Febri sebenarnya cukup terkejut dengan permintaan Rayan tersebut.Rayan Antara yang dia kenal bukanlah seseorang yang memilih untuk melakukan hal-hal tidak penting seperti mengurusi kehidupan orang lain. Tetapi, ketika dia teringat cerita dari Miko mengenai kehidupan bosnya tersebut sebagai menantu laki-laki yang dihina dan direndahkan oleh keluarga dari istrinya, dia pun dengan mudah bisa memahami apa yang sedang dilakukan oleh Rayan.Dia pun dengan cepat menganggukkan kepalanya, “Baik, Pak. Lalu, apalagi yang ingin Anda perintahkan?” “Untuk saat ini tidak ada. Kamu … bisa bersantai sampai nanti jam makan siang,” kata Rayan.Febri mengangguk dengan patuh lalu dia pun segera keluar dari ruangan kerja sang pimpinan. Dia berkeliling di sekitar area dalam toko buku itu dan bertemu dengan beberapa karyawan. Ada 10 karyawan yang bekerja di tempat itu dan semuanya adalah merupakan mahasiswa.Mereka bekerja secara bergantian dan datang ke tokoh tersebut dengan waktu yang tidak pasti. Aw
Dikarenakan Febri yang terdiam dan terlihat berpikir cukup serius itu, Adila malah menjadi semakin ingin tahu.Bahkan, Ria pun dengan begitu beraninya menanggapi, “Apa jangan-jangan gara-gara mantan kekasih Pak Rayan yang masih belum terima ya? Itu si Bu ….”Dia tidak bisa melanjutkan ucapannya itu karena secara tiba-tiba dia melihat bosnya yang sedang mereka bicarakan itu hadir di ruang istirahat dengan tatapan datarnya yang seperti biasa. Adila yang juga menyadari kehadiran rakyat pun hanya bisa menelan ludah dengan gugup.Sementara Febri hanya terlihat sedikit merasa bersalah tapi dia tidak terlihat takut sama sekali. Haduh, gawat! Kenapa sih ini mulut pakai ngomongin itu segala? Ria membatin dan ingin sekali menampar mulutnya sendiri. Sedangkan Adila tidak berani berpikir apapun dan hanya menggigit bibirnya karena takut. Tetapi, ternyata Rayan sama sekali tidak mempermasalahkan masalah itu dan hanya berujar, “Febri, tolong ikut saya sebentar!”Febri dengan segera mengangguk da
Rayan tanpa ragu mengangguk dan berkata, “Saya pilihkan menunya dulu dan kamu atur pengirimannya ya?” “Baik, Pak,” jawab Febri dengan patuh. Miko yang mendengar percakapan itu pun ikut tersenyum dan merasa bila perhatian Rayan terhadap Kirana sangatlah besar. Ketika Rayan sudah memilihkan menu yang mungkin akan disukai oleh istrinya itu, Febri segera menghubungi pihak restoran milik bosnya itu untuk segera menyiapkan makanan itu dan mengirimkan ke minimarket tersebut. “Wah! Bu Kirana pasti seneng banget karena benar-benar diperhatikan oleh Bapak,” goda Miko yang seketika membuat Rayan terkekeh. “Ini biasa aja kok, Pak. Saya hanya ingin istri saya bisa makan tanpa harus pergi ke sekitar tempat minimarketnya,” kata Rayan.Lebih lanjut dia berkata, “Biar nggak terlalu capek.”Febri tersenyum mendengarkan jawaban itu dan ikut menanggapi, “Alhamdulillah, Pak Rayan sangat perhatian sekali dan saya yakin Bu Kirana pasti tidak akan capek kok, Pak.”Rayan hanya menggelengkan kepalanya saa
Rayan benar-benar tidak mengerti bagaimana mantan kekasihnya itu masih begitu dengan percaya diri merasa paling dicintai olehnya. Padahal sudah berulang kali dia jelaskan bila dia tidak memiliki sedikitpun perasaan kepada wanita itu dan bahkan dulu dia pun juga tidak yakin dia pernah memiliki rasa cinta untuk Queen.Mungkin kala itu dia hanya ingin menjalin hubungan dengan seseorang tanpa terlalu memikirkan bagaimana masalah ke depannya sehingga ketika dia putus dengan Queen pun sama sekali tidak membawa pengaruh buruk pada dirinya.Bahkan, Rayan kemudian mendengar Queen berkata, “Rayan, sudahlah. Berhentilah bersandiwara lagi!”Miko dan Febri yang berdiri sedikit agak jauh dari dua orang itu pun segera datang mendekat.Mereka tentu saja tak ingin terjadi keributan di tengah jalan yang mana biasanya Queen paling suka mendramatisir keadaan.Rayan yang melihat dua orang pegawainya itu telah berada tak jauh darinya itupun kemudian berkata, “Nggak ada sandiwara yang sedang saya mainkan Q
