Keesokan harinya, Elizabeth dan Evan kembali menjalani harinya seperti biasa. Sibuk dengan dengan pekerjaan, dan yang satu sibuk dengan anak-anak mereka.Pagi ini Exel terlihat lemas, dia malas pergi ke sekolah karena hari ini jadwal pelajaran matematika yang sangat banyak. Anak laki-laki itu duduk di kursi ruang makan, bersama adiknya yang asik sendiri di sampingnya. "Selamat pagi, Tuan dan Nona Kecil," sapa Tania, wanita itu meletakkan segelas susu di hadapan Exel dan Pauline. "Ini susunya, mumpung masih hangat, susu cokelat untuk Tuan Kecil." Exel tidak menjawab, anak itu melirik Tania dengan ekor matanya yang tajam. "Emm, apa Tuan Kecil menginginkan sesuatu lagi?" tanya Tania mengusap punggung kecil Exel. Anak laki-laki itu menatapnya lekat dengan pandangan mata dingin dan kedua alisnya yang tiba-tiba saja bertaut tajam. "Tidak. Bibi Tania mau sampai kapan berpura-pura di depanku?" tanya Exel tiba-tiba. Deg...Tania melebarkan kedua matanya seketika, mendengar apa yang haru
Setelah Elizabeth berhasil membuat Tania bertahan bekerja di rumahnya, wanita itu ingin mendekati Tania secara perlahan-lahan. Seperti sing ini, mereka berdua tengah berada di dapur dan sedang membuat kue kering untuk Pauline. "Tan, bila hari minggu kau pulang menjenguk ibumu, bagaimana kalau aku dan suamiku ikut? Aku juga ingin menjenguk dan bertemu dengan ibumu," ujar Elizabeth menatap Tania di sampingnya. Kegiatan Tania memotong buah-buahan kering pun terhenti, dia terlihat seperti sejenak diam berpikir.Elizabeth tersenyum meraih sebuah mangkuk kecil di hadapan Tania hingga sukses membuat lamunan Tania buyar. "Kita kan sudah kenal, kau juga sudah bekerja di sini cukup lama. Sesekali saja aku ingin tahu di mana rumahmu," imbuh Elizabeth melirik Tania. "Ti-tidak perlu Nyonya. Rumah saya sangat kecil, dan saya takut Nyonya tidak nyaman dengan rumah saya yang rasanya tidak pantas dikunjungi oleh Tuan dan Nyonya," jawab Tania, tentu saja dia beralasan. Elizabeth menyergah napasny
Dua hari kemudian...Elizabeth membawa banyak barang-barang, dan kue yang ia beli dari luar bersama dengan suaminya siang ini. Setelah mengajak anak-anak pergi jalan-jalan, mereka menyempatkan berbelanja banyak makanan, minuman, dan barang-barang lainnya. "Wahh, Nyonya berbelanja banyak sekali?" tanya Tania saat Elizabeth meminta bantuannya untuk membawakan barang ke belakang. "Iya, Tan. Ada tamu hari ini, jadi aku sengaja membeli banyak cemilan, kue, dan buah-buahan," jawab Elizabeth sembari membukakan tutup botol minuman milik Pauline. "Oh, begitu ya, Nyonya..." Tania tersenyum manis. Muncul Evan yang kini masuk ke dalam ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Laki-laki itu membawa buket bunga yang tadi Elizabeth beli di toko bunga Bibi Meria. "Sayang, buket bungamu tertinggal," ujar Evan."Oh ya ampun, aku lupa..." Elizabeth meraih buket bunga itu, sebelum dia menatap Evan. "Orang-orang ke sini jam berapa, Sayang?" "Entahlah, sepertinya sore," jawab Evan mendekati Paulin
"Seseorang yang kau kenal? Siapa, Patricia?" Suara sahutan itu terdengar dari Elizabeth yang kini masih memperhatikan Patricia bersama dengan Tania. Nampak Patricia berpikir-pikir dan wanita itu menggelengkan kepalanya. "Emmm, ada. Tapi, jelas-jelas wajahnya berbeda," jawab Patricia masih terkekeh, sebelum dia menatap Tania lagi. "Maaf ya, Tania. Kau mirip dengan mantan temanku. Tapi tidak terlalu mirip karena kau itu orang yang baik dan pemalu, sedangkan mantan temanku itu wanita sialan! Dia bernama Clarisa." Tania tidak menjawab apapun, selain hanya diam meremas nampan yang ia bawa dan semakin menundukkan kepalanya.Di sana, Elizabeth memperhatikan wajah Tania yang terlihat pucat. "Sudahlah, kembalikan ke belakang, Tan. Siapkan dan ambilkan cemilan di atas meja belakang ya. Setelah itu bantu Bibi Lidia menyiapkan makan malam," ujar Elizabeth menatap Tania. "Baik Nyonya," jawab Tania mengangguk. Wanita itu pun berjalan ke belakang, dan Patricia kembali duduk bersama Elizabeth
Keesokan harinya, seperti yang sudah dibicarakan semalam. Patricia dan Catrine datang ke kediaman Evan setelah mereka menyelesaikan meeting di kantor.Elizabeth menyambut kedatangan mereka dengan sangat senang. Ketiga wanita itu duduk di teras samping rumah, dan membicarakan banyak hal yang menyenangkan. "Apa suamiku masih ada di kantor?" tanya Elizabeth menatap Patricia. "Masih Nyonya. Tadi, Tuan Evan sedang ada tamu penting," jawab Patricia sembari meletakkan tas kerjanya. "Oh baiklah." Elizabeth mengangguk, wanita itu berdiri dari duduknya dan ia melambaikan tangan saat melihat Tania. Pembantu muda itu melangkah mendekati Elizabeth dan ketiga tamu wanita di sana. Tania menundukkan kepalanya dan ia sama sekali tidak berani menatap Catrine maupun Patricia. "Ada apa, Nyonya?" tanya Tania."Tan, tolong buatkan teh chamomile dan ambilkan biskuit di dalam lemari kayu di samping lemari es, bawa semua biskuitnya ke sini," ujar Elizabeth. "Baik, Nyonya." "Oh, tunggu!" Suara Patricia
Tania mengatupkan bibirnya rapat, wanita itu meremas ujung lengan jaket hitam yang ia pakai saat Jericho menatapnya penuh intimidasi. Jericho tersenyum miring dengan tatapan tak lepas dari Tania. "Kenapa kau hanya diam? Apa mulutmu tidak bisa berkata-kata lagi?" Jericho meremehkannya. Mendengar apa yang Jericho ucapkan, Tania lantas menipiskan bibirnya dan wanita itu tersenyum tipis. "Mau ke manapun aku pergi, itu bukan urusanmu!" seru Tania. Ekspresinya berubah, tak ada lagi gentar di raut wajahnya.Wanita itu hendak melenggang pergi, namun Jericho menghadangnya dan sengaja membuat Tania tak bisa melewatinya. "Tidak semudah itu, Tania. Kau bekerja di sini bersama Tuan Evan dan Nyonya Elizabeth, bila terjadi sesuatu denganmu di luaran sana, maka Tuan dan Nyonya yang akan repot. Apa kau tidak menggunakan akal sehatmu untuk berpikir, heh?!" Jericho menatapnya dengan jarak yang sangat dekat. "Tindakanmu yang sering keluar malam sembunyi-sembunyi seperti seekor ular, kau pikir tidak
Beberapa hari kemudian, waktu yang ditunggu oleh Pauline dan Exel telah datang, yaitu hari libur. Di mana Mama dan Papanya akan mengajak dua anak itu pergi jalan-jalan ke sebuah game zone setelah mereka pergi ke sebuah restoran untuk makan siang. "Kalian main di sini saja, Paman James akan menjaga kalian. Mama dan Papa mau berbelanja dulu ya, Sayang..." Elizabeth menatap dua buah hatinya yang kini terlihat tak sabaran ingin segera bermain. "Iya Mama." Pauline mengacungkan jempolnya. "Jaga adik baik-baik, Sayang," ucap Evan sembari mengusap pucuk kepala Exel. "Iya Pa, tidak usah dinasehati juga Exel tahu. Kan Exel, Kakak yang sudah dewasa," jawab anak itu dengan sangat percaya diri. Elizabeth tersenyum mendengar jawaban putranya. Berbeda dengan Evan yang tertawa pelan dan tambah mengusap gemas pucuk kepala Exel. "Ya sudah, sana main," ujar Evan pada dua anaknya tersebut. Dengan ekspresi wajah yang ceria dan senang, Pauline pun langsung menarik lengan sang Kakak dan mengajaknya
Usai mengikuti Tania sejak siang hingga sore, Elizabeth dan Evan pun kini memutuskan untuk pulang ke rumah. Elizabeth berjalan masuk ke dalam kamar, wanita itu meletakkan tas miliknya dan melirik sebuah kalender di atas meja. 'Besok masih tanggal merah, dan aku mengizinkan Tania untuk libur dua hari ... kenapa hari terasa semakin lama saat aku mulai penasaran dengan sesuatu,' batin Elizabeth kacau. Pintu kamar pun kembali terbuka, muncul Evan yang berjalan masuk ke dalam kamar tersebut. Laki-laki itu memperhatikan Elizabeth yang terlihat sedikit murung. Evan tidak menyukai Elizabeth yang memasang wajah sedih seperti ini. "Sayang, kau tidak papa?" tanya Evan sembari melepaskan mantel hangatnya. Istri cantiknya itu hanya melirik sebentar sebelum kembali menatap ke arah luar. "Evan, aku ... aku sekarang merasa sangat menyesal," ujar Elizabeth tertunduk dan meremas jemari kedua tangannya. Kedua alis tebal laki-laki itu mengerut. Evan menarik kursi di depan meja rias dan meletakkan