“Tuan Mirja?”“Iya.”“Erwin, kau pakai headseat kan?”“Iya. Aku akan memberi kabar buruk. Jangan kaget. Jangan sampai Tuan besar dan lainnya tahu. Siapkan dirimu.”Erwin menghela napas. “Baik.”“Tuan Muda kecelakaan.”Erwin tersentak, beruntungnya ia dapat menekan sikapnya. “Ingat, jangan sampai Tuan Besar, Tuan Mirja juga lainnya tahu. Dan berhati-hatilah. Mungkin saja musuh sudah mengintai, atau mungkin sudah di dalam. Kau mengerti?”“Aku mengerti.”Panggilan terputus. “Siapa, Erwin?”“Asisten Ferry menanyakan Tuan.”“Asisten Ferry sangat peduli pada Ayah?” pancing Mirja. “Mungkin Ahsin yang menyuruhnya,” sahut kakek singkat.“Aku sudah lama tidak melihat Ahsin. Pasti banyak perubahan pada anak itu,” sambung Tuan Mirja.“Anak itu semakin sibuk. Apalagi perusahaan pribadinya juga semakin naik daun.”“Tak kusangka, keponakanku semakin hebat.”Lewat kaca spion, Erwin mengintip wajah Tuan Mirza dan kakek.*** Charles bergegas ketika melihat Siro yang memperban tangan Gea. “Gea, kau
Gea menghamburkan diri ke pelukan Charles. “Charles, kenapa kita baru bertemu?”Charles tertawa kecil. “Karena baru sekarang aku dipercaya menjadi iparnya”“Kak Bei, pemandangan apa kita lihat sekarang?"Pelukan Gea terlepas. Sinta dan Bei menatap mereka dengan tatapan jijik.“Kak Gea, kemarin kakek kaya, sekarang bule dari mana? Sampai kapan kau membiayai suami kulimu itu?” ejek Sinta.“Gea, mereka …?” tanya Charles dengan bahasa Inggris dengan aksen Australia.“Orang tak penting,” sahut Gea juga dengan bahasa yang sama. “Oh.”Sinta memandangi Charles yang berambut sebahu dikuncir, mengenakan jas coklat berpadu kaos putih di dalam, kontras dengan celana jeans berlubang-lubang. Pandangannya beralih pada Gea yang mengenakan kaos dan celana longgar, dengan rambut dipotong setelinga, di belakang dibiarkan menjuntai sampai ke bahu. “Tak peduli kau terpengaruh dengan gayanya atau tidak, setidaknya jaga muka di pesta ini,” tambah Sinta. “Jaga muka?” tanya Gea.“Penampilanmu ….”“Ooh.” G
Pandangan kakek beralih pada Charles. “Dia?’“Oh, kenalkan, Kek. Dia Charles, salah satu eksekutif More dari Australia. Charles, dia kakeknya bos. Tuan Buana,” ujar Gea dengan bahasa Inggris. Nama Buana seketika membuat Sinta dan Bei syok kemudian saling bersitatap. Charles bersegera mengulurkan tangan. “Senang bisa bertemu dengan Anda.” Kakek menyambut ramah. “Saya juga senang bertemu dengan anak muda sepertimu. Jauh-jauh datang ke sini untuk mendukung perusahaan More, sebagai kakek saya mengucapkan terima kasih.”Charles tersenyum cengengesan. “Tak perlu sungkan, Kek.”“Sepertinya kalian cukup akrab tadi?” selidik kakek. “Iya, Kek. Dia teman online aku sejak kuliah di Australia. Aku belajar banyak darinya, jadi lumayan dekat. Hanya saja, baru sekarang kami bertemu karena saat itu kami tinggal di kota yang berbeda. Aku sangat berterima kasih pada cucu Kakek," jawab Gea juga dalam bahasa Inggris. Ia percaya orang seperti Kakek pasti mahir bahasa Inggris. “Iya, Kek. Gea sudah kuan
“Kak Bei, mungkinkah dia Gea?” bisik Sinta menunjuk dengan dagunya. Bei menoleh ke arah ditunjuk Sinta. “Jika dilihat dari pria bule itu, ada kemungkinan itu Gea. Tapi kenapa mengenakan topeng?”Sinta mencermati pergelangan Gea yang sudah berubah gelangnya. Kali ini gelang kecil berkilauan berlian yang disusun jarang. Di jari perempuan itu bukan lagi cincin yang sempat ia dilihat di ponsel. Pandangan Sinta naik ke atas. Ternyata kalung, bahkan anting, satu paket dengan gelang dan cincin. “Benar. Tidak mungkin kuli bisa memberi Gea perhiasan semahal itu,” tukas Sinta. “Atau mungkinkah itu pemberian Tuan Buana? Oh iya, bukankah ke toko gaun kemarin bersama Tuan Buana?” Sinta membenarkan asumsinya, gaun dan perhiasan itu dari Tuan Buana.“Tunggu saja, jika aku sudah mendekati pewarisnya, akan kubongkar semua kebusukanmu!”Sinta kembali fokus ke suara Ferry. Acara inti dimulai. Penghargaan kepada beberapa orang penting dalam perusahaan teknologi More.“Baiklah saya langsung panggil, M
“Walau bagaimanapun, aku istrinya. Kenapa harus dirahasiakan dariku?”“Mungkin dia tidak ingin mengganggu hari bahagiamu,” jawab Charles. “Lebih dari itu. Ia juga ingin melindungi Nyonya. Jika Nyonya tahu itu, Nyonya akan panik dan itu membuat Nyonya dalam bahaya.”Badan Gea membeku. “Apa maksudnya, kecelakaan ini ….”“Tidak pasti. Sepertinya Tuan Muda sudah punya insting ke sana. Karena itulah, dia minta Charles melindungimu bukan kepada saya. Padahal saya lebih dekat dengan Tuan, bukan Charles. Dari sini, harap Nyonya memahami.”Gea sedikit terhuyung. Ia duduk ke ujung ranjang. “Artinya, dia juga bermaksud menyembunyikan statusku?”Ferry mengangguk. “Aku sudah coba cek penyerang kemarin. Dia orang suruhan. Rekening pemilik menerima transferan sebelum kejadian. Tapi, belum apa-apa, IP itu sudah menghilang. Sekarang kecelakaan tabrakan. Entah ada hubungannya antara penyerangan dengan kecelakaan, bagaimanapun kita harus berhati-hati. Entah musuh satu atau dua orang, internal atau eks
"Gea, tahukah kau, Tuhan menempamu sekian tahun untuk Ahsin?" "Kenapa malam ini mendadak kau menjadi bijak? Apa telah terjadi sesuatu yang besar?"Charles berbaring. "Sebenarnya aku anak orang kaya."Gea duduk, menyandarkan punggungnya. "Kekayaan dari kakek ayah. Sayangnya, ayah mempunyai kebiasaan buruk suka menebar benih. Sesama perempuan saling injak untuk naik, apalagi yang memiliki anak. Belum lagi perebutan dari saudara-saudara ayah. Ibuku salah satu korban. Ibu memilih menjauh, menyembunyikanku bahkan mengubah ujung namaku dari mereka. Namun, akhirnya ketahuan juga. Kami hidup tidak tenang. Setelah ibu meninggal, aku memilih mendalami dunia cyber dan hidup tersembunyi. Kamu orang pertama yang ingin aku temui dan akhirnya Ahsin mempertemukan kita." Tiba-tiba Gea membeku."Gea, kau tidak apa?" Charles menjadi panik. Gea menggeleng. "Andai cewek, aku akan memelukmu."Charles melempar bantalnya ke arah Gea. Gea tertawa. Ia memejamkan mata. "Terima kasih, Charles."Perlahan ai
“Kau tak pernah cerita kehidupanmu pada Ahsin?” Charles kembali terduduk. Gea menggeleng. “Dia sibuk sekali. Ya, kadang terselip di balik obrolan, tapi tidak seperti ini. Ahsin juga tidak menceritakan keluarganya. Aku baru tahu malam ini kalau dia mempunyai seorang paman. Dia nyaris tidak pernah mengeluh, apalagi mengeluhkan keluarganya. Mendengar ceritamu, aku tidak tahu hari seperti apa yang telah dilewati Ahsin.”“Jangan dibayangkan. Istirahatlah. Semoga besok dia sudah sadar. Berjanjilah menjadi Gea yang dia sukai. Tak peduli soal kelayakan menurutmu, yang penting dia bahagia.”Gea memiringkan kepalanya, tersenyum sedikit, kemudian mengangguk. “Kau juga sudah berpengalaman dan telah banyak mengajariku. Kau tidak ingin mengambil hakmu?”“Tanyakan pada dirimu sendiri, kenapa saat pulang ke Indonesia tidak langsung mengambil alih kerja keras ibumu?”Gea merengut. Kembali ia menatap langit. Ia teringat saat pulang tengah malam bersama Ahsin. “Ahsin, kesempatan tidurmu tinggal sedik
Ruang inap gelap. Perawat itu mengangkat jarum suntik sudah tersedia isinya. Dengan bergetar, ia menyentuhkan ujung jarum ke selang infus. “Maafkan aku,” lirih perawat. “Mengapa Anda memasukkan obat dengan meraba-raba?” Perawat tersentak. Jarum suntik terlepas. Lampu menyala. Perawat termundur. Ferry mendekat dengan tatapan tajam hingga perawat itu terblokir oleh nakas. Ferry menarik name tag dan mencocokkan dengan foto wajah yang tersimpan di ponselnya.“Kamu akan kami bebaskan, jika memberitahu siapa yang menyuruhmu,” ucap Ferry dingin. Perawat itu gemetaran. “Ini memang jadwal masuk obat.”Mata Ferry mengerling ke arah name tag.“Eee … dia sa … sakit. Jadi saya yang menggantikan.” Perawat merasakan keringat membasahi tubuhnya. “Sekali lagi aku tanyakan. Kali ini tidak ada kata ampun jika masih tidak mau mengaku.”“Aku tidak bohong. Sungguh.”Ferry mengambil pistol yang tersimpan di jasnya dan menodongkan ke arah perawat. Seketika perawat bersujud dengan mengatup kedua tanga
“Gea!” Ahsin memegang bahu Gea. “Tenangkan dirimu.”“Bagaimana bisa tenang, Paman begini karena aku,” sahut Gea panik. “Gea, dengarkan aku.” Ahsin mengguncang bahu Gea. Seketika Gea terdiam. “Jangan menyalahkan diri. Paman melakukannya dengan senang hati. Kau juga lihat ‘kan senyumnya kemarin?”“Tapi ….”Ahsin mengusap wajah istrinya yang basah. “Selain itu, ternyata Paman mempunyai kanker paru-paru, jadi tusukan itu memparah kesehatannya yang buruk.”Gea menggenggam tangan Ahsin. “Kita ke sana ya. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya.”“Paman belum sadar.”“Dia pasti dengar. Seperti kau bilang kemarin, kau mendengarnya hanya saja tidak bisa memberi respon.”Ahsin menghela napasnya. Ia merapikan rambut Gea. “Kau tidak menanyakan keadaanku? Kau tidak lihat, aku juga mengenakan gelang pasien?” Gea tergagap. Ia baru menyadari gelang yang dikenakan Ahsin. “Bukankah kau kelihatan baik-baik saja sekarang?” kilahnya.“Setidaknya kau bertanya perasaanku?” protes Ahsin dengan memasang
Ahsin sudah merasakan separuh nyawanya melayang. Ia tidak akan pernah rela Gea terluka untuknya. Namun, sepersekian detik ia dikejutkan fakta lain. “Paman?” seru Ahsin. Gea berbalik. Matanya membesar begitu melihat pisau yang dipegang Noura itu berada di badan Tuan Mirja.Noura tersentak. Pisau di tangannya terlepas. Badannya mendadak gemetaran. Ia sulit mempercayai penglihatannya. Bagaimana Tuan Mirja tiba-tiba menghalanginya? Melihat Noura yang syok, Ferry tidak membuang kesempatan itu. Ia berhasil meringkus Noura, sedang bodyguard lain menangkap anak buah Noura. Ferry menyerahkan Noura ke bodyguard lain. Ia segera menelpon ambulan.Ahsin menyambut tubuh Tuan Mirja yang hampir menyentuh tanah. “Kenapa Paman lakukan ini?” sesal Gea. Air matanya mendadak tumpah ruah. Tuan Mirja menyentuh pipi gigi dengan tangannya yang berlumuran darah. Ia menyunggingkan senyum. “Jangan menangis. Paman bahagia bisa melakukan ini. Keinginan Paman untuk menyelamatkan ibumu akhirnya tertunaikan hari
Gea tertawa. “Sekarang kau mengakui kehebatan seseorang yang hanya bisa belajar dengan otodidak?” ejek Gea lemas.Noura tersentil, tapi bukan waktunya memikirkan harga diri. Sudah berapa lama High tidak bisa diakses dan entah berapa milyar kerugian yang ia alami.Pria besar itu menyeret Gea dan mendudukkan ke kursi yang berhadapan dengan laptop. Noura mengambil pisaunya dan menodongkan ke leher. “Bersihkan.”“Kau pikir aku sebodoh itu? Kau akan membunuhku begitu Highmu kembali.”Plak. Sebuah tamparan mendarat ke pipi Gea. “Jangan keras kepala. Jika tidak, kau akan memohon kematian kepadaku.” Peuh. Gea menyemburkan ludahnya yang merah ke muka Noura, kemudian ia memasang wajah ejek. Plak. “Cepat lakukan!” teriak Noura. Ia semakin kesulitan mengendalikan emosinya. Kalau saja bukan karena ingat kerugian dan tuntutan yang akan dialaminya, ia tidak akan sesabar ini. “Begitu cara meminta. Noura, sekarang kau yang membutuhkanku.”Noura mengerjap. Terlihat kebimbangan di matanya. Gea teru
Tuan Mirja beralih pada dokter Austin. “Seberapa buruk, dokter?”“Seharusnya tidak apa, selama emosinya tidak dirangsang dan energinya tidak dikuras.”Mendadak Tuan Mirja jadi panik. “Dalam situasi ini bagaimana dia bisa tenang?” tukas Tuan Mirja. “Maafkan saya,” jawab dokter Austin. Tuan Mirja beralih pada Erwin. “Erwin, aku harus pergi. Tolong jaga Tuan Besar. Langsung saja telepon jika ada kabar.”Erwin mengangguk. Tuan Mirja berlalu, tetapi baru beberapa langkah ia berhenti. “Dokter, bisakah saya meminta waktu tinggal di sini sementara. Saya tidak bisa membayangkan kondisi ayah jika keduanya kenapa-napa.”“Saya mengerti. Pergilah.”“Terima kasih.” Tuan Mirja segera bergegas keluar. ***“Presdir, kemana saja? High diserang. Kami kewalahan.”Dengan gugup Noura membuka aplikasi lewat ponselnya. Benar saja, aplikasi tidak bisa diakses. Parahnya tampilan depan memperlihatkan tengkorak warna merah dengan dua tulang yang disilang. Ponselnya kembali berdering. Kali ini dari kepala bag
“Kau juga tahu itu?” Gea tersengal. Matanya memerah. Selain kesulitan bernapas, ia merasakan matanya nyaris keluar akibat urat lehernya yang dicekik. Tubuhnya bergerak-gerak ingin melakukan perlawanan, tapi apa yang dapat dilakukannya dengan tangan terikat.Noura melepas cekikannya. Napas Gea memburu. Berkali-kali ia batuk. "Aku tidak tahu siapa dia saat itu. Aku kira dia hanya seorang kuli,” ucapnya dengan napas masih tersengal.“Kuli?” Noura tergelak. "Kau pandai berbohong. Kenapa tidak menulis skenario saja? Mana ada orang ngajak nikah seorang kuli? Munafik!”Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi Gea. Seketika pipi putih itu menjadi memerah. Gea tersenyum sinis. “Aku munafik, lalu kau? Kau pura-pura bersikap manis, padahal di belakang menyerang perusahaannya. Merusak rem mobilnya. Ah, aku masih ingat kau memanggilnya Kak Ahsin.” Gea meniru nada Noura di ujung kalimatnya. Amarah Noura memuncak. Ia mendorong dengan segenap tenaga sehingga Gea terlempar dengan kursi. Gea meringis.
“Bagaimana orang asing bisa masuk ke komplek ini?” gumam Ferry. Ahsin hanya bisa terdiam. Selama ini ia hanya curiga kepada pamannya hingga tak terpikirkan ada kemungkinan lain. “Ya.” Ahsin menoleh ke arah Ferry. “Bos, mobil yang dideskripsikan Tuan Muda ternyata kosong.”Ahsin dan Ferry tersentak. Sesaat mereka saling tatap. “Kalian di mana?” tanya Ferry. “Kami di luar kota arah timur.”“Kita dikecohkan,” gumam Ahsin sambil menggenggam kepalan tangannya. “Terus lakukan pencarian!”“Baik, Tuan Muda,” sahut seorang pria lewat telepon itu. Dokter Austin menatap cemas. Tuan Mirja bergabung bersama mereka. “Kau sudah menemukan mereka?”Ahsin menggeleng. “Ferry, hubungi Ricky!”“Baik, Bos.” Ferry langsung menekan nama Ricky dan mengaktifkan speaker ponselnya.“Hallo, Kak Ferry!”“Ricky, Tuan Muda mau bicara.”“Ricky, Gea diculik.”“APA?” pekik Ricky. “Kami kesulitan mencarinya. Dia tidak membawa ponsel juga bros yang kau berikan. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa melakukannya ta
“Eh, sadarkah kau beberapa hal yang dilakukan ibumu untukmu? Dari sini kita melihat ibumu sangat mencintaimu meski dia mengambil keputusan yang merugikannya.”“Di antaranya?”“Dia memberimu Gea Mas'udi. Dulu aku sempat bertanya-tanya mengapa nama belakangmu Mas'ud? Nama keluarga dari ibumu, bukan ayahmu. Dalam Islam itu tidak dibolehkan. Seorang anak harus mengikuti ayahnya.” Satu lagi pemahaman baru yang ia dapatkan. Mendadak kepalanya menjadi kusut. Ia memilih merebahkan kepala ke pangkuan Ahsin. Spontan Ahsin merapikan rambutnya. “Ternyata itu nama asli, bukan sematan. Nama yang tak bisa dihilangkan, seperti kebiasaan banyak orang ketika menikah berpindah ke nama suami. Mas'ud bukan nama belakang, tapi memang bagian dari namamu. Sehingga kemana pun kamu pergi Mas'ud ada dalam namamu. Dari situ, dapat kita pahami, ibumu ingin mengenalkan pada orang bahwa kamu putri Mas'ud. Meski disematkan nama ayahmu, orang-orang akan bisa mengenalimu bagian dari Mas'ud.”“Otakku makin kusut,” sun
“Ahsin, Gea, kalian ada di sini?” tanya Tuan Mirja begitu sampai ke ruang tengah. “Iya, Paman,” sahut Ahsin canggung. “Kenapa Ayah memanggilku?” tanya Tuan Mirja sambil duduk di sofa yang bersisian dengan Kakek. “Ayah tidak apa-apa, kan?” Kakek menggeleng. Ia menunjuk giok di atas meja itu dengan dagu. Melihat itu, seketika Tuan Mirja berubah raut mukanya. Gea yang sejak tadi memperhatikan Tuan Mirja dapat melihat ada luka yang sangat dalam wajah itu. “Paman, maaf. Saya baru menemukan giok ini di perbendaharaan ibu. Saya baru tahu kalau giok ini milik keluarga Buana. Paman, maaf, izinkan saya minta Paman menceritakannya kenapa giok ini ada di tangan ibu?” ucap Gea hati-hati.Tuan Mirja mengambil giok itu dengan raut sedih. Terlihat sebutir cairan bening menetes di pipi. “Kakek pasti sudah cerita pada kalian hubungan Paman dengan ibumu.”Gea mengangguk. Tuan Mirja menghela napas beratnya. Baru kali ini, Ahsin merasa iba dengan pamannya. “Aku sangat mencintai ibumu, bahkan aku tak
“Pamanmu berubah setelah seorang gadis yang bernama Atmiati Mas’ud bekerja di Buana. Sejak itu semuanya telah berubah.”Ahsin dan Gea saling tatap. Gea menahan napasnya. Meski ingatannya samar, Gea percaya ibunya orang baik. Namun, kenapa ibunya menjadi penyebab kekacauan yang dibuat Tuan Mirja? Ia berpikir, mungkinkah dulu ayahnya Ahsin dan Tuan Mirja memperebutkan ibunya?“Maksud Kakek gimana?” tanya Gea cemas. Ia merasakan jelas tangannya kini menjadi dingin. Beruntungnya, Ahsin masih menggenggam tangannya. Setidaknya kehangatan itu dapat membuatnya sedikit lebih tenang. Namun, kemungkinan lain yang kembali membuatnya cemas. Ia takut ibunya mempunyai masa lalu yang membuat dirinya dibenci. “Mirja dan ibumu sempat menjadi sepasang kekasih.”Ahsin dan Gea tersentak, kemudian keduanya saling tatap. “Ibumu sebenarnya karyawan potensial di perusahaan. Kakek juga menyukai kepribadiannya. Sayangnya, Mirja saat itu telah ditunangkan sejak kecil demi memperkuat hubungan dua keluarga, terl