Sebenarnya Queen terlihat enggan untuk menjawab ataupun membalas ucapan pegawai yang menurutnya tidak penting itu. Namun, di saat dia melihat ekspresi Rayan yang kaku dan dingin itu dia pun tahu bila jika dia tidak menjawab ucapan itu, Rayan pasti akan jauh lebih marah kepadanya. Maka, dengan begitu sangat terpaksa Dia berkata, “Ya gimana mau percaya kalau nyatanya walaupun semua orang itu sepertinya tahu tentang pernikahan kamu, Yan. Bahkan, keluargamu yang bilang tentang pernikahanmu itu tetap saja … buktinya nggak ada.”Gadis itu tertawa kecil dan seolah benar-benar tidak mempercayai sedikitpun penjelasan Rayan ataupun Febri. Sambil membenarkan rambutnya yang saat ini diwarnai menjadi coklat muda itu dia berkata lagi, “Walaupun tidak diumumkan secara resmi mengenai identitas asli dari istri kamu itu, bukankah seharusnya paling tidak ada foto atau keterangan kecil tentang siapa namanya atau asal-usulnya walaupun hanya berupa inisial.” Queen mengangkat bahunya seolah menghina bet
“Bukanlah. Kalau itu tentang istrinya pasti Pak Rayan nggak akan terlihat aneh kayak begitu.”“Aneh kayak gimana sih maksudnya?” Widuri, salah seorang chef yang cukup lama bekerja di restoran itu ikut bertanya dengan ekspresi bingung. Seorang temannya yang juga merupakan chef di bagian pastry itu pun menanggapi, “Aneh kayak marah terus menahan kesal tapi juga bingung. Aku yakin banget ini nggak ada hubungannya sama istrinya karena menurut aku Pak Rayan itu nggak mungkin bisa kesal sama istrinya yang baik itu.”Miko manggut-manggut dan setuju dengan ucapan dua chef itu.Miko pun juga akhirnya menjelaskan, “Ini memang bukan tentang istrinya Pak Rayan. Anda juga semuanya tahu kalau tadi aja Pak Raya minta disiapkan makanan untuk dikirimkan ke minimarket tempat istrinya bekerja.”Seorang pelayan laki-laki yang masih muda pun bertepuk tangan, “Benar. Tadi … Pak Rayan mintanya juga makanan paling disukai oleh istrinya dan harus dikirim cepat ke sana. Ya kalau melihat bagaimana romantisnya
Ditanyai tentang hal yang begitu sangat penting itu pun segera membuat Febri ikut berpikir serius dan dia pun juga ingin membantu sang pimpinan. “Kirana … apa menurutmu istri saya akan marah karena saya sudah menyembunyikan semuanya dari dia?” Rayan bertanya ketika Febri bahkan belum menyarankan satu jalan keluar untuknya. Febri mengangkat wajahnya dan menjawab dengan nada yang terdengar begitu sangat hati-hati, “Pak, Anda menyembunyikan identitas Anda dan begitu banyak hal lainnya dari Bu Kirana karena memang Anda harus melakukannya. Anda melakukan itu bukan semata-mata ingin membohongi beliau.”Pemuda itu berhenti sejenak dan melanjutkan, “Anda memiliki alasan yang sangat kuat untuk melakukan itu dan saya sangat yakin sekali bila Bu Kirana tidak akan mungkin marah terhadap Anda.”Rayan tidak yakin dan walaupun dirinya telah mengetahui bagaimana kelembutan hati istrinya tersebut, dia berpikir bila tidak ada orang yang suka dibohongi. Tetapi, apa yang dikatakan Febri juga merupakan
Kirana menoleh ke arah wanita yang sedang berbicara itu.“Serin,” ucap Kirana tak terdengar marah ataupun kesal. Tetapi, Mita yang kemudian malah berbicara, “Ih, Mbak. Apaan sih ngomong kayak gitu?”“Lho, yang aku omongin itu memang bener kok. Suaminya Mbak Kirana cuman tukang sol sepatu biasa. Ya kan, Mbak?” Serin bertanya dengan ekspresi mengejek ke arah Kirana. Mita hendak menjawab ucapan itu tetapi Kirana mendahuluinya dengan berkata, “Memang bener kok. Suami saya memang berprofesi sebagai seorang tukang sol sepatu yang pekerjaannya memperbaiki sepatu-sepatu orang yang rusak.”Mita terdiam tapi tidak menampilkan ekspresi terkejut atau kaget. Sementara Serin kembali lagi berbicara, “Tuh, denger. Aku nggak bohong dan memang cuman jadi tukang sol sepatu aja. Ya … ganteng sih oke tapi nggak akan ada gunanya kalau kerjanya cuman kerja rendahan kayak gitu.”Kirana membelakan mata sementara Mita menatap kaget dengan apa yang Serin ucapkan.“Heh, kalau ngomong tuh berhati-hati bisa ngg
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,