Nicholas berdiri di bawah pancuran air panas, mencoba membiarkan pikirannya mengalir bebas. Air mengalir deras di atas kepalanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian malam tadi. Jika Ariana tidak segera pergi, mungkin dia bisa kehilangan akal sehatnya. Sentuhan kulit yang hangat, aroma tubuh Ariana, semuanya terasa begitu menggoda. Dia menutup mata dan menghela napas dalam-dalam, merasakan ketegangan di bahunya perlahan-lahan mereda. Dia mematikan pancuran, mengambil handuk, dan mengeringkan tubuhnya. Setelah berpakaian, Nicholas berjalan menuju dapur yang menyatu dengan ruang makan. Sejak Ariana mengambil alih hampir semua pekerjaan Bibi Helen, Nicholas tidak lagi merasa nyaman untuk makan di rumahnya sendiri. Dia tidak mempercayai Ariana, wanita asing yang dinikahinya menyiapkan makanan untuknya. Ketika Nicholas memasuki dapur, dia mendapati Bibi Helen sedang mememotong buah untuk jus buah segar. Tidak ada Ariana di sana. Sejak permintaan cerai itu dilontarkan, sosok
Sudah dua hari sejak pertemuannya dengan Andrian, Ariana belum juga berhasil mendapatkan bukti untuk perceraiannya. Jika dia tidak bisa mendapatkan bukti Nicholas mengancamnya, mungkin dia bisa mendapatkan bukti perselingkuhan Nicholas. Ariana menginjak pedal gas mobil baru yang diberikan Nicholas, porsche berwarna putih. Menuju salah satu gedung pencakar langit yang merupakan kantor pusat perusahaan IT tempat Nicholas bekerja sebagai CEO. Aegis SecureTech Ariana memarkir mobilnya di tempat yang disediakan untuk para eksekutif dan tamu VIP. Dengan tas tangan kecil di satu tangan dan kunci mobil di tangan lain, dia melangkah masuk ke dalam gedung, disambut oleh udara sejuk dari pendingin ruangan. Langkah kakinya bergema di lantai granit hitam saat dia berjalan menuju front desk, yang terletak di tengah lobi. Meja resepsionis itu terbuat dari kayu mahoni yang panjang dengan logo perusahaan yang elegan terpampang di depannya. Seorang resepsionis wanita muda dengan senyum profesi
“Clarissa adalah double agent, antara aku dan tuan Henry,” jelas Nicholas dengan suara dingin. "Apa benar tujuanmu ke sini karena ingin melihatku? Kudengar kau datang ke sini dengan beberapa pertanyaan, seharusnya kau menghubungiku jika ingin bertemu denganku," imbuhnya mencemooh. "Apa Katrina sering main ke kantormu?" tanya Ariana mengalihkan topik pembicaraan. Dia harus fokus dengan misinya. Nicholas menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan dengan santai bertanya, Nicholas menatap lurus Ariana. "Apakah fantasimu bermain di dalam ruangan kantor?" senyum penuh arti terukir di wajahnya. Ariana berdeham sebelum melanjutkan introgasinya. Dia masih memiliki stok kesabaran untuk berbicara dengan Nicholas. "Lalu, di mana kalian sering bertemu?" tanya Ariana, bak seorang petugas intrograsi kepolisian. "Menurutmu, di mana?" Nicholas balik bertanya sembari tersenyum miring. "Entahlah, mungkin di apartemennya, atau di apatemenmu yang aku tidak tahu," balas Ariana acuh tak acu
Nicholas membawa Ariana ke salah satu restoran yang tak jauh dari gedung kantornya. Saat mereka mendekati meja yang telah dipesan, Ariana terkejut melihat Katrina sudah duduk di sana, begitu juga dengan Katrina yang sama-sama terkejut melihat Ariana. Jika bukan hal yang sangat penting, agak sulit bagi Katrina untuk menyesuaikan jadwal Nicholas agar bisa makan siang bersama dengannya. Tapi kesempatan yang sulit itu, malah ada Ariana di antara mereka. Nicholas, sebaliknya, tetap tenang dan menuntun Ariana dengan lembut untuk duduk. Katrina menyambut Ariana dengan senyuman yang tampak tulus tetapi penuh dengan maksud tersembunyi. "Ariana, senang sekali bisa bertemu denganmu di sini," katanya dengan nada lembut. Ariana berusaha menunjukkan sikap tenang meredam emosinya. Dia mengangguk dan tersenyum tipis. "Senang bertemu denganmu juga, Katrina," jawabnya sambil duduk di kursi yang ditarik Nicholas untuknya. Katrina kemudian menoleh ke Nicholas. "Aku tidak menyangka kau datang be
