Betapa terkejutnya Rayan ketika dia melihat istrinya sedang berbicara dengan ibu tirinya. Pria muda itu langsung berdiri, “Sejak kapan ….”“Kok saya bisa nggak tahu kalau-”“Lumayan agak lama, Mas. Udah, cepatlah ke sana!” potong Mita cepat karena dia begitu sangat khawatir dengan Kirana. Rayan mendesah pelan. Dia hampir saja bertanya pada Mita dan juga Debby tentang alasan Kirana bisa hanya berdua saja mengobrol dengan Dini.Tetapi, Debby yang seolah bisa membaca gerakan mata Rayan pun langsung menjawab, “Ya awalnya sudah kami cegah tadi. Tapi … istrimu sendiri yang katanya mau berbicara dengan ibu tiri kamu itu.”“Iya, Mas. Mbak Kirana pasti nggak enak banget kalau menolak, ini tuh … ibu tiri kamu aja yang kurang kerjaan sampai mau mengobrol sama Mbak Kirana,” jelas Mita.Akbar sontak menjadi merasa bersalah karena akibat dirinya yang tadi mengobrol dengan sangat asyik bersama dengan Rayan, dia sampai melupakan bahwa seharusnya kakak sepupunya mempunyai itu mengawasi istrinya.“Sa
Dini terlihat tidak menggubris perkataan Rayan dan malah kembali berbicara dengan Kirana seolah dia tidak mendengar ucapan Rayan, “Kamu … sekarang bisa lihat sendiri kan siapa yang paling egois di sini? Dan siapa yang sebenarnya salah?”Rayan mengerutkan dahi dan menatap penuh kebingungan ke arah istri ayahnya itu. Tetapi, sebelum dia sempat berkomentar lagi, Dini sudah memilih untuk meninggalkan area itu dan bergabung dengan suaminya.Rayan tentu saja semakin heran dan langsung menoleh ke arah istrinya yang menatapnya dengan tatapan aneh. Rayan seketika curiga, “Kirana, apa yang dia bicarakan dengan kamu?”Kirana menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis kepada suaminya. Rayan semakin cemas karena tidak biasanya istrinya itu tidak mau menjawab pertanyaannya. “Kamu yakin dia nggak bicara apapun?”“Maksud saya … dia pasti membicarakan sesuatu. Tidak mungkin dia berbicara dengan kamu tanpa tujuan. Bicara sama saya, Sayang! Sebenarnya apa yang dia katakan sama kamu? Apa dia … membi
Sungguh tatapan itu terasa begitu sangat menyakitkan untuk Rayan. Dan baru kali itu dia melihat istrinya seolah-olah terluka dengan apa yang dia lakukan. Rayan tidak tahu lagi harus bagaimana, tetapi yang dia tahu dia ingin sekali langsung memeluk istrinya itu. Benar saja tangan besarnya memeluk istrinya lalu dia sambil berkata, “Maafkan saya. Saya janji ini yang terakhir kalinya saya bersikap seperti ini. Maafkan saya, Kirana.”Kirana tentu saja tidak mungkin tidak memaafkan suaminya dan dia pun membalas pelukan itu tanpa rasa canggung.“Sudah ya Mas. Aku juga minta maaf karena tadi nggak langsung jawab dan mungkin bikin kamu jadi berpikir yang tidak-tidak. Tapi sungguh … apapun yang dikatakan oleh ibu tiri kamu itu, tidak akan aku terlalu pikirkan. Aku diam dan mendengarkan dia bukan karena percaya terhadap semua yang dia katakan. Namun, ….”Kirana menghentikan perkataannya sebentar karena dia ingin melepas pelukan suaminya itu setelah sadar mereka berdua masih berada di ruang ma
Akbar menertawakan kakaknya tetapi cepat-cepat berhenti karena tidak ingin sang kakak berubah menjadi singa yang marah. Dia lalu berkata, “Itu dia begitu karena dia itu pewaris tunggal hotel itu. Ya gimana lagi. Orang tuanya juga pasti berpikir kalau pewaris tunggal mereka harus dijaga dengan baik, makanya mereka selalu bertanya kemanapun dia pergi.”Debby tidak percaya ternyata adiknya setuju dengan cara seperti itu. Gadis muda yang berusia sama dengan Rayan dan hanya berbeda bulan tersebut menanggapi, “Ya tapi nggak seekstrem itu juga. Kamu bayangin aja kita lagi makan dan itu baru aja beberapa menit, tapi … orang tuanya sudah menelepon dia dan bertanya macam-macam. Mana bisa orang kayak gitu mandiri?”Akbar ketawa kecil dan kali ini tidak lagi membela orang yang dimaksud. Sedangkan Mita tiba-tiba berkata, “Aku … maunya sih ketemu pria kayak Mas Rayan.”Debby mengernyitkan dahi saat mendengarnya, “Apa bagusnya si Rayan?”Akbar tahu kakaknya itu meskipun kerap bertengkar dengan R
Tetapi, kali ini Akbar yang kemudian membalas, “Menurut aku, apa yang dilakukan oleh Mas Rayan itu justru paling bisa diterima. Yah … aku tahu ini bukan sinetron yang mana biasanya seorang laki-laki mengetes seorang wanita apakah wanita itu mau menerima dirinya yang miskin.”Kini Debby memasang telinganya baik-baik untuk menjelaskan opini Akbar.Mita juga ikut tertarik mendengar penjelasan Akbar karena menurutnya sudut pandang laki-laki pasti bisa jauh lebih pas dengan Rayan. “Maksud aku, Mas Rayan pasti mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk mengejar Mbak Kirana. Aku yakin dia juga pasti ingin mendapatkan seorang istri yang menerimanya tanpa melihat hartanya. Mbak Kirana bisa menerima Mas Rayan walaupun telah membohonginya juga pasti bisa melihat ketulusan Mas Rayan. Oleh sebab itu, sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Mas Rayan ataupun penerimaan Mbak Kirana masih sangat masuk akal,” jelas Akbar panjang lebar.Debby tentu saja masih tidak setuju dengan pendapat terseb
Dini langsung tersinggung. Meskipun yang bertanya tersebut adalah putranya sendiri, dia tetap tidak suka bila caranya dianggap salah sehingga wanita itu pun langsung meletakkan piring makannya di atas meja. Arik menelan ludah dan sadar bila ibunya sudah pasti sedang marah terhadapnya. Tetapi, dia tidak bisa mundur begitu saja karena misinya harus benar-benar terlaksana dan tidak boleh ada kesalahan di dalamnya.Jika sampai ada kesalahan, dia bukannya akan mendapatkan sesuatu dari keluarga Antara justru masalah yang akan dia hadapi. Maka, walaupun ibunya marah terhadapnya dia hanya mencoba untuk tetap fokus terhadap misinya. “Ma, kita nggak bisa sembarangan. Makanya Arik tanya sama mama, apa yang sebenarnya tadi Mama katakan pada Kirana?” Arik bertanya dengan nada yang jauh lebih halus seakan mencoba untuk membuat ibunya menjadi jauh lebih tenang. Sesuai dugaan Arik, Dini pun melembut dan melunak seakan dia juga sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan yang membuat rencana putra
Bersamaan dengan Arik yang sedang memikirkan masalah untuk menghancurkan Rayan, saudara tirinya itu, Farid, sang ayah tiri sedang berbicara dengan ibunya. “Kamu tetap melanjutkan pernikahan kamu dengan wanita itu?” Lastri bertanya pada putra sulungnya. Farid menoleh kepada ibunya dan kemudian menjawab, “Aku tahu, Ma Dini memang memiliki banyak sekali kekurangan, tapi … Percayalah sebenarnya dia itu adalah wanita yang baik.”Mendengar ucapan putranya itu Lastri malah tertawa pelan. Raji, sang suami yang duduk di kursi roda di sampingnya hanya bisa terdiam seraya tetap mendengarkan percakapan istri dan putranya. Farid pun juga langsung tahu bahwa ibunya tidak setuju dengan perkataannya. “Wanita yang baik tidak akan mungkin masuk ke dalam rumah tangga orang lain,” kata Lastri.“Ma ….”Lastri mendengus, “Kamu pikir Mama nggak tahu? Wanita itu sudah hadir di kehidupan kamu sebelum Nuril meninggal.”Farid tersentak kaget karena dia mengira tidak ada orang yang tahu mengenai masalah itu
“Ya Tuhan, Farid. Mengapa kamu begