Deni, yang mengabaikan wajah masam Widya padanya."Sudah. Maaf jika membuat kalian menunggu.""Aku tak peduli dengan pembicaraan kalian. Ingat Rahma kau sudah berkata akan memenuhi permintaanku. Jadi kapan aku bisa menerima uangnya?" Tanya Deni antusias."Tenang saja, kau da