Setelah yakin bahwa Ariana hilang, Nicholas segera memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya. Berbicara dengan kepala polisi, memohon bantuan mereka. "My wife is missing. I need your full cooperation to find her," kata Nicholas dengan tegas. (Istriku hilang. Saya butuh kerja sama penuh dari Anda untuk menemukannya) Kepala polisi, memahami urgensi situasi, segera mengerahkan timnya untuk membantu. Mereka memulai pencarian dengan memeriksa hotel-hotel dan bandara, menggunakan jaringan informasi yang ada. Nicholas juga menghubungi konsulat negaranya untuk mendapatkan bantuan tambahan. Konsulat memberikan dukungan dengan memfasilitasi komunikasi antara Nicholas dan pihak berwenang setempat serta menyediakan akses ke sumber daya tambahan. Sementara itu, tim polisi di bandara menemukan nama Ariana Claire dalam daftar penumpang penerbangan pagi ke Turki. Mereka segera menghubungi Nicholas. "Mr. Nicholas, your wife was on a flight to Turki this morning," lapor seorang petug
Sudah seminggu berlalu sejak Ariana menghilang, dan Nicholas masih terjebak dalam kebingungan dan kecemasan. Hari-hari yang berlalu terasa panjang dan melelahkan. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada kebersamaan mereka, dan setiap kenangan yang dulu manis kini menjadi pahit. Nicholas mengurung dirinya di ruang kerja, mencoba fokus pada pekerjaannya meskipun pikirannya selalu melayang ke arah Ariana. Tumpukan dokumen di mejanya tidak mampu mengalihkan rasa sakit di hatinya. Hanya suara detak jam di dinding yang menemani keheningan yang menyelimuti ruangan itu. Matahari sudah terbenam ketika Bibi Helen mengetuk pintu ruang kerjanya, suara ketukan yang ragu-ragu. "Tuan, ini ada surat penting untuk Tuan," katanya dengan nada serius, menyerahkan amplop tebal yang tampak resmi. Nicholas menerima amplop itu dengan perasaan tak menentu. Melihat ekspresi wajah tuannya yang tegang, Bibi Helen segera pamit pergi, takut dengan amarah Nicholas yang mungkin saja terjadi. Akhir-akhir ini
Hari mediasi proses gugatan cerai Ariana telah tiba, August yang datang sendiri mewakili Nicholas, memasuki ruang mediasi di sebuah gedung pengadilan. Ruang mediasi ini dilengkapi dengan meja besar di tengahnya, dengan kursi yang mengelilingi meja untuk para pihak yang terlibat. Ada juga meja untuk mediator, yang duduk di ujung ruangan, siap memfasilitasi diskusi. August, yang mengenakan setelan formal, berjalan sambil membawa berkas-berkas bukti yang telah mereka persiapkan., dan duduk di sisi meja yang telah ditentukan. Di sisi lain meja, Andrian, pengacara Ariana, duduk dengan tenang. Di depannya, terdapat berkas-berkas yang akan dia gunakan untuk mendukung gugatan perceraian kliennya. Kursi yang seharusnya ditempati Ariana kosong, menandakan ketidakhadirannya secara fisik dalam mediasi itu. Mediator, seorang pria paruh baya yang berwibawa dan berpengalaman, memulai pertemuan. "Selamat pagi, semuanya. Nama saya Bambang Dermawan, dan saya akan memfasilitasi mediasi ini. Tujua
Seminggu setelah mediasi proses perceraian itu, orang-orang Nicholas masih belum menemukan keberadaan Ariana. Istrinya itu seperti menghilang begitu saja, dan tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Hanya Andrian yang mungkin mengetahui di mana Ariana berada. Sesuai jadwal yang telah ditentukan, ruang pengadilan menjadi saksi bagi pertarungan antara pengacara Nicholas dan pembelaan Andrian. August mewakili Nicholas yang tidak hadir dalam sidang perceraiannya, telah menyusun rencana matang untuk mematahkan gugatan cerai Ariana. Hakim memasuki ruangan dan ketukan palu tanda sidang dimulai menggema. Semua mata tertuju ke depan saat August berdiri untuk memulai argumennya. "Yang Mulia, kami memiliki bukti kuat yang menunjukkan bahwa gugatan cerai ini bukan murni dari kehendak istri klien kami, melainkan hasil dari tekanan pihak ketiga, yaitu saudara Andrian Mahendra," August membuka dengan suara tenang namun penuh keyakinan. August memanggil seorang ahli keuangan untuk memberikan
