Terima Kasih sudah mengikuti ceritanya. Maaf maafkan author yang selalu telat update akhir2 ini, dikarenakan pekerjaan yang padat. Sekali lagi terima kasih atas kesabarannya menunggu update terbaru.
Nicholas duduk di ruang kerjanya yang luas di kantor pusat perusahaannya. Matanya tertuju pada layar komputer, namun pikirannya tidak bisa lepas dari Ariana dan bayi kembar yang sedang dikandungnya. Dia tetap mengawasi sendiri setiap detail. Dia memasang sensor gerak di setiap sudut rumah, kamera yang dapat diakses melalui ponselnya, dan drone kecil yang dirancang khusus untuk memantau gerak-gerik Ariana. Setelah berminggu-minggu patuh mengikuti semua aturan ketat Nicholas, mengikuti tabel nutrisi yang rumit dan penuh dengan bahan-bahan sehat, Ariana akhirnya merasa perlu melanggar satu aturan: dia ingin makan sesuatu yang tidak ada dalam daftar makanan sehat.Ariana mengirim pesan kepada sahabatnya Diana, meminta bantuan untuk mengirimkannya pizza dan segelas besar milkshake.Tak lama kemudian kurir pengantar kiriman Diana pun datang. Sebelum satpam penjaga gerbang memeriksa isi paket itu. Ariana dengan cepat langsung mengambilnya.“Ini barang pribadiku, tidak perlu diperiksa,” kat
Nicholas baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja pribadinya, berjalan menuju kamarnya. Saat membuka pintu, dia melihat Ariana sedang melakukan senam hamil di atas karpet lembut di lantai kamar. Ariana berada dalam posisi telentang di atas karpet, dengan kedua lututnya ditekuk dan telapak kakinya menjejak lantai. Pinggulnya sedikit terangkat dari lantai, dan dia menekan telapak tangan ke lantai di samping tubuhnya untuk menstabilkan dirinya. Gerakan pelvic tilt untuk memperkuat otot-otot panggul, menjaga kestabilan dan kelenturan selama kehamilan. Dengan wajah yang sedikit berkeringat dan terlihat kesulitan, Ariana berusaha mempertahankan posisi itu untuk beberapa detik. Nicholas melihat Ariana sedikit kesulitan melakukan gerakan senam hamilnya, jadi dia mendekat untuk membantu. “Ini pasti efek dari makan pizza tadi,” sindirnya. “Tidak, ya. Ini karena perutku yang semakin besar,” bantah Ariana tidak terima. “Aku akan membantu.” Dengan hati-hati, Nicholas memegang
Ariana tiba di klinik untuk pemeriksaan rutinnya. Meskipun banyak hal telah terjadi, satu hal yang tidak berubah adalah ketidakhadiran Nicholas. Seperti biasa, kesibukan pekerjaannya membuatnya tak bisa menemani ArianaSaat dokter Lina mulai melakukan USG, Ariana menatap layar dengan penuh harap, menunggu melihat kedua bayi kembarnya. Namun, tatapan dokter Lina yang tiba-tiba berubah serius.“Bu Ariana,” suara dokter Lina terdengar lebih hati-hati, “sepertinya ada yang perlu kita bicarakan dengan lebih serius.”Rasa was-was segera merasuki Ariana. “Apa yang terjadi, Dok?” tanyanya.Dokter Lina menarik napas dalam, tampak berusaha merangkai kata-kata dengan hati-hati. “Saya melihat ada perbedaan ukuran antara kedua bayi,” jelasnya. “Ini mungkin tanda dari sIUGR. Satu janin mendapatkan suplai darah dan nutrisi lebih sedikit dibandingkan janin yang lain.”Jantung Ariana serasa berhenti berdetak. “Apakah ini berbahaya?” tanyanya cemas.“Ini adalah kondisi yang serius,” jawab dokter Lina.
