Nicholas berjalan melewati koridor rumah sakit dengan langkah tenang. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, fokus pada tujuannya: menemui petugas kebersihan yang dikatakan menyelamatkannya saat insiden di gudang yang hampir merenggut nyawanya. Dia sudah memastikan bapak itu dipindahkan ke kamar perawatan terbaik di rumah sakit setelah mendengar bahwa kondisinya memburuk. Dia menderita gagal ginjal kronis.Nicholas melangkah masuk ke dalam kamar perawatan dengan wajah datar. Ruangan itu tenang, hanya suara alat medis yang memonitor kondisi petugas kebersihan tua yang terbaring di ranjang. Bapak itu sudah tampak lemah, tubuhnya menua, dengan sisa-sisa kesehatan yang perlahan menghilang. Petugas kebersihan itu membuka matanya perlahan saat mendengar pintu berderit. Pandangannya menatap Nicholas dengan kerutan di dahi, seolah mencoba mengingat sesuatu dari wajah pemuda di depannya."Siapa Anda?" tanyanya dengan suara serak, dipenuhi rasa penasaran dan kebingungan.Nicholas tanpa basa-basi, men
Ariana melangkah keluar dari jet pribadi dengan anggun. Di landasan, Daniel sudah menunggu dengan tenang di samping mobil hitam. Begitu melihat Ariana mendekat, dia membuka pintu mobil dan tersenyum tipis.“Terima kasih, Nyonya, telah membuat keputusan yang tepat dengan menghubungi saya,” ucap Daniel sopan, matanya memancarkan rasa hormat.Ariana hanya mengangguk singkat, lalu masuk ke dalam mobil. Begitu duduk, dia langsung sibuk dengan ponselnya. Daniel masuk ke kursi pengemudi, dan sesaat kemudian mobil itu mulai bergerak meninggalkan bandara. “Pak Daniel,” kata Ariana memecah keheningan, “Aku menghubungi Bapak karena ingin bertemu Nicholas, dan berbicara langsung dengannya.”Daniel yang entah sudah berapa kali mendengar permintaan Ariana tetap menjaga fokusnya pada jalan di depannya. Dia tidak mengatakan apa-apa. Sesaat hening, hanya suara lembut mesin mobil yang terdengar.“Di mana keluargaku?” tanya Ariana kemudian dengan nada mendesak. “Pak Daniel pasti mengetahuinya.”Daniel
beberapa menit sebelumnya…, Daniel merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat Ariana meringis kesakitan di kursi belakang. Dia tidak menyangka, pengereman mendadak itu ternyata membuat wanita tuannya terluka. Melihat Ariana yang terus memegangi hidungnya, tingkat kepanikannya semakin besar. Ariana menyadari kepanikan yang perlahan muncul di wajah Daniel. Sebuah ide langsung terlintas di benaknya. Sambil mengerang seolah rasa sakitnya semakin parah, dia berkata, “Pak Daniel... aku tidak bisa merasakan hidungku lagi.” Nadanya terdengar lemah dan penuh penderitaan. Seakan itu adalah bencana nasional. "Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, Nyonya," kata Daniel, segera mengubah arah mobil menuju rumah sakit terdekat. Namun, Ariana segera menyela dengan suara lemah. “Aku tidak akan pergi ke rumah sakit. Kalau Bapak tetap memaksa, aku akan bilang kepada mereka bahwa Pak Daniel menculikku.” Daniel hampir tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ancaman Ar
Nicholas tersenyum tipis. “Kau milikku, Claire. Aku sudah pernah mengatakannya padamu, ‘aku tidak suka jika milikku disentuh oleh orang lain’." Ariana tersentak, dan mundur beberapa langkah, merasa seakan tubuhnya membeku. Ekspresi Nicholas sulit dibaca, matanya dingin tidak seperti sebelumnya, membuat Ariana bergidik. “Kau mengambil pekerjaanku, menyita rekeningku… kau ingin memaksaku kembali padamu, begitu kan?” Nicholas mengangkat alisnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. “Melihatmu kembali dengan sendirinya, bukankah cara itu efektif?” Ariana menelan ludah, tangan memeluk perutnya yang masih rata. ‘Aku kembali karena anak ini,’ pikirnya. Nicholas mendekatinya dengan langkah lambat. Ketika dia sudah cukup dekat, ada kilatan tajam di matanya, campuran antara frustrasi, keinginan, dan kemarahan yang tak lagi bisa dia sembunyikan. Tanpa peringatan, Nicholas meraih wajah Ariana dengan kedua tangannya, ibu jarinya menekan tulang pipinya dengan tegas. "Kenapa kau selalu