Setelah sidang perceraian yang memojokkan Andrian, suasana di kantor Andrian tampak tenang. Namun, ketenangan itu segera pecah ketika beberapa petugas polisi berpakaian lengkap memasuki ruangannya. Andrian, yang tengah memeriksa beberapa dokumen, segera menyadari kehadiran mereka. "Kami memiliki surat perintah untuk penahanan Anda, Pak Andrian Mahendra," ujar salah satu polisi dengan nada resmi. "Anda dituduh melakukan penculikan terhadap Ariana Claire." Andrian, yang biasanya tenang, merasa khawatir dengan yang akan dihadapinya. "Ini pasti kesalahpahaman. Saya tidak melakukan penculikan," jawabnya dengan nada tegas namun penuh kebingungan. Polisi menunjukkan rekaman CCTV yang memperlihatkan pertemuan antara Andrian dan Ariana di sebuah kafe beberapa waktu yang lalu. Dalam rekaman tersebut, terlihat Ariana duduk bersama Andrian, namun terlihat gelisah dan bolak-balik melihat keluar jendela. Meskipun bagi Andrian itu adalah pertemuan biasa, rekaman itu digunakan sebagai bukti duga
Dengan pengaruh Nicholas, persidangan kasus penculikan dengan tersangka Andrian langsung digelar setelah beberapa hari pemanggilan Andrian. Persidangan itu dilakukan secara tertutup. Kasus yang melibatkan orang penting harus dengan tenang diselesaikan. Hakim masuk ke ruang sidang dan mengetukkan palu, menandakan sidang dimulai. "Sidang kasus penculikan dengan terdakwa Andrian Mahendra dinyatakan dibuka. Pengacara pihak pelapor, silakan mulai dengan argumen Anda." Agus berdiri dan membuka dokumen di hadapannya. "Yang Mulia, kami memiliki bukti kuat yang menunjukkan bahwa Andrian Mahendra telah melakukan tindakan penculikan terhadap Ariana Claire, istri klien kami, Nicholas Nathan." Agus mengajukan bukti rekaman CCTV dari pertemuan Andrian dan Ariana di sebuah kafe. "Rekaman ini menunjukkan pertemuan antara terdakwa dan saudari Ariana. Kami akan menunjukkan bahwa saudari Ariana terlihat gelisah dan merasa tidak nyaman selama pertemuan tersebut." Rekaman CCTV diputar. Tampak Arian
Setelah menerima pesan dari Andrian, Ariana merasa bersalah dan bingung. Dia tidak pernah bermaksud untuk menimbulkan masalah sebesar itu, apalagi membuat Andrian menjadi tersangka penculikan. Dengan berani, Ariana memutuskan untuk melakukan hal yang benar. Dia tidak bisa membiarkan Andrian menderita karena kesalahpahaman itu. Dua hari setelah Andrian ditahan, dengan langkah tegas namun hati yang berdebar, Ariana tiba di kantor polisi. Bangunan itu tampak besar dan mengintimidasi, dengan petugas berseragam berlalu-lalang. Petugas di pintu masuk, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh ketegasan, menghentikan Ariana. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?” “Saya Ariana Claire. Saya ingin memberikan kesaksian mengenai kasus Andrian Mahendra,” jawabnya dengan suara tegas. Petugas itu tampak terkejut sejenak sebelum mengangguk dan mempersilakannya masuk. “Ikuti saya, Nona Ariana.” Mereka berjalan menuju sebuah ruangan yang dipenuhi dengan beberapa polisi yang sedang bekerja di meja
"Aku tahu kau yang membuatnya ditahan," balas Ariana. "Andrian hanya lah pengacara yang membantuku." Nicholas berdiri dan berjalan mendekati Ariana, matanya memancarkan amarah yang teredam. "Kau telah membuat masalah besar dengan kabur dariku. Aku bisa membuat hidupmu sangat sulit jika kau menentangku." Ariana merasa ketakutan, namun dia berusaha tetap teguh. "Kau tidak bisa mengancamku." Nicholas tertawa pelan, seolah menertawakan kepolosan Ariana. "Aku bisa. Kau berdiri di hadapanku sekarang." Mata cokelat Ariana menyelidik Nicholas, mencari jawaban di wajah suaminya yang begitu tenang. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya. Nicholas memperhatikan Ariana dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kau tahu apa yang kuinginkan darimu," jawabnya dengan tenang, langkahnya maju perlahan, mendekati istrinya yang mulai mundur. Ariana merasakan hatinya berdebar-debar. Dia tahu, dia tidak bisa membiarkan perasaannya goyah lagi. Sekali lagi dia menguatkan hatinya bahwa Nicholas tidak memili