Fitri tiba di rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang. Walaupun ini hari pertamanya bekerja, tapi pekerjaannya begitu banyak. Seluruh badannya terasa pegal. ia sudah membayangkan wajah Damar yang menyambutnya dengan senyuman.
Namun saat membuka pintu, ia malah disambut oleh suaminya dengan tatapan yang tajam."Assalamualaikum, Mas," Fitri mengucap salam kemudian menghampiri suaminya dan mencium tangannya."Dari mana saja kau baru pulang?" tanya Damar pada Fitri."Maaf Mas tadi macet, karena ada kecelakaan lalu lintas–""Sudah aku katakan, jika kau bekerja harus pulang tepat waktu! Tidak harus keluyuran ke mana-mana!" Damar memotong ucapan Fitri dengan suara keras sambil mencengkram rahang Fitri yang tengah berjongkok di hadapan Damar."Sakit, Mas… sakit!"Fitri mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan suaminya, dan Damar melepaskan tangannya di rahang Fitri sambil mendorong istrinya hingga terjengkang."Kau jangan seenaknya berbuat macam-macam di luaran sana ya! Jangan kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan!"Air mata Fitri langsung meleleh keluar. Rasa sakit di rahangnya ini tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Padahal, iya bekerja keras untuk keluarganya, tapi kenapa Damar malah tidak percaya?“Kenapa kamu berubah seperti ini, Mas?” batin Fitri. Di ingatan Fitri, damar adalah pria yang lembut dan penyayang, makanya dia menerima apapun keadaan pria itu, bahkan setelah dirinya lumpuh total."Memangnya apa yang aku lakukan, Mas? Aku ini bekerja dan baru pulang, kenapa kamu menuduhku yang tidak-tidak?” lirih Fitri sambil mengusap lelehan kristal bening yang mengalir di wajah cantiknya.Damar hanya diam, tanpa berkata apapun, lalu meninggalkan Fitri untuk masuk ke dalam kamar.Brak!Fitri hanya memejamkan mata mendengar pintu yang dibanting itu. Dengan berjalan lunglai, Fitri memasuki kamar mandi dan membersihkan diri, kemudian mengambil air wudhu.Setelah selesai, Fitri membentangkan sajadah, kemudian melakukan kewajiban sebagai seorang muslim yang taat menjalankan ibadah sholat magrib. Di kamar, Fitri melihat Damar malah berbaring memunggunginya. Diajak shalat pun dirinya tidak menyahut.Bulir-bulir kristal bening tak henti-hentinya mengalir dan membasahi wajah Fitri. Ia pun kemudian berdoa dan memohon pada Tuhan agar hati suaminya menjadi lembut seperti dulu.“Ya Allah, lembutkanlah hati suamiku berikanlah ia hati yang lapang untuk menerima keadaannya yang sudah seperti ini. Aku tidak meminta banyak darinya ya Allah, aku hanya ingin suamiku kembali bersikap lemah lembut seperti dulu, Amin,”Setelah selesai melaksanakan ibadah salat maghrib, Fitri pun keluar kamar dan duduk di meja makan. Ia mengambil piring, kemudian membuka tudung saji. Alangkah terkejutnya Fitri saat melihat di atas meja makan sudah tidak ada nasi dan lauk pauknya.“Bukankah tadi aku masak cukup banyak? Ke mana semua makanan itu?”Fitri menutup kembali tudung saji itu, kemudian menemui suaminya di kamar. Walaupun Damar masih berbaring seperti sebelumnya, Fitri tetap mencoba membangunkannya lagi."Mas...," Fitri memanggil suaminya yang masih tidak merespon kedatangannya. "Mas, kamu sudah makan atau belum?""Sudah," jawab Damar datar."Mas tidak menyisakan nasi sedikit saja dan lauk-pauknya buat aku?" tanya Fitri lirih."Buat apa aku menyisakannya sedikit untukmu? Bukankah kamu sudah makan saat bekerja di kantor?" balas Damar sengit.Damar tampaknya marah karena Fitri bertanya mengenai nasi dan lauk pauk yang telah Damar habiskan. Memang bukan hal yang besar, tapi bagi Damar pasti itu seperti Fitri Tengah menuduhnya.Fitri memilih untuk menghindari pertengkaran dengan suaminya karena kelelahan. Dia keluar dari kamar, lalu membersihkan meja makan yang hanya berisi piring kotor.Sepertinya, malam ini ia harus menahan lapar kembali sampai pagi menjelang.Sudah lelah dan lapar…Fitri hanya bisa bersabar melalui malam yang panjang.