"Kau ini kenapa Bro?" tanya Alvin yang baru saja tiba di kamar Michael menginap. Alvin melihat Michael hanya diam dan tanpa menoleh sedikitpun padanya yang sudah berdiri di sampingnya. "Kau ini kenapa sih? ditanyain diam saja! Ada apa denganmu?" berondong Alvin pada saudara sepupunya yang terlihat begitu mengenaskan penampilannya. Alvin berjalan melewati Michael yang masih diam tanpa kata ia memilih merupakan dirinya di atas kasur berukuran king size. Alvin terlonjak kaget saat mendengar apa yang dikatakan Michael Jika ia ingin diantarkan ke rumah Fitri. Antarkan Aku ke rumah Fitri!" ucap Michael tanpa menoleh pada Alvin yang tengah terbaring hingga bibirnya membentuk huruf O. "Tumben bener kamu ingin ke rumah Fitri? Dia sama sepertimu semalam tidak pulang," "Aku tahu!" Kali ini Alvin langsung bangun dari posisinya rebahan. ia duduk di dekat Michael yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya. Alvin heran bahkan ia sampai mengerutkan keningnya karena Mi
Semua mata tertuju pada pria paruh baya yang telapak tangannya berlumuran darah, Michael dan Alvin begitu terkejut dengan kehadiran Ronald. Papa! Om Ronald! pekik Michael dan Alvin bersamaan. Namun saat Michael dan Alvin ingin membantu Ronal d untuk membawanya ke rumah sakit karena di telapak tangan pria paruh baya itu terdapat beberapa pecahan beli yang menancap. "Papa, Papa tidak apa-apa?" tanya Michael khawatir dan hendak memeriksa telapak tangan Ronald, namun alangkah terkejutnya Ronald menepis tangan putranya sebelum mendarat di lengannya. "Jangan sentuh aku!" Ronald menatap tajam pada Michael yang memasang raut wajah bingung. Di saat Ronald ingin menampar wajah sang putra tidak disangka Mona datang menghampirinya. wanita paruh baya itu menjerit mengetahui suaminya terluka. Papa! "Mike, Papa kamu kenapa?" tanya Mona yang menatap tajam ke arah putranya. Saat Mona ingin mencari beberapa satpam namun ia mengedarkan pandangannya akan tetapi Michael dan Alvin segera m
Keesokan harinya Fitri sudah mulai masuk ke kantor lagi. Meskipun Fitri merasa malu jika ia bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. akan tetapi jika Fitri tidak bekerja dari mana ia akan merasakan uang untuk bertahan hidup. setidaknya sikap suaminya sudah mulai melembut meskipun kadang masih suka membentak akan tetapi tidak seperti yang sebelumnya. "Mas, Aku berangkat kantor dulu ya," pamit Fitri pada Damar sambil mencium punggung tangan suaminya. "Berangkatlah! ingat pulangnya jangan terlalu malam, jika tidak ada lemburan cepatlah pulang!" ucap Damar menasehati istrinya. Fitri pun berangkat dengan menggunakan bus metromini angkutan kota seperti biasa. Uang yang Ia punya hanya cukup untuk membayar angkutan umum saja. Setibanya Fitri di kantor, ia merasa aneh pada semua Karyawan OB ataupun Satpam yang memperhatikannya dari Saat Fitri memasuki Luki kantor hingga akan memasuki sebuah lift menuju lantai di mana ruangannya berada. "Ada apa dengan mereka?" guma
"Jangan sentuh aku!" teriak Fitri tepat di hadapan Michael. Fitri menatap Michael dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan. “Apa tujuanmu membohongiku, Michael? Kenapa kamu menyamar sebagai Mamat?” tanyanya, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur antara marah dan sedih. Michael menghela nafas, matanya tidak bisa menatap langsung ke dalam mata Fitri. “Fitri, aku… aku hanya ingin dekat denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku,” jawab Michael dengan suara yang rendah. Fitri menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tetap tenang. “Perasaanmu tidak bisa menjadi alasan untuk membohongi seseorang, Michael. Kamu telah melukai aku,” ucapnya, air mata mulai jatuh dari matanya. "Kamu tega! apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam? memaksaku untuk menuruti nafsumu! kamu tega melakukan semua itu padaku merenggut kesucian yang selama ini aku jaga, bahkan suamiku sendiri Mas Damar belum pernah menyentuhku!" pekik Fitri dengan suara yang naik satu oktaf b
Cindy menghentakan kakinya karena ia begitu kesal kepada Michael yang bukannya mengajak dirinya malah mengajak Alvin. Cindy menatap dua punggung tegak yang perlahan menjauh dari. Ia pun teringat pada seseorang yang beberapa hari yang lalu telah Ia perintahkan untuk menjebak Fitri. "Jangan sampai orang itu buka mulut jika suatu saat nanti bertemu dengan Pak Alvin. Aku harus secepatnya mencegahnya,'' gumam Cindy kemudian ia meraih tas kecilnya dan memasukkan handphone serta dompet yang berada di laci meja kerjanya. Cindy berjalan keluar kantor menuju tempat di mana ia akan bertemu pria yang ia suruh untuk menculik Fitri. Dan menjual Fitri kepada seorang germo yang terkenal di kota. Cindy juga ingin tahu siapa yang membeli Fitri saat malam itu. Cindy begitu yakin jika yang membeli Fitri itu adalah laki-laki hidung belang dan juga tua. Iya pun terkekeh geli saat membayangkan Fitri Tengah digagai oleh seorang pria hidung belang dan usianya sudah renta.Mobil yang dikendarai oleh Cindy
Praang!"Mas, kamu kenapa, Mas? Kenapa kopinya kamu buang, Mas?" tanya Fitri pada suaminya yang terlihat tetap diam dan terkesan tak peduli.“Kamu gila?! Kopi masih panas gini dikasih kepadaku?!” sahut Damar, suaminya.Fitri tertahan menahan rasa sesak di dadanya. Hatinya sakit seperti diremas, bulir-bulir kristal bening tanpa permisi mengalir dari ujung netranya. Ia mencoba tersenyum di tengah rasa sakit yang ia rasakan. Ia pun berjalan dan menghampiri suaminya, lalu berjongkok dan menatap tepat di mata sang suami sambil menggenggam erat tangan Damar.“Sudah kakiku lumpuh, sekarang kamu juga mau buat lidahku mati rasa, iya?!” Damar kembali berteriak. Fitri menggeleng. "Tidak begitu, Mas. Maaf," ucap Fitri lembut.Suaminya mengalami kecelakaan di hari pernikahannya. Kecelakaan itu telah merenggut kebebasannya sebagai seorang laki-laki dan sebagai seorang suami, yang mengharuskannya menjalani hari-hari dengan duduk di kursi roda akibat kelumpuhan.Fitri merasa perubahan suaminya sema
“Maaf, Ibu bilang apa?" tanya Fitri memastikan kembali apa yang didengarnya tidak salah.Wanita paruh baya itu terkejut dan langsung menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia tidak menduga kalau Fitri mendengar ucapannya tadi.“Bukan apa-apa, Nak,” jawabnya. "Saya pulang dulu, ya, semoga saja suatu hari nanti kita bertemu lagi.”Fitri melihat lagi gulungan uang seratus ribuan di tangannya. Ia tidak percaya kalau doanya dikabulkan Tuhan secepat ini. Sambil mengucap rasa syukur sekali lagi, Fitri pun kembali ke pasar. Ia ingin membeli ayam untuk suaminya.Waktu masih menunjukkan pukul 06.00, ia masih mempunyai waktu sekitar 2 jam ke depan untuk memasak buat makan siang suaminya hingga makan malam. Setelah sampai di rumah Fitri langsung mempersiapkan Semua bahan-bahan yang akan ia masak setelah itu ia langsung eksekusi secepat mungkin.Setelah semua masakannya sudah matang, Fitri pun memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum sarapan dan mengajak suaminya untuk makan bersama."M
Fitri berjalan cepat ke arah dua orang itu dan berdiri di sampingnya. Wanita muda dengan pakaian merah yang sedikit terbuka itu cukup terkejut melihat Fitri.“Maaf Mbak, Mbak tidak boleh kasar seperti itu pada masnya ini, meskipun ia hanya seorang OB!” Fitri langsung menepis tangan wanita cantik itu yang hendak menyiramkan kopi panas ke wajah seorang OB.“Kau ini siapa, hah?” tanya wanita itu sambil menatap tajam Fitri. Ia memperhatikan Fitri dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, lalu menyeringai dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di sini, Apakah kau ini karyawan baru?” tanya wanita muda itu dengan tatapan sinis.Fitri berusaha untuk tidak memperdulikan wanita itu, dan fokus kepada si OB yang masih menundukkan kepala. Pria itu tampak seperti menghindari tatapan khawatir Fitri. Ya terus-terusan bergerak gelisah.“Mas, masnya tidak apa-apa kan?” tanya Fitri pada OB itu yang dibalas dengan anggukan kepala.“Lebih baik masnya ke pantry
Cindy menghentakan kakinya karena ia begitu kesal kepada Michael yang bukannya mengajak dirinya malah mengajak Alvin. Cindy menatap dua punggung tegak yang perlahan menjauh dari. Ia pun teringat pada seseorang yang beberapa hari yang lalu telah Ia perintahkan untuk menjebak Fitri. "Jangan sampai orang itu buka mulut jika suatu saat nanti bertemu dengan Pak Alvin. Aku harus secepatnya mencegahnya,'' gumam Cindy kemudian ia meraih tas kecilnya dan memasukkan handphone serta dompet yang berada di laci meja kerjanya. Cindy berjalan keluar kantor menuju tempat di mana ia akan bertemu pria yang ia suruh untuk menculik Fitri. Dan menjual Fitri kepada seorang germo yang terkenal di kota. Cindy juga ingin tahu siapa yang membeli Fitri saat malam itu. Cindy begitu yakin jika yang membeli Fitri itu adalah laki-laki hidung belang dan juga tua. Iya pun terkekeh geli saat membayangkan Fitri Tengah digagai oleh seorang pria hidung belang dan usianya sudah renta.Mobil yang dikendarai oleh Cindy
"Jangan sentuh aku!" teriak Fitri tepat di hadapan Michael. Fitri menatap Michael dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan. “Apa tujuanmu membohongiku, Michael? Kenapa kamu menyamar sebagai Mamat?” tanyanya, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur antara marah dan sedih. Michael menghela nafas, matanya tidak bisa menatap langsung ke dalam mata Fitri. “Fitri, aku… aku hanya ingin dekat denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku,” jawab Michael dengan suara yang rendah. Fitri menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tetap tenang. “Perasaanmu tidak bisa menjadi alasan untuk membohongi seseorang, Michael. Kamu telah melukai aku,” ucapnya, air mata mulai jatuh dari matanya. "Kamu tega! apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam? memaksaku untuk menuruti nafsumu! kamu tega melakukan semua itu padaku merenggut kesucian yang selama ini aku jaga, bahkan suamiku sendiri Mas Damar belum pernah menyentuhku!" pekik Fitri dengan suara yang naik satu oktaf b
Keesokan harinya Fitri sudah mulai masuk ke kantor lagi. Meskipun Fitri merasa malu jika ia bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. akan tetapi jika Fitri tidak bekerja dari mana ia akan merasakan uang untuk bertahan hidup. setidaknya sikap suaminya sudah mulai melembut meskipun kadang masih suka membentak akan tetapi tidak seperti yang sebelumnya. "Mas, Aku berangkat kantor dulu ya," pamit Fitri pada Damar sambil mencium punggung tangan suaminya. "Berangkatlah! ingat pulangnya jangan terlalu malam, jika tidak ada lemburan cepatlah pulang!" ucap Damar menasehati istrinya. Fitri pun berangkat dengan menggunakan bus metromini angkutan kota seperti biasa. Uang yang Ia punya hanya cukup untuk membayar angkutan umum saja. Setibanya Fitri di kantor, ia merasa aneh pada semua Karyawan OB ataupun Satpam yang memperhatikannya dari Saat Fitri memasuki Luki kantor hingga akan memasuki sebuah lift menuju lantai di mana ruangannya berada. "Ada apa dengan mereka?" guma
Semua mata tertuju pada pria paruh baya yang telapak tangannya berlumuran darah, Michael dan Alvin begitu terkejut dengan kehadiran Ronald. Papa! Om Ronald! pekik Michael dan Alvin bersamaan. Namun saat Michael dan Alvin ingin membantu Ronal d untuk membawanya ke rumah sakit karena di telapak tangan pria paruh baya itu terdapat beberapa pecahan beli yang menancap. "Papa, Papa tidak apa-apa?" tanya Michael khawatir dan hendak memeriksa telapak tangan Ronald, namun alangkah terkejutnya Ronald menepis tangan putranya sebelum mendarat di lengannya. "Jangan sentuh aku!" Ronald menatap tajam pada Michael yang memasang raut wajah bingung. Di saat Ronald ingin menampar wajah sang putra tidak disangka Mona datang menghampirinya. wanita paruh baya itu menjerit mengetahui suaminya terluka. Papa! "Mike, Papa kamu kenapa?" tanya Mona yang menatap tajam ke arah putranya. Saat Mona ingin mencari beberapa satpam namun ia mengedarkan pandangannya akan tetapi Michael dan Alvin segera m
"Kau ini kenapa Bro?" tanya Alvin yang baru saja tiba di kamar Michael menginap. Alvin melihat Michael hanya diam dan tanpa menoleh sedikitpun padanya yang sudah berdiri di sampingnya. "Kau ini kenapa sih? ditanyain diam saja! Ada apa denganmu?" berondong Alvin pada saudara sepupunya yang terlihat begitu mengenaskan penampilannya. Alvin berjalan melewati Michael yang masih diam tanpa kata ia memilih merupakan dirinya di atas kasur berukuran king size. Alvin terlonjak kaget saat mendengar apa yang dikatakan Michael Jika ia ingin diantarkan ke rumah Fitri. Antarkan Aku ke rumah Fitri!" ucap Michael tanpa menoleh pada Alvin yang tengah terbaring hingga bibirnya membentuk huruf O. "Tumben bener kamu ingin ke rumah Fitri? Dia sama sepertimu semalam tidak pulang," "Aku tahu!" Kali ini Alvin langsung bangun dari posisinya rebahan. ia duduk di dekat Michael yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya. Alvin heran bahkan ia sampai mengerutkan keningnya karena Mi