Nicholas menggenggam tangan Ariana erat, menatap layar USG dengan tatapan serius. Pagi itu dia menepati janjinya—meninggalkan sejenak dunia bisnis dan kesibukan korporat. Suara mesin USG yang berdesing ringan menambah ketegangan.Dokter Lina mengerjakan tugasnya dengan cermat, memantau layar di depannya dengan pandangan tajam. Tatapan profesionalnya perlahan berubah, sedikit tegang, dan Ariana merasakannya. Tangan Nicholas, yang menggenggam tangannya, terasa semakin erat.“Bu Ariana, Pak Nicholas,” akhirnya suara dokter Lina memecah keheningan. Suaranya terdengar lebih berhati-hati dari biasanya, seolah ada sesuatu yang tidak ingin segera diucapkan. “Sesuai hasil pemantauan sebelumnya, saya mendapati bahwa ada perbedaan signifikan antara ukuran kedua janin. Janin perempuan terlihat lebih kecil dari yang laki-laki. Ini menandakan adanya selective intrauterine growth restriction, atau yang kita sebut sIUGR.”Nicholas menoleh ke Ariana, yang saat ini tampak diam terpaku, hanya bisa mena
Nicholas berdiri di sudut ruangan, menatap Ariana yang tengah melakukan yoga prenatal. Sesekali dia membaca laporan di layar tabletnya dengan tenang. Dia memutuskan bolos masuk kerja sehari untuk menemani Ariana selama 24 jam, karena kondisi bayi kembar mereka yang tidak baik-baik saja. Instruktur yoga sabar memandu setiap gerakan Ariana. Ruangan terasa tenang, dengan alunan musik lembut yang mengiringi latihan. Ariana tampak nyaman mengikuti pose-pose lembut yang dirancang khusus untuk menjaga keseimbangan dan kekuatan tubuhnya. "Pak Nicholas," Tiba-tiba instruktur memanggil Nicholas sambil melambai, "mau bergabung untuk pose berpasangan? Ini sangat bagus untuk mendukung istri Anda, dan bisa memperkuat ikatan emosional antara Anda berdua." Nicholas menghela napas, meletakan tabletnya di atas buffet sebelahnya. “Ah, baiklah,” jawabnya, lalu berjalan mendekat dengan sedikit ragu. Ariana melirik ke arahnya, senyum lembut di bibirnya seolah tahu Nicholas akan sedikit kerepotan
Nicholas akhirnya menarik diri. “Penggemar ya?” katanya sembari jemarinya menelusuri bibir Ariana, seolah sedang membersihkan jejak ciuman panas mereka barusan. “Tapi sekarang... semua fantasimu tentangku sudah jadi kenyataan, kan?” katanya lagi dengan godaan yang sensual, suaranya semakin dalam. "Or maybe... there's still something filthy we haven't tried yet?" lanjut Nicholas dengan nada rendahnya. Mengartikan ucapan Nicholas, wajah Ariana langsung memerah dan segera menepis tangan Nicholas yang menari-nari di bibirnya. Dia mengambil sendok lagi dan kembali menyuapkan es krim ke mulutnya, berusaha menyembunyikan kegugupannya yang tak bisa dia tahan.Nicholas berdiri di sampingnya, menatap Ariana dengan penuh perhatian. “Apa kau akan tetap duduk di sini menghabiskan es krim-mu?” tanyanya sambil melirik cangkir es krim Ariana yang hampir habis.Ariana melirik gelas es krim Nicholas yang mulai mencair. “Dan kau, tidak menghabiskan es krim-mu?” tanyanya balik.Nicholas tersenyum nakal
Ariana memandang dirinya di depan cermin, jemarinya lembut menyusuri gaun rancangan desainer kenamaan, kainnya meluncur sempurna di tubuh hamilnya. Setiap jahitan gaun itu seolah didesain untuk memancarkan kecantikan dan kemewahannya. Tiba-tiba, lengan Nicholas melingkari pinggangnya dari belakang, erat, penuh dengan rasa kepemilikan. “Mengapa kau begitu cantik?” bisik Nicholas di telinganya, suaranya rendah dan penuh intensitas. “Aku ingin menyimpanmu untuk diriku sendiri.” Ariana tersenyum, melihat pantulan mata tajam suaminya di cermin. “Kau memujiku begitu agar aku tidak lama berdandan, ya?” Nicholas terkekeh pelan, tangannya tak lepas dari pinggang Ariana. “Iya. Aku tidak suka menunggu.” “Dasar,” balas Ariana. Mereka keluar kamar bersama, di depan mobil, Jhon sudah berdiri tegap menunggu. Pintu mobil hitam mengkilat itu terbuka, dan mereka masuk dengan tenang. Saat mobil melaju, Ariana duduk diam di samping Nicholas. Ada pertanyaan yang terus berputar di kepalanya, tak ku
Nicholas keluar dari mobil hitamnya dengan cepat, mendekap tubuh Ariana yang terkulai lemah. Di depan pintu IGD, tim medis sudah siap dengan tandu dan peralatan lengkap—sebuah persiapan yang tak terlepas dari pemberitahuan Daniel. Dia memastikan rumah sakit itu sudah siap menyambut kedatangan tuannya.Di dalam ruangan IGD, berbagai spesialis telah menunggu: dokter spesialis bedah, spesialis kandungan, hingga spesialis anestesi, semuanya sudah siap.Lampu-lampu ruang gawat darurat memantul di wajah Nicholas yang tegang. Wajahnya yang biasanya tenang dan penuh kendali kini dipenuhi kecemasan yang sulit disembunyikan. Ketakutan menyelimuti tatapannya, namun dia berusaha tetap kokoh. Dua perawat sigap mengambil alih Ariana, memindahkannya ke tandu dengan gerakan terlatih. Tanpa membuang waktu, mereka membawa Ariana ke dalam ruangan yang telah dipenuhi alat-alat monitor, di mana para spesialis sudah siap.Dokter Radit, seorang ahli bedah vaskular, segera mendekati Ariana. Di sebelahnya, do