*****Pagi harinya, seperti biasa sebelum berangkat bekerja, Fitri memasak terlebih dahulu untuk menyajikan makanan kepada suaminya.Semua tugas rumah tangga sudah Fitri kerjakan, dari membersihkan tubuh suaminya, memasak, dan mengurus rumah. Fitri kemudian berpamitan pada Damar yang tengah duduk di ruang tamu sambil merokok.Dulunya, Damar bukanlah tipe pria yang suka merokok. Akan tetapi, sejak ia merasa frustasi karena kecelakaan yang menimpanya, ini menjadi kebiasaan baru. Damar bahkan bisa menghabiskan dua bungkus rokok sehari.Fitri berpamitan pada Damar sebelum berangkat dan mencium punggung tangan suaminya, akan tetapi suaminya tetap diam.Fitri akhirnya tetap pergi, walaupun hatinya begitu.Hampir 30 menit Fitri habiskan di jalanan karena macet. Ya sudah berniat ingin sedikit santai dan menikmati teh dulu begitu sampai.Namun saat Fitri sudah tiba di meja kerjanya, ia malah dikejutkan seseorang yang melempar beberapa kertas untuk dikerjakan."Kamu kerjain ini! Sebelum jam makan siang harus sudah selesai!" perintah wanita cantik yang tidak lain adalah Cindy."Tapi, Mbak, ini bukan pekerjaanku," tolak Fitri lembut."Memang ini bukan pekerjaanmu, tapi aku mau kau yang mengerjakan ini karena orang yang biasa mengerjakannya tidak masuk hari ini!" jawab Cindy, terus langsung berbalik meninggalkan Fitri yang masih bingung.Fitri menghela nafas panjang, lalu duduk di kursinya. Ini memang hanya menyusun laporan sederhana, tapi tetap saja bukan pekerjaannya. Bagaimana pekerjaannya yang lain? Apa dia harus mengabaikannya?“Kalau cuma diliatin, nggak bakal selesai, Fit,” Fitri bergumam pada dirinya sendiri, lalu mulai mengerjakan laporan yang diberikan Cindy.“Mbak?”Secangkir teh hangat tiba-tiba muncul di hadapan Fitri.Di saat Fitri tengah sibuk mengerjakan beberapa berkas yang Cindy berikan, ia dikejutkan dengan kehadiran Mamat yang membawakan secangkir teh hangat. Fitri pun mendongak.“Eh, Mas!”"Mbak Fitri kenapa?" tanya Mamat melirik tumpukan berkas yang baru saja Cindy berikan kepada Fitri."Ini, Mas, a-aku bingung untuk mengerjakan ini…."Mamat melirik dari balik meja Fitri, lalu mengangguk. “Mau saya bantuin, Mbak?”“Memangnya kamu bisa mas?”Mamat kemudian meminta Fitri untuk berdiri dan ia mengambil alih tempat duduk Fitri dan hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 menit Mamat sudah menyelesaikan tugas yang Cindy berikan.“Waaaah, Mas Mamat hebat,” sorak Fitri kemudian ia reflek memeluk Mamat dan mengucapkan terima kasih.Jantung Mamat terasa berdetak lebih cepat saat Fitri memeluknya. Namun hatinya pun sangat senang dan ia pun ingin bersorak gembira karena mendapatkan pelukan dari Fitri meskipun tidak sengaja, itu saja sudah membuatnya bahagia.Fitri yang menyadari kesalahannya Tengah memeluk pria yang bukan suaminya pun menarik tubuhnya dan ia merasa sangat malu bahkan sampai wajahnya memerah mirip seperti udang rebus.Mamat yang menyadari perubahan wajah Fitri pun terkekeh.“Ma-maaf mas,” ucap Fitri terbata.