Keesokan harinya Fitri bangun lebih awal. Ia perlahan turun dari ranjang kemudian segera memakai pakaian yang sudah koyak di bagian pundaknya. Ia kemudian mengambil sebuah jas yang terletak di sebuah kursi di kamar itu, kemudian Fitri segera meninggalkan kamar yang sudah membuat hidupnya hancur karena seorang pria yang telah tega memaksanya untuk menuruti semua keinginan. Fitri yang sudah berjalan di lorong hotel, namun ia teringat, jika ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk ongkos naik ojek, jadi iya kembali lagi ke dalam kamar dan mencari dompet pria yang sudah merenggut kehormatannya. Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat sebuah dompet yang tergeletak di atas nakas, terlihat dari desainnya sudah jelas dompet itu bukan dompet sembarangan melainkan dompet yang harganya ratusan juta. Tangan Fitri bergetar saat meraih dompet itu ia membuka isi dompet itu dan ingin mengambil pecahan uang lima puluh ribu untuk ongkos pulang naik ojek. Tapi Fitri begitu terkejut saa
Damar begitu khawatir memikirkan Fitri yang sudah tengah malam belum tiba di rumah. Bahkan saat ia hendak membuat secangkir kopi dan mengambil gelas di tempat yang agak tinggi dan Damar tidak bisa menggapainya ia dengan susah payah mengambil gelas itu namun gelas yang tidak dapat dijangkau oleh Damar menjadi jatuh dan pecah di lantai. "Ada apa ini?" gumam Damar kemudian ia tidak jadi untuk membuat secangkir kopi. lebih baik ia mengarahkan kursi rodanya ke arah teras dan menunggu istrinya di luar rumah.Hingga ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumahnya dan itu adalah mobil Alvin yang tadi datang menjemput istrinya. Alvin mengantarkan Asih namun Damar tidak melihat adanya Fitri pulang bersama Asih dan Alvin. "Asih, di mana istriku? Kenapa kau tidak pulang bersamanya?" tanya Damar setelah Asih berada di hadapannya. Alvin dan Asih pun saling pandang saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Bukannya Fitri sudah pulang sejak tadi?" Asih balik bertanya kepada Damar
"Michael tadi ada di sini tante, dan ia sebelumnya juga berbincang dengan beberapa klien di sana, tapi sekarang entah ke mana anak itu," jawab Alvin yang kesakitan sambil kedua tangannya memegang lengan Mona yang terus-menarik telinganya. "Tante Kenapa ada di sini? bukannya Tante dan Om bilang tidak akan hadir di acara penting ini?" sambung Alvin lagi sambil mengusap telinganya yang sudah memerah setelah Mona melepaskan tarikan tangannya di telinganya. "Pa, anak nakal itu tidak ada di sini!" lirih mona pada Ronald yang telah berdiri di sampingnya."Mungkin ia tengah berkumpul dengan relasi yang dan klien lainnya, Ya sudah biarkan saja Ma. lebih baik kita pulang saja tidak baik untuk Mama semakin malam di sini," ajak Ronald pada Mona. "Jika nanti kau melihat Michael langsung saja suruh pulang jangan mampir ke mana-mana lagi!" pinta Mona sebelum beranjak pergi pada Alvin yang hanya bisa menggukan kepalanya."Padahal Michael bukan anak umur 5 tahun lagi lo tante," gerutu Alvin namun Mo
Malam yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. acara pesta ulang tahun Sanjaya corporation yang diselenggarakan di salah satu hotel bintang 5 sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tamu undangan seperti klien penting dan beberapa karyawan kantor dan karyawan pabrik. Semua ikut merayakan kebahagiaan.Alvin yang baru saja tiba di gedung hotel bersama Fitri dan juga Asih, ketiganya langsung turun dari mobil Setelah tiba di ballroom. Seorang wanita yang datang menyambut kedatangan Alvin langsung menghentikan langkahmu dan bersembunyi di balik punggung beberapa security hotel itu. Wanita cantik itu, mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia begitu kesal melihat Fitri berjalan bersama dengan atasannya bahkan Alvin sampai menyempatkan diri untuk menjemput Fitri. Wanita itu pun tersenyum menampilkan seringainya yang licik, "Kamu akan menyesal Fitri setelah menyakitiku!" gumam wanita cantik itu. Di tempat lain Mamat melihat jika Fitri berangkat dengan Alvin. Ia ingin sekali m