Kantor pusat Nathan Enterprises kini berada dalam keadaan Chaos. Berita penahanan Henry Nathan, Presiden Direktur, oleh pihak kejaksaan atas dugaan korupsi dan penipuan finansial telah mengguncang seluruh struktur perusahaan. Dalam hitungan jam, suasana di kantor berubah dari keteraturan menjadi kekacaoan Di berbagai lantai, karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, berbisik-bisik, dan bergosip dengan cemas tentang masa depan perusahaan yang artinya masa depan mereka juga. Beberapa aktivitas terhenti kecuali cleaning servis, mereka tetap menjalankan tugasnya bersih bersih seperti biasa. Beberapa karyawan tampak sibuk memeriksa berita di ponsel mereka, berharap menemukan klarifikasi atau mungkin bantahan atas tuduhan tersebut, namun yang mereka temukan justru spekulasi dan laporan yang semakin menambah berita negatif. Telepon di ruang eksekutif berdering tanpa henti. Panggilan dari media, mitra bisnis, dan investor membanjiri saluran komunikasi, menuntut penjelasan dan ke
Setelah Richard meninggalkan ruangan dengan penuh amarah, Nicholas berdiri diam sejenak, menatap pintu yang baru saja dibanting oleh ayahnya. Dia menyeka darah di sudut bibirnya dan menarik napas panjang, mengatur kembali ketenangannya. Beberapa detik kemudian, pintu kembali terbuka, kali ini dengan lebih tenang, dan August masuk ke dalam ruangan yang kini menjadi ruangannya. August segera melihat bekas pukulan di wajah Nicholas. “Apakah Anda baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Nicholas mengangguk, mengisyaratkan agar August duduk. “Apa laporanmu?” August duduk di kursi yang berhadapan dengan Nicholas, membuka berkas yang dibawanya. “Pengangkatan Anda sebagai CEO sementara sah secara hukum. Voting oleh pemegang saham dan persetujuan dewan direksi sudah lengkap.” ucapnya sambil menyerahkan beberapa dokumen kepada Nicholas. Nicholas membaca dokumen-dokumen itu dengan cepat. “Situasi di tim hukum?” tanyanya kemudian. “Saya telah memulai penyelidikan internal dan mel
Nenek Eleanor yang biasanya tegas dan galak, kini dipenuhi kecemasan dan kebingungan. Tangannya terus mengelus liontin emas di lehernya, hadiah dari Kakek Henry saat mereka merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-53. Sentuhan dingin emas itu biasanya memberikan ketenangan, namun kali ini tidak. Rumah kakek Henry terasa sepi meski semua anggota keluarga kecuali Richard dan Nicholas, berkumpul di sana. Mereka mengambil peran untuk memberikan dukungan emosional kepada nenek Eleanor. Eleanor menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, namun kegelisahan tetap jelas terlihat di matanya. Dia menatap Rachel dengan mata yang dipenuhi harap. "Rachel… Nicholas sangat cerdas. Aku ingin kau memohon padanya… memintanya membantu kakeknya keluar tuduhan itu." Rachel berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang. Dia tahu ibu mertuanya benar-benar putus asa. Kakek Henry kini mendekam di rumah tahanan. Sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi. Rachel juga bingung, mengapa
Di ranjang rumah sakit yang mewah, dikelilingi oleh fasilitas medis paling canggih yang bisa dibeli dengan uang. Henry Nathan, seorang pria yang pernah begitu berkuasa, kini terbaring di atas ranjang dengan wajah yang dipenuhi kelelahan. Pria tua itu tidak pernah membayangkan akan berakhir di tempat itu. Terkurung di antara empat dinding yang dingin, dirawat oleh perawat-perawat yang tak dia kenal. Sudah beberapa hari dia dirawat di sana, dengan alasan kesehatan yang memburuk setelah skandal besar yang melibatkan dirinya terungkap ke publik. Pintu kamar terbuka perlahan, dan Nicholas masuk dengan langkah tenang. Pintu kamar ditutup dengan perlahan di belakangnya, dan dia berdiri sejenak di dekat pintu, menatap kakeknya dengan tatapan yang sulit diartikan. Pria yang pernah sangat kuat, yang telah mendidiknya dengan keras. Henry langsung membuka matanya, tatapannya tajam penuh kemarahan saat melihat cucunya datang menemuinya. "Kau..." Suara Henry terdengar parau namun penuh