“Tidak apa-apa Mbak,”Mamat kemudian berpamitan pada Fitri untuk kembali ke pantry namun ujung matanya menangkap bayangan siluet yang tengah memperhatikan interaksinya dengan Fitri sejak tadi.Damar menatap Fitri dengan tatapan tajam di dalam rumah sederhana itu. Melihat sang istri baru pulang ketika jam menunjukkan pukul 07.00 malam, membuat emosi Damar meledak seketikaSuaranya naik satu oktaf dan ketus saat dia bertanya, “Kenapa jam segini kamu baru pulang?! Jangan jadikan ini kebiasaan baru, Fitri! Kamu pasti senang kan cari-cari kesenangan, sedangkan suamimu yang LUMPUH ini cuma bisa diam di rumah?!”Fitri terdiam, berusaha untuk tidak terpancing oleh kata-kata Damar yang semakin hari semakin melukai hatinya.“Maaf, Mas. Tadi aku lembur di kantor, jadi baru pulang lewat magrib…,” ucap Fitri dengan nada lemah, berusaha menjelaskan pada suaminya. Namun Damar hanya diam, matanya tidak menatap Fitri. Tanpa berkata apa pun, pria itu memutar kursi rodanya sendiri menggunakan kedua tangannya dan meninggalkan Fitri. “Semakin hari, kau semakin kurang ajar! Dasar Istri durhaka!”Fitri masih bisa mendengar umpatan Damar sebelum pria itu masuk ke dalam kamar. Ia pun hanya bisa me
Michael masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang ditekuk-tekuk. Ia bahkan tidak menghiraukan panggilan sang Mama yang tengah duduk di ruang televisi. Michael langsung masuk ke dalam kamarnya dan kemudian ia merebakan dirinya di atas kasur.Michael memutar musik rock dengan volume yang tinggi. Meskipun begitu Mona tidak bisa mendengar karena ruangan di kamar membaca kedap udara.Di luar kamar Mona berteriak memanggil putranya akan tetapi tidak ada jawaban sama sekali."Michael! Michael! Buka pintunya Nak! Ini Mama!" Teriak Mona dari luar kamar akan tetapi Michael sendiri tidak mendengar suara teriakan mamahnya karena suara musik yang terlalu keras.Michael masuk ke dalam kamar mandi kemudian membersihkan diri setelah beberapa saat kemudian ia keluar dengan tubuh yang segar namun otaknya masih saja terasa panas setelah mengetahui fakta jika wanita pujaannya sudah menikah.Michael berjalan ke arah balkon dengan menggunakan pakaian rumahan yang lebih santai ia berdiri sambil memandang
Alvin masih menertawakan Michael yang masih bersedih karena galau. Tawanya Baru berhenti setelah Ronald masuk dan menghampiri kedua pemuda yang tengah berdiskusi di balkon."Om! Papa!" seru Michael dan Alvin secara bersamaan pada Ronald yang menyapa keduanya."Ada apa dengan kalian? Bukannya Bi Atun sudah memanggil kalian dan mengajak kalian untuk turun ke bawah!" tanya Ronald menatap tajam ke arah Michael dan Alvin secara bergantian."Michael nggak lapar Pa, Papa sama Mama dan Alvin saja yang makan terlebih dahulu!" ucap Michael pada Ronald.Ronald tidak memaksa putranya Jika ia tidak mau makan. Putranya sudah besar bukan seperti anak umur 5 tahun lagi yang harus disuapi. Jadi jika putranya tidak mau makan Ronald tidak perlu repot-repot untuk membujuknya. Berbeda dengan Mona sebagai sang ibu yang tidak ingin anaknya sakit. Jika mendengar Michael tidak mau makan Mona langsung sigap mengantarkan makan malam dan menyuapi Michael dengan telaten.Ronald berjalan keluar kamar Michael denga