Nicholas menatapnya dengan mantap. "Benar," katanya tanpa ragu. Jawaban Nicholas membuat Ariana tertegun. Dia merasa bingung, berpikir bahwa Nicholas sengaja mengatakan itu untuk membuat Katrina cemburu. Mungkin Nicholas dan Katrina sedang ada masalah dalam hubungan mereka. Sementara itu, Katrina semakin kesal, namun dia menutupinya dengan senyuman tulus ke arah Ariana. "Ariana, kau beruntung memiliki suami yang begitu perhatian," katanya dengan nada yang terdengar tulus namun penuh maksud tersembunyi. Ariana hanya bisa tersenyum tipis, berusaha kembali membual jika Nicholas tidak bisa hidup tanpanya. Sementara Nicholas, tanpa sadar, menunjukkan sikap protektifnya dengan cara yang terlalu mencolok. Nicholas tetap menjaga kontak mata dengan Ariana. "Aku akan memberikan bantuan kecil kepada keluargamu, jika kau berjanji untuk tidak lanjut berbicara dengan rekan priamu itu. Bagaimana?” Tatapan Nicholas dingin, dan penuh intimidasi. Ariana melirik ke arah Katrina yang tidak bisa
Mata Ariana yang tetap duduk di dalam mobil, terus mengikuti Nicholas yang menggendong Katrina masuk ke dalam rumah Katrina. “Apa setelah ini, tuan Nicholas akan membeli perusahaan kursi roda?” tanya Ariana kepada Pak Jhon yang duduk di sebelahnya. Ariana menoleh ke arah Pak Jhon yang tetap diam mendengar gurauannya. “Ternyata Pak Jhon masih tidak dapat diajak bicara,” gumamnya. Dia jadi teringat dengan Bibi Helen yang baru berbicara dengannya, setelah sebulan dia masuk ke rumah Nicholas. “Mengapa dia begitu lama?” Ariana kembali melihat ke arah pintu rumah Katrina, menunggu Nicholas keluar dari pintu itu. Sesaat kemudian, Nicholas muncul dari pintu itu. Dia melangkah dengan tenang menuju ke mobil. Semakin mendekat, Ariana semakin takut. Nicholas mungkin saja akan memarahinya. “Pindah ke belakang!” titah Nicholas kepada Ariana, setelah dia duduk di kursi penumpang belakang, dan menutup pintunya. “Tidak, aku di sini saja,” balas Ariana. “Jalan Pak Jhon.” “Mobilnya tidak
Sejak pulang dari rumah sakit dan mengantar Katrina dengan aman, Ariana mengurung diri di kamarnya. Dia tidak ingin bertemu dengan Nicholas, suaminya yang mengajaknya untuk ikut bergabung dalam kencannya bersama Katrina. Perasaan bersalah dan terluka bercampur aduk di hatinya. Saat kecelakaan menimpa Katrina, Ariana merasa menjadi terdakwa utama di mata Nicholas. Hampir tengah malamnya, rasa lapar akhirnya memaksa Ariana keluar dari kamarnya. Dengan hati-hati, dia membuka pintu dan mengendap-endap keluar, berharap tidak berpapasan dengan Nicholas. Namun, begitu menuruni tangga, aroma gosong yang menyengat dari arah dapur membuatnya terhenti. "Bibi Helen? Apa yang dilakukan Bibi Helen di dapur?" gumamnya dengan heran. Dengan perasaan cemas, dia bergegas ke dapur. Di sana, bukannya menemukan Bibi Helen, dia malah melihat Nicholas dengan ekspresi frustrasi di wajahnya, berdiri di depan kompor dengan panci gosong di tangan. Ariana menghampiri Nicholas dan bertanya, "Aku tahu kau bi
Ariana menepuk-nepuk pipinya yang memanas mengingat apa yang dilakukannya dengan Nicholas tadi malam di atas meja dapur. Dia harus kembali fokus memasak sarapan pagi. Tangannya sibuk dengan adonan pancake sementara pikirannya berusaha keras untuk tidak memikirkan adegan berapi-api yang dilakukannya dengan Nicholas tadi malam. Sementara di belakangnya, Nicholas melangkah ke dapur dengan tenang dan santai. "Bibi Helen masih di kampung sibuk mengurus bayi-bayi kucingnya. Aku bisa saja membuat sarapanku sendiri, tapi mungkin—,” "Kau bisa meminta sekretarismu memesankan sarapan untukmu seperti biasanya," potong Ariana, suaranya sedikit tajam. Nicholas melirik jam tangannya, "Saat ini di Madagaskar pukul setengah tiga pagi, apa aku terlihat seperti bos yang tidak memperdulikan jam tidur pegawainya?" Ariana menghela napas panjang. "Aku akan membuatkan sarapan untukmu. Apa yang ingin kau makan pagi ini?" "Terserah saja," jawab Nicholas dengan senyum menghiasi wajahnya. Ariana men