beberapa menit sebelumnya…, Daniel merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat Ariana meringis kesakitan di kursi belakang. Dia tidak menyangka, pengereman mendadak itu ternyata membuat wanita tuannya terluka. Melihat Ariana yang terus memegangi hidungnya, tingkat kepanikannya semakin besar. Ariana menyadari kepanikan yang perlahan muncul di wajah Daniel. Sebuah ide langsung terlintas di benaknya. Sambil mengerang seolah rasa sakitnya semakin parah, dia berkata, “Pak Daniel... aku tidak bisa merasakan hidungku lagi.” Nadanya terdengar lemah dan penuh penderitaan. Seakan itu adalah bencana nasional. "Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, Nyonya," kata Daniel, segera mengubah arah mobil menuju rumah sakit terdekat. Namun, Ariana segera menyela dengan suara lemah. “Aku tidak akan pergi ke rumah sakit. Kalau Bapak tetap memaksa, aku akan bilang kepada mereka bahwa Pak Daniel menculikku.” Daniel hampir tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ancaman Ar
Nicholas tersenyum tipis. “Kau milikku, Claire. Aku sudah pernah mengatakannya padamu, ‘aku tidak suka jika milikku disentuh oleh orang lain’." Ariana tersentak, dan mundur beberapa langkah, merasa seakan tubuhnya membeku. Ekspresi Nicholas sulit dibaca, matanya dingin tidak seperti sebelumnya, membuat Ariana bergidik. “Kau mengambil pekerjaanku, menyita rekeningku… kau ingin memaksaku kembali padamu, begitu kan?” Nicholas mengangkat alisnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. “Melihatmu kembali dengan sendirinya, bukankah cara itu efektif?” Ariana menelan ludah, tangan memeluk perutnya yang masih rata. ‘Aku kembali karena anak ini,’ pikirnya. Nicholas mendekatinya dengan langkah lambat. Ketika dia sudah cukup dekat, ada kilatan tajam di matanya, campuran antara frustrasi, keinginan, dan kemarahan yang tak lagi bisa dia sembunyikan. Tanpa peringatan, Nicholas meraih wajah Ariana dengan kedua tangannya, ibu jarinya menekan tulang pipinya dengan tegas. "Kenapa kau selalu
Kantor pusat Nathan Enterprises kini berada dalam keadaan Chaos. Berita penahanan Henry Nathan, Presiden Direktur, oleh pihak kejaksaan atas dugaan korupsi dan penipuan finansial telah mengguncang seluruh struktur perusahaan. Dalam hitungan jam, suasana di kantor berubah dari keteraturan menjadi kekacaoan Di berbagai lantai, karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, berbisik-bisik, dan bergosip dengan cemas tentang masa depan perusahaan yang artinya masa depan mereka juga. Beberapa aktivitas terhenti kecuali cleaning servis, mereka tetap menjalankan tugasnya bersih bersih seperti biasa. Beberapa karyawan tampak sibuk memeriksa berita di ponsel mereka, berharap menemukan klarifikasi atau mungkin bantahan atas tuduhan tersebut, namun yang mereka temukan justru spekulasi dan laporan yang semakin menambah berita negatif. Telepon di ruang eksekutif berdering tanpa henti. Panggilan dari media, mitra bisnis, dan investor membanjiri saluran komunikasi, menuntut penjelasan dan ke
Setelah Richard meninggalkan ruangan dengan penuh amarah, Nicholas berdiri diam sejenak, menatap pintu yang baru saja dibanting oleh ayahnya. Dia menyeka darah di sudut bibirnya dan menarik napas panjang, mengatur kembali ketenangannya. Beberapa detik kemudian, pintu kembali terbuka, kali ini dengan lebih tenang, dan August masuk ke dalam ruangan yang kini menjadi ruangannya. August segera melihat bekas pukulan di wajah Nicholas. “Apakah Anda baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Nicholas mengangguk, mengisyaratkan agar August duduk. “Apa laporanmu?” August duduk di kursi yang berhadapan dengan Nicholas, membuka berkas yang dibawanya. “Pengangkatan Anda sebagai CEO sementara sah secara hukum. Voting oleh pemegang saham dan persetujuan dewan direksi sudah lengkap.” ucapnya sambil menyerahkan beberapa dokumen kepada Nicholas. Nicholas membaca dokumen-dokumen itu dengan cepat. “Situasi di tim hukum?” tanyanya kemudian. “Saya telah memulai penyelidikan internal dan mel
Nenek Eleanor yang biasanya tegas dan galak, kini dipenuhi kecemasan dan kebingungan. Tangannya terus mengelus liontin emas di lehernya, hadiah dari Kakek Henry saat mereka merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-53. Sentuhan dingin emas itu biasanya memberikan ketenangan, namun kali ini tidak. Rumah kakek Henry terasa sepi meski semua anggota keluarga kecuali Richard dan Nicholas, berkumpul di sana. Mereka mengambil peran untuk memberikan dukungan emosional kepada nenek Eleanor. Eleanor menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, namun kegelisahan tetap jelas terlihat di matanya. Dia menatap Rachel dengan mata yang dipenuhi harap. "Rachel… Nicholas sangat cerdas. Aku ingin kau memohon padanya… memintanya membantu kakeknya keluar tuduhan itu." Rachel berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang. Dia tahu ibu mertuanya benar-benar putus asa. Kakek Henry kini mendekam di rumah tahanan. Sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi. Rachel juga bingung, mengapa
Di ranjang rumah sakit yang mewah, dikelilingi oleh fasilitas medis paling canggih yang bisa dibeli dengan uang. Henry Nathan, seorang pria yang pernah begitu berkuasa, kini terbaring di atas ranjang dengan wajah yang dipenuhi kelelahan. Pria tua itu tidak pernah membayangkan akan berakhir di tempat itu. Terkurung di antara empat dinding yang dingin, dirawat oleh perawat-perawat yang tak dia kenal. Sudah beberapa hari dia dirawat di sana, dengan alasan kesehatan yang memburuk setelah skandal besar yang melibatkan dirinya terungkap ke publik. Pintu kamar terbuka perlahan, dan Nicholas masuk dengan langkah tenang. Pintu kamar ditutup dengan perlahan di belakangnya, dan dia berdiri sejenak di dekat pintu, menatap kakeknya dengan tatapan yang sulit diartikan. Pria yang pernah sangat kuat, yang telah mendidiknya dengan keras. Henry langsung membuka matanya, tatapannya tajam penuh kemarahan saat melihat cucunya datang menemuinya. "Kau..." Suara Henry terdengar parau namun penuh
Nicholas duduk di ruang kerjanya yang luas di kantor pusat perusahaannya. Matanya tertuju pada layar komputer, namun pikirannya tidak bisa lepas dari Ariana dan bayi kembar yang sedang dikandungnya. Dia tetap mengawasi sendiri setiap detail. Dia memasang sensor gerak di setiap sudut rumah, kamera yang dapat diakses melalui ponselnya, dan drone kecil yang dirancang khusus untuk memantau gerak-gerik Ariana. Setelah berminggu-minggu patuh mengikuti semua aturan ketat Nicholas, mengikuti tabel nutrisi yang rumit dan penuh dengan bahan-bahan sehat, Ariana akhirnya merasa perlu melanggar satu aturan: dia ingin makan sesuatu yang tidak ada dalam daftar makanan sehat.Ariana mengirim pesan kepada sahabatnya Diana, meminta bantuan untuk mengirimkannya pizza dan segelas besar milkshake.Tak lama kemudian kurir pengantar kiriman Diana pun datang. Sebelum satpam penjaga gerbang memeriksa isi paket itu. Ariana dengan cepat langsung mengambilnya.“Ini barang pribadiku, tidak perlu diperiksa,” kat
Nicholas baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja pribadinya, berjalan menuju kamarnya. Saat membuka pintu, dia melihat Ariana sedang melakukan senam hamil di atas karpet lembut di lantai kamar. Ariana berada dalam posisi telentang di atas karpet, dengan kedua lututnya ditekuk dan telapak kakinya menjejak lantai. Pinggulnya sedikit terangkat dari lantai, dan dia menekan telapak tangan ke lantai di samping tubuhnya untuk menstabilkan dirinya. Gerakan pelvic tilt untuk memperkuat otot-otot panggul, menjaga kestabilan dan kelenturan selama kehamilan. Dengan wajah yang sedikit berkeringat dan terlihat kesulitan, Ariana berusaha mempertahankan posisi itu untuk beberapa detik. Nicholas melihat Ariana sedikit kesulitan melakukan gerakan senam hamilnya, jadi dia mendekat untuk membantu. “Ini pasti efek dari makan pizza tadi,” sindirnya. “Tidak, ya. Ini karena perutku yang semakin besar,” bantah Ariana tidak terima. “Aku akan membantu.” Dengan hati-hati, Nicholas memegang