Fitri terbangun di sebuah ruangan yang serba putih dengan tangan kanannya dipasang jarum infus. Pandangannya berotasi mengelilingi ruangan tersebut. Ia berpikir siapa yang membawanya ke rumah sakit ini. Ia yakin sekarang ia berada di rumah sakit.Pandangannya kemudian tertuju pada seseorang yang tengah tertidur di sofa. Kedua alisnya tertaut dan matanya memicing untuk mencoba mengenali siapa pria itu. "Pak Alvin!"Fitri begitu terkejut saat melihat jam dinding menunjukkan pukul 06.00 pagi. "Apa aku tidak salah lihat? Itu artinya aku sudah semalaman berada di rumah sakit ini? Lalu bagaimana dengan mas Damar?" gumam Fitri yang langsung mencoba turun dari brankar.Namun karena ranjang itu terlalu tinggi, dan Fitri kesusahan untuk menuruninya Fitri pun terjatuh sehingga membuat Alvin yang tengah tertidur terkejut dengan suara benda jatuh. Alvin yang hendak ingin membantu Fitri kembali ke atas ranjang, ia urungkan karena Fitri menolaknya."Mari saya bantu kamu untuk naik," ucap Alvin sam
Setelah kepergian Alvin, Fitri mengatakan pada Asih Jika ia sudah baik-baik saja. Fitri meminta Asih untuk mengantarnya pulang."Asih, kamu bisa mengantarku pulang atau tidak? Aku khawatir pada Mas Damar dia pasti cemas," tanya Fitri pada Asih ia ingin mencabut selang infus yang menancap di punggung tangannya. Namun Asih menghentikannya."Jangan Fit!" Asih mencoba mencegah keinginan Fitri untuk pulang dan meninggalkan rumah sakit. Asih sudah menjalankan perintah sesuai dengan keinginan atasannya yaitu Pak Alvin yang menyuruhnya untuk menjaga Fitri selama dirawat di rumah sakit. Bahkan Alvin menjanjikan jika Fitri dan Asih akan tetap aman bekerja di kantor selama menuruti apa yang dikatakan oleh atasannya."Ini sudah perintah dari atasan kita, Pak Alvin sendiri yang menyuruhku untuk menjagamu!" ucap Asih saat Fitri menatapnya.Asih pun mengangguk kemudian tersenyum, dan meyakinkan Fitri agar percaya dengan apa yang ia ucapkan. Saat Fitri sudah membaringkan tubuhnya kembali di atas ran
"Maaf pak, tadi tiba-tiba perut sebelah kiri saya terasa sakit mungkin karena saya belum sarapan tadi pagi," alibi Cindy sambil menampilkan raut wajah yang menahan rasa sakit. "Kalau begitu kau pulang saja!" perintah Alvin kepada Cindy kemudian Alvin segera memasukkan gawainya ke dalam saku jasnya dan segera meninggalkan ruangannya namun baru beberapa langkah ia menghentikan langkahnya karena Cindy menghentikannya dengan menanyakan bagaimana dengan acara yang akan digelar kantor ini perayaan ulang tahun Sanjaya Corporation."Pak tunggu! Bagaimana dengan acara perayaan ulang tahun Sanjaya corporation yang akan digelar dua hari lagi? kita belum membuat persiapan untuk merayakan acara penting itu," ucap Cindy yang sangat berharap rencananya akan berhasil.Alvin langsung menoleh ke arah Cindy, ia tersenyum karena dia sendiri merupakan acara penting di kantornya ia berterima kasih kepada Cindy yang sudah mengingatkan acara yang akan digelar dua hari lagi."Terima Kasih, kau sudah menginga
Fitri berusaha menjelaskan dengan tenang, “Mas, aku mengerti kekhawatiranmu, tapi aku berjanji tidak ada yang terjadi antara aku dan Pak Alvin. Kami hanya memiliki hubungan profesional di kantor. Aku selalu setia padamu dan tidak akan pernah melakukan hal yang bisa merusak kepercayaanmu.” Fitri berharap suaminya bisa memahami dan percaya padanya.Fitri merasa tegang. Suaminya, Damar, masih menatapnya dengan pandangan tajam. Fitri tahu bahwa situasinya semakin rumit. Di satu sisi, dia harus menjaga hubungannya dengan Alvin di kantor agar tidak merusak karirnya. Di sisi lain, dia harus memastikan Damar tidak merasa cemburu dan curiga. Fitri merenung sejenak, mencari cara untuk mengatasi semua masalah ini.Sementara itu, Cindy, rekan kerjanya yang selalu mencurigai Fitri, semakin dekat dengan kebenaran. Dia terus mengintai dan mengumpulkan bukti tentang Fitri. Fitri merasa tertekan karena rahasia besar yang dia simpan.Dalam keheningan yang menegangkan, Damar akhirnya menghela nafas. “Ak
