Share

4. Perkara Pernikahan

“Kamu mau menikah, tapi bukan dengan Hansel. Otak kamu di mana, Lily?”

Bentakan Andrean memenuhi ruang tamu kediaman Barata. Lily bersampingan dengan Lucas di hadapan Andrean. Namun, tidak hanya ada mereka bertiga. Sania dan Melati pun turut duduk di sana.

“Jadi, sebenarnya yang berkhianat itu kamu atau Hansel, Ly?” tanya Sania yang lebih terdengar seperti cemoohan.

“Apa nggak bikin malu keluarga Barata, ya, Ly? Tiba-tiba kamu mau nikah sama cowok lain. Maaf kalau Kakak ngomong begini.” Melati ikut bersuara.

Lily memandang Sania dan Melati dengan kekesalan secara bergantian. Pasalnya, Lily tahu kalau ibu dan kakak tirinya itu sedang mengejeknya secara halus. Lily duga, mereka berdua pasti sengaja berkata demikian untuk menambah amarah Andrean padanya. Wajah asli di balik topeng baik ibu dan anak itu sudah Lily ketahui.

Pandangan Lily kembali tertuju pada papanya. “Pa, tapi aku benar-benar ingin menikah dengan Mas Lucas. Mas Lucas orang yang baik, Pa,” ucap Lily meyakinkan sang papa.

“Baik kalau tidak bisa mencukupi kamu juga tidak ada gunanya, Ly. Tante lihat kendaraannya cuma motor. Kerjaannya juga nggak jelas. Dia bukan sutradara film box office, ‘kan? Penghasilan pegiat seni di negara ini belum menjanjikan. Bagaimana dia bisa memenuhi pengeluaran kamu seperti yang selama ini Papa lakukan?” Lagi, Sania menyumbangkan suara. Istri Andrean itu menghina Lucas seolah Lucas tidak ada di hadapannya.

“Mama benar, Ly. Kamu pikirkan lagi, ya. Pikirkan juga reputasi Papa. Jangan gegabah,” tambah Melati.

“Tante sama Kak Melati tenang aja. Mas Lucas itu punya kafe juga, kok. Lagi pula aku udah nggak kayak dulu,” balas Lily.

“Baru dalam hitungan minggu apa kamu yakin sudah berubah, Ly?”

“Benaran berubah atau belum saya rasa itu bukan urusan Tante. Nantinya saya sebagai suami yang akan memenuhi semua kebutuhan Lily.” Lucas yang diam setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud kedatangannya kini berbicara lagi.

Lily menunduk kala tangannya merasakan lingkupan tangan hangat pada jemarinya. Lucas menggenggam tangan Lily.

“Om, mohon berikan kami restu. Karena Lily hanya mau menikah dengan saya kalau Om memberikan restu. Saya janji, saya akan memperlakukan Lily dengan baik. Saya juga akan memenuhi semua kebutuhan Lily sebagaimana yang sudah Om lakukan selama ini,” janji Lukas sungguh-sungguh.

 Andai tidak ada kesepakatan menikah kontrak Lily pasti akan tersentuh dengan kesungguhan yang diperlihatkan oleh Lucas. Apa yang dilakukan oleh Lukas di depan papanya ini hanyalah sandiwara. Jadi, Lily tidak boleh terkesan terlalu dalam.

 “Sampai kapan pun saya tidak akan merestui Lily menikah dengan lelaki yang tidak selevel. Hanya Hansel yang pantas menjadi suami Lily.” Andrean berdiri.

Lily turut berdiri. Ia melepaskan genggaman Lucas sebelum mendekati Andrean. Lily bersimpuh di kaki sang ayah. “Tolong restui Lily sama Mas Lucas, Pa. Lily nggak mau menikah sama Hansel. Hansel bukan laki-laki baik, Pa. Lily mohon Papa percaya sama Lily,” pinta Lily dengan mata berkaca-kaca.

Andrean menunduk membalas ratapan Lily. “Syaratnya masih sama. Kalau kamu tidak menikah dengan Hansel berarti kamu bukan lagi bagian dari keluarga ini. Silakan kamu pergi dan melakukan semua yang menjadi pilihanmu. Saya tidak akan ikut campur lagi dalam hidupmu. Silakan keluar dari sini sekarang juga,” tegas Andrean yang tidak iba sama sekali Lily.

Lily tergugu manakala sang papa meninggalkannya yang masih bersimpuh. “Papa …,” lirihnya.

Sania berdiri menjulang di depan Lily. Ibu sambung Lily itu tidak repot-repot berjongkok. “Tante juga nggak setuju kamu menikah dengan orang yang levelnya jauh dengan keluarga kita, Ly. Kalau kamu mau menikah dengan lelaki pilihanmu itu Tante dan Melati nggak bisa datang. Papa nanti marah. Jujur saja, Tante juga masih sakit hati kamu menuduh kakakmu berselingkuh dengan Hansel. Tante nenangin Papa dulu,” ucap Sania yang langsung melangkah pergi.

Lily tidak menggubris ucapan ibu tirinya itu. Dia menghapus air matanya yang tidak berhenti mengalir. Uluran tangan Melati di depan wajahnya membuat gerakan Lily terhenti. Namun, Lily tidak sudi menyambut tangan orang yang sudah mengkhianatinya itu.

“Oh, nggak mau,” kata Melati sinis. Perempuan itu menegakkan badannya dan bersedekap. Ekspresi Melati berubah total. Kelembutan yang biasa diperlihatkan kepada Lily selama belasan tahun sirna.

Kedua lengan atas Lily disentuh oleh Lucas. Lucas mengajak Lily berdiri. Tentu saja Lily menurut.

“Wah, hebat … dalam hitungan hari kamu udah punya pengganti Hansel, ya. Ganteng, sih, sayangnya pangeran kamu ini nggak punya harta kayak Hansel. Eh, tapi sekarang kamu juga nggak punya, sih. Cocok jadinya,” ejek Melati yang diakhiri dengan tawa merendahkan.

“Lawan. Kamu punya saya,” bisik Lucas. Lelaki berambut gondrong yang dikucir rapi itu lantas merangkul Lily.

Sesaat Lily merasa merinding karena bisikan dan rangkulan Lucas. Namun, kekehan mengejek Melati menyadarkan Lily. Fokus Lily pun kembali kepada manusia pengkhianat yang berdiri angkuh di hadapannya.

“Kamu dan Hansel juga cocok. Sama-sama pengkhianat.” Lily mengatakan kalimatnya itu dengan anggun. Perempuan bermata sipit itu menarik lengan Lucas yang merangkulnya untuk digandeng. Lantas Lily mengajak Lucas pergi.

“Kamu nggak mau pamit sama kakakmu ini, Lily Sayang?” Melati melembutkan ucapannya.

“Kamu bukan kakakku,” sahut Lily sebelum beranjak.

“Selamat menikmati kehidupan keremu, Adik Tersayang.”

***

“Mas, memangnya kita bisa menikah hari ini juga?” Lily kembali bertanya setelah turun dari motor Lucas.

“Bisa.” Lelaki bertinggi lebih dari 185 sentimeter itu menjawab pendek.

“Bukan harus daftar dulu, ya? Setahu saya nggak bisa langsung menikah,” kata Lily.

“Sudah saya urus semuanya.”

“Masa cuma selang empat hari dari Mas ngajak nikah terus bisa langsung nikah.” Lily masih merongrong Lucas terkait pernikahan mereka yang bisa dikatakan instan.

Lucas menghentikan langkah. Lily otomatis ikut berhenti. “Eh, kenapa berhenti, Mas?”

Lelaki bertubuh atletis itu menunjuk ke depan dengan dagunya. Lily mengikuti arah gidikan dagu Lucas. Ternyata di depan mereka adalah pintu menuju ruang pernikahan. Lily tersenyum malu kepada calon suami kontraknya.

Jantung Lily berdegup kencang ketika Lucas membuka pintu itu. Memang bukan pernikahan impiannya, bahkan jauh dari harapannya, tetapi Lily tetap saja gugup. Sebentar lagi dirinya akan menjadi istri dari Lucas—lelaki yang baru dikenalnya. Tidak peduli karena ada kesepakatan saling menguntungkan atau karena cinta, yang namanya pernikahan tetaplah pernikahan. Sesuatu ikatan yang sakral. Janji yang dibuat bukan saja kepada manusia, tetapi pada Sang Pencipta.

“Pasangan yang mau menikah atas nama Lucas Andromeda dengan Lily Santika Barata, ya?” tanya petugas.

Lily dan Lucas kompak mengangguk. Mereka berdua dipersilakan duduk.

Prosesi pernikahan tahu-tahu sudah selesai. Hanya dalam hitungan menit. Saat ini Lily dan Lucas sudah resmi menikah. Di tangan mereka sudah ada berkas pernyataan resmi jika keduanya merupakan suami-istri. Di jari manis Lily pun terdapat cincin yang tampak indah—yang entah kapan Lucas beli.

Lily masih linglung dengan apa yang baru saja terjadi. Dia berjalan mengikuti lucas dengan pikiran kosong.

“Sebentar, ibu saya telepon.” Perkataan Lucas menarik Lily pada kewarasan.

“Ma, aku sudah menikah. Baru saja. Aku serius. Istriku namanya Lily. Aku mau bawa dia ke apartemenku.”

Lily bisa mendengar teriakan orang yang bicara di balik sambungan telepon. Dia meringis saat Lucas menjauhkan ponsel dari telinga.

“Oke, aku akan bawa pulang sekarang juga.” Lucas mematikan sambungan telepon dan memasukkan ponselnya lagi ke saku celana.

“Mas Lucas benar-benar nggak kasih tahu keluarga, ya?”

“Laki-laki dewasa bebas menikah tanpa izin orang tua,” sahut Lucas. “Kita pulang ke rumah orang tuaku dulu.”

Lily mengangguk. “Aku istri Mas Lucas sekarang. Aku nurut apa pun ucapan Mas.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status