"Gea, tahukah kau, Tuhan menempamu sekian tahun untuk Ahsin?" "Kenapa malam ini mendadak kau menjadi bijak? Apa telah terjadi sesuatu yang besar?"Charles berbaring. "Sebenarnya aku anak orang kaya."Gea duduk, menyandarkan punggungnya. "Kekayaan dari kakek ayah. Sayangnya, ayah mempunyai kebiasaan buruk suka menebar benih. Sesama perempuan saling injak untuk naik, apalagi yang memiliki anak. Belum lagi perebutan dari saudara-saudara ayah. Ibuku salah satu korban. Ibu memilih menjauh, menyembunyikanku bahkan mengubah ujung namaku dari mereka. Namun, akhirnya ketahuan juga. Kami hidup tidak tenang. Setelah ibu meninggal, aku memilih mendalami dunia cyber dan hidup tersembunyi. Kamu orang pertama yang ingin aku temui dan akhirnya Ahsin mempertemukan kita." Tiba-tiba Gea membeku."Gea, kau tidak apa?" Charles menjadi panik. Gea menggeleng. "Andai cewek, aku akan memelukmu."Charles melempar bantalnya ke arah Gea. Gea tertawa. Ia memejamkan mata. "Terima kasih, Charles."Perlahan ai
“Kau tak pernah cerita kehidupanmu pada Ahsin?” Charles kembali terduduk. Gea menggeleng. “Dia sibuk sekali. Ya, kadang terselip di balik obrolan, tapi tidak seperti ini. Ahsin juga tidak menceritakan keluarganya. Aku baru tahu malam ini kalau dia mempunyai seorang paman. Dia nyaris tidak pernah mengeluh, apalagi mengeluhkan keluarganya. Mendengar ceritamu, aku tidak tahu hari seperti apa yang telah dilewati Ahsin.”“Jangan dibayangkan. Istirahatlah. Semoga besok dia sudah sadar. Berjanjilah menjadi Gea yang dia sukai. Tak peduli soal kelayakan menurutmu, yang penting dia bahagia.”Gea memiringkan kepalanya, tersenyum sedikit, kemudian mengangguk. “Kau juga sudah berpengalaman dan telah banyak mengajariku. Kau tidak ingin mengambil hakmu?”“Tanyakan pada dirimu sendiri, kenapa saat pulang ke Indonesia tidak langsung mengambil alih kerja keras ibumu?”Gea merengut. Kembali ia menatap langit. Ia teringat saat pulang tengah malam bersama Ahsin. “Ahsin, kesempatan tidurmu tinggal sedik
Ruang inap gelap. Perawat itu mengangkat jarum suntik sudah tersedia isinya. Dengan bergetar, ia menyentuhkan ujung jarum ke selang infus. “Maafkan aku,” lirih perawat. “Mengapa Anda memasukkan obat dengan meraba-raba?” Perawat tersentak. Jarum suntik terlepas. Lampu menyala. Perawat termundur. Ferry mendekat dengan tatapan tajam hingga perawat itu terblokir oleh nakas. Ferry menarik name tag dan mencocokkan dengan foto wajah yang tersimpan di ponselnya.“Kamu akan kami bebaskan, jika memberitahu siapa yang menyuruhmu,” ucap Ferry dingin. Perawat itu gemetaran. “Ini memang jadwal masuk obat.”Mata Ferry mengerling ke arah name tag.“Eee … dia sa … sakit. Jadi saya yang menggantikan.” Perawat merasakan keringat membasahi tubuhnya. “Sekali lagi aku tanyakan. Kali ini tidak ada kata ampun jika masih tidak mau mengaku.”“Aku tidak bohong. Sungguh.”Ferry mengambil pistol yang tersimpan di jasnya dan menodongkan ke arah perawat. Seketika perawat bersujud dengan mengatup kedua tanga
“Dia juga terlihat tidak peduli dengan teknologi. Tidak suka medsos, bahkan status wa ku saja tidak pernah dia lihat,” tambah Sinta. “Tapi bagaimana dia punya circle anak IT dan semuanya bekerja di perusahaan More?”“Sudahlah, nanti kau tanyakan padanya,” ide Malika. “Dia tidak muncul lagi setelah katanya ingin mengambil perusahaan. Cih, sok-sokan mengancam, datang pun tidak berani,” gerutu Lyman. “Sampai sekarang?” tanya Malika. Sinta mengangguk sambil memberikan senyuman keberhasilan pada ibunya. “Untung sekarang dikelola Buana, jadi kita bisa lebih dekat dengan mereka.”Sinta meraih tangan Lyman. “Benar, Pa. Sinta janji akan menarik perhatiannya jika datang nanti. Sinta janji akan memberikan kehidupan yang mewah pada Mama Papa.”“Anak berbakti. Papa Mama mengandalkanmu. Apalagi sekarang, perusahaan ditangani Buana, kita tidak bisa lagi bebas mengeluarkan dana. Kamu harus bekerja keras Sinta,” pinta Lyman.“Jangan khawatir, Pa. Aku tidak akan mengecewakan Papa Mama.”****“Sabar
“Ahsin,” seru Gea sambil berlari begitu memasuki pintu ruang inap Ahsan. Ia memeluk erat hingga Ahsin meringis. “Syukurlah kau sudah sadar.”“Gea?” tegur Charles karena melihat Ahsin.yang seperti kesakitan.Gea melepaskan pelukannya. “Kau tidak apa-apa? Apa yang kau rasakan heh?”Ahsin menatapnya bengong. “Kamu siapa?”Semua tersentak. Gea dan Charles saling bersitatap. Charles dan Ferry mendekat. “Tuan, kau tidak kenal dia?” tanya Ferry. Ahsin menatap lambat hingga akhirnya ia menggeleng. Pegangan Gea terlepas. “Tuan, ingat nama saya?” “Ferry, juga pengawal itu saya ingat. Tapi mereka berdua siapa?” tanya Ahsin dengan wajah kebingungannya. Charles mengulurkan tangannya. “Saya Charles, karyawan More.”“Oh, Charles kepala departemen pengembangan?” Charles mengangguk. “Iya, betul, Bos.”“Lalu dia ….?” Ahsin mengerutkan keningnya. Charles, Ferry dan Gea menunggu tidak sabar. “Kamu Habbagea?”Semuanya tersentak. “Bagaimana kamu bisa mengingatku sebagai Habbagea,” tanya Gea bergeta
“Pasien memang mengalami geger otak karena kecelakaan itu. Tapi sejak dia sadar, tidak memperlihatkan kondisi mengkhawatirkan, kecuali yang menurut Ferry dia tidak mengenali Anda. Benar?”“Iya, dok. Mengapa cuma saya yang tidak ia kenali? Bahkan dia ingat nama saya sebagai karyawan More bukan sebagai istri.”“Kasus ini dinamakan Amnesia selektif. Pasien melupakan beberapa memori secara acak atau pada kejadian tertentu. Biasanya ada kaitannya dengan emosional pasien sebelumnya, misalnya trauma pada kejadian buruk. Izin bertanya, apa sebelum kecelakaan, hubungan Anda dengannya …..”“Iya, siang itu kami memang bertengkar hebat.” Charles bergegas duduk di sampingnya. “Gea, kita tiga tahun kerjasama di More, kau tahu betul bagaimana emosinya. Bagaimana bisa kau membuat dia marah?” Gea tertunduk. Mencoba menarik napas dan menghalau air mata yang kembali ingin merembes. “Sangat menakutkan. Baru kali ini, aku melihatnya seperti itu. Siang itu, memang salahku. Aku sudah mencoba minta maaf,
“Begitu. Sepengetahuan Ayah, apa mereka mempunyai hubungan khusus?”“Mirja datang?”Spontan keduanya menoleh. Seorang perempuan paruh baya mendekati mereka.Mirja berdiri. “Hallo, Bi. Apa kabar?”***“Kalau mau menangis, menangislah!” ucap Charles kepada teman duduknya. Sepanjang perjalanan Gea hanya diam. “Untuk apa menangis? Aku merasa ini karma untukku. Selama ini aku ingin statusku dirahasiakan, akhirnya jadi beneran tidak diketahui. Ironisnya di saat seperti ini. Tak sekadar itu, jangankan merawat bahkan mendekatpun tidak boleh. Lebih menyesakkan, aku akan menjalani hari-hari penuh penyesalan. Aku tidak bisa minta maaf dan entah kapan akan berakhir.”“Oh no, Gea. ini bukan karma. Ini hanya ujian untuk kalian. Kau hanya perlu menahan diri, tidak mengacaukan peraturannya dan tetap setia padanya. Ngomong-ngomong apa yang membuatnya marah?”“Itu karenamu.”“What?! Bagaimana kalian bisa bertengkar karena aku?” pekik Charles.“Siang tadi aku mengenakan parfum yang kau berikan.”“Oh no
Charles tertawa. “Kamu beruntung Gea, dipertemukan dengan Ahsin. By the way, apa benar budaya patriarki di sini?”Gea mengangguk. “Ayahku dulu begitu. Semua dilakukan oleh ibu, padahal ibu juga harus bekerja. Hari masih gelap, ibu sudah sibuk, kemudian pulang kerja juga masih melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga. Ayah dengan enaknya duduk di depan televisi masih minta dibuatkan kopi dan cemilan. Mengingat itu, kalau sekarang mungkin ayah sudah aku pukul.”Charles tergelak. “Beruntungnya ibu memiliki masa keemasan, dapat memperkerjakan beberapa pembantu untuk mengurus rumah.Tapi apa yang dilakukan ayah? Dia malah sibuk selingkuh bahkan punya anak. Membiayai selingkuhan dan anak haram dengan uang ibu. Tidak tahu diri.” Charles tersenyum melihat Gea yang mengepalkan tangan.Charles kembali meraih bahu Gea. “Nona, sebaiknya kita cari makanan. Barangkali otakmu bisa lebih stabil dan siapa tahu menemukan ide brilian.”“Ide yang bagus.”*** .“Kirim seseorang buat menjaga Gea secara