Malam yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. acara pesta ulang tahun Sanjaya corporation yang diselenggarakan di salah satu hotel bintang 5 sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tamu undangan seperti klien penting dan beberapa karyawan kantor dan karyawan pabrik. Semua ikut merayakan kebahagiaan.Alvin yang baru saja tiba di gedung hotel bersama Fitri dan juga Asih, ketiganya langsung turun dari mobil Setelah tiba di ballroom. Seorang wanita yang datang menyambut kedatangan Alvin langsung menghentikan langkahmu dan bersembunyi di balik punggung beberapa security hotel itu. Wanita cantik itu, mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia begitu kesal melihat Fitri berjalan bersama dengan atasannya bahkan Alvin sampai menyempatkan diri untuk menjemput Fitri. Wanita itu pun tersenyum menampilkan seringainya yang licik, "Kamu akan menyesal Fitri setelah menyakitiku!" gumam wanita cantik itu. Di tempat lain Mamat melihat jika Fitri berangkat dengan Alvin. Ia ingin sekali m
Cindy menghentakan kakinya karena ia begitu kesal kepada Michael yang bukannya mengajak dirinya malah mengajak Alvin. Cindy menatap dua punggung tegak yang perlahan menjauh dari. Ia pun teringat pada seseorang yang beberapa hari yang lalu telah Ia perintahkan untuk menjebak Fitri. "Jangan sampai orang itu buka mulut jika suatu saat nanti bertemu dengan Pak Alvin. Aku harus secepatnya mencegahnya,'' gumam Cindy kemudian ia meraih tas kecilnya dan memasukkan handphone serta dompet yang berada di laci meja kerjanya. Cindy berjalan keluar kantor menuju tempat di mana ia akan bertemu pria yang ia suruh untuk menculik Fitri. Dan menjual Fitri kepada seorang germo yang terkenal di kota. Cindy juga ingin tahu siapa yang membeli Fitri saat malam itu. Cindy begitu yakin jika yang membeli Fitri itu adalah laki-laki hidung belang dan juga tua. Iya pun terkekeh geli saat membayangkan Fitri Tengah digagai oleh seorang pria hidung belang dan usianya sudah renta.Mobil yang dikendarai oleh Cindy
"Jangan sentuh aku!" teriak Fitri tepat di hadapan Michael. Fitri menatap Michael dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan. “Apa tujuanmu membohongiku, Michael? Kenapa kamu menyamar sebagai Mamat?” tanyanya, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur antara marah dan sedih. Michael menghela nafas, matanya tidak bisa menatap langsung ke dalam mata Fitri. “Fitri, aku… aku hanya ingin dekat denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku,” jawab Michael dengan suara yang rendah. Fitri menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tetap tenang. “Perasaanmu tidak bisa menjadi alasan untuk membohongi seseorang, Michael. Kamu telah melukai aku,” ucapnya, air mata mulai jatuh dari matanya. "Kamu tega! apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam? memaksaku untuk menuruti nafsumu! kamu tega melakukan semua itu padaku merenggut kesucian yang selama ini aku jaga, bahkan suamiku sendiri Mas Damar belum pernah menyentuhku!" pekik Fitri dengan suara yang naik satu oktaf b
Keesokan harinya Fitri sudah mulai masuk ke kantor lagi. Meskipun Fitri merasa malu jika ia bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. akan tetapi jika Fitri tidak bekerja dari mana ia akan merasakan uang untuk bertahan hidup. setidaknya sikap suaminya sudah mulai melembut meskipun kadang masih suka membentak akan tetapi tidak seperti yang sebelumnya. "Mas, Aku berangkat kantor dulu ya," pamit Fitri pada Damar sambil mencium punggung tangan suaminya. "Berangkatlah! ingat pulangnya jangan terlalu malam, jika tidak ada lemburan cepatlah pulang!" ucap Damar menasehati istrinya. Fitri pun berangkat dengan menggunakan bus metromini angkutan kota seperti biasa. Uang yang Ia punya hanya cukup untuk membayar angkutan umum saja. Setibanya Fitri di kantor, ia merasa aneh pada semua Karyawan OB ataupun Satpam yang memperhatikannya dari Saat Fitri memasuki Luki kantor hingga akan memasuki sebuah lift menuju lantai di mana ruangannya berada. "Ada apa dengan mereka?" guma
Semua mata tertuju pada pria paruh baya yang telapak tangannya berlumuran darah, Michael dan Alvin begitu terkejut dengan kehadiran Ronald. Papa! Om Ronald! pekik Michael dan Alvin bersamaan. Namun saat Michael dan Alvin ingin membantu Ronal d untuk membawanya ke rumah sakit karena di telapak tangan pria paruh baya itu terdapat beberapa pecahan beli yang menancap. "Papa, Papa tidak apa-apa?" tanya Michael khawatir dan hendak memeriksa telapak tangan Ronald, namun alangkah terkejutnya Ronald menepis tangan putranya sebelum mendarat di lengannya. "Jangan sentuh aku!" Ronald menatap tajam pada Michael yang memasang raut wajah bingung. Di saat Ronald ingin menampar wajah sang putra tidak disangka Mona datang menghampirinya. wanita paruh baya itu menjerit mengetahui suaminya terluka. Papa! "Mike, Papa kamu kenapa?" tanya Mona yang menatap tajam ke arah putranya. Saat Mona ingin mencari beberapa satpam namun ia mengedarkan pandangannya akan tetapi Michael dan Alvin segera m
"Kau ini kenapa Bro?" tanya Alvin yang baru saja tiba di kamar Michael menginap. Alvin melihat Michael hanya diam dan tanpa menoleh sedikitpun padanya yang sudah berdiri di sampingnya. "Kau ini kenapa sih? ditanyain diam saja! Ada apa denganmu?" berondong Alvin pada saudara sepupunya yang terlihat begitu mengenaskan penampilannya. Alvin berjalan melewati Michael yang masih diam tanpa kata ia memilih merupakan dirinya di atas kasur berukuran king size. Alvin terlonjak kaget saat mendengar apa yang dikatakan Michael Jika ia ingin diantarkan ke rumah Fitri. Antarkan Aku ke rumah Fitri!" ucap Michael tanpa menoleh pada Alvin yang tengah terbaring hingga bibirnya membentuk huruf O. "Tumben bener kamu ingin ke rumah Fitri? Dia sama sepertimu semalam tidak pulang," "Aku tahu!" Kali ini Alvin langsung bangun dari posisinya rebahan. ia duduk di dekat Michael yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya. Alvin heran bahkan ia sampai mengerutkan keningnya karena Mi
Keesokan harinya Fitri bangun lebih awal. Ia perlahan turun dari ranjang kemudian segera memakai pakaian yang sudah koyak di bagian pundaknya. Ia kemudian mengambil sebuah jas yang terletak di sebuah kursi di kamar itu, kemudian Fitri segera meninggalkan kamar yang sudah membuat hidupnya hancur karena seorang pria yang telah tega memaksanya untuk menuruti semua keinginan. Fitri yang sudah berjalan di lorong hotel, namun ia teringat, jika ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk ongkos naik ojek, jadi iya kembali lagi ke dalam kamar dan mencari dompet pria yang sudah merenggut kehormatannya. Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat sebuah dompet yang tergeletak di atas nakas, terlihat dari desainnya sudah jelas dompet itu bukan dompet sembarangan melainkan dompet yang harganya ratusan juta. Tangan Fitri bergetar saat meraih dompet itu ia membuka isi dompet itu dan ingin mengambil pecahan uang lima puluh ribu untuk ongkos pulang naik ojek. Tapi Fitri begitu terkejut saa
Damar begitu khawatir memikirkan Fitri yang sudah tengah malam belum tiba di rumah. Bahkan saat ia hendak membuat secangkir kopi dan mengambil gelas di tempat yang agak tinggi dan Damar tidak bisa menggapainya ia dengan susah payah mengambil gelas itu namun gelas yang tidak dapat dijangkau oleh Damar menjadi jatuh dan pecah di lantai. "Ada apa ini?" gumam Damar kemudian ia tidak jadi untuk membuat secangkir kopi. lebih baik ia mengarahkan kursi rodanya ke arah teras dan menunggu istrinya di luar rumah.Hingga ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumahnya dan itu adalah mobil Alvin yang tadi datang menjemput istrinya. Alvin mengantarkan Asih namun Damar tidak melihat adanya Fitri pulang bersama Asih dan Alvin. "Asih, di mana istriku? Kenapa kau tidak pulang bersamanya?" tanya Damar setelah Asih berada di hadapannya. Alvin dan Asih pun saling pandang saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Bukannya Fitri sudah pulang sejak tadi?" Asih balik bertanya kepada Damar
"Michael tadi ada di sini tante, dan ia sebelumnya juga berbincang dengan beberapa klien di sana, tapi sekarang entah ke mana anak itu," jawab Alvin yang kesakitan sambil kedua tangannya memegang lengan Mona yang terus-menarik telinganya. "Tante Kenapa ada di sini? bukannya Tante dan Om bilang tidak akan hadir di acara penting ini?" sambung Alvin lagi sambil mengusap telinganya yang sudah memerah setelah Mona melepaskan tarikan tangannya di telinganya. "Pa, anak nakal itu tidak ada di sini!" lirih mona pada Ronald yang telah berdiri di sampingnya."Mungkin ia tengah berkumpul dengan relasi yang dan klien lainnya, Ya sudah biarkan saja Ma. lebih baik kita pulang saja tidak baik untuk Mama semakin malam di sini," ajak Ronald pada Mona. "Jika nanti kau melihat Michael langsung saja suruh pulang jangan mampir ke mana-mana lagi!" pinta Mona sebelum beranjak pergi pada Alvin yang hanya bisa menggukan kepalanya."Padahal Michael bukan anak umur 5 tahun lagi lo tante," gerutu Alvin namun Mo
Malam yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. acara pesta ulang tahun Sanjaya corporation yang diselenggarakan di salah satu hotel bintang 5 sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tamu undangan seperti klien penting dan beberapa karyawan kantor dan karyawan pabrik. Semua ikut merayakan kebahagiaan.Alvin yang baru saja tiba di gedung hotel bersama Fitri dan juga Asih, ketiganya langsung turun dari mobil Setelah tiba di ballroom. Seorang wanita yang datang menyambut kedatangan Alvin langsung menghentikan langkahmu dan bersembunyi di balik punggung beberapa security hotel itu. Wanita cantik itu, mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia begitu kesal melihat Fitri berjalan bersama dengan atasannya bahkan Alvin sampai menyempatkan diri untuk menjemput Fitri. Wanita itu pun tersenyum menampilkan seringainya yang licik, "Kamu akan menyesal Fitri setelah menyakitiku!" gumam wanita cantik itu. Di tempat lain Mamat melihat jika Fitri berangkat dengan Alvin. Ia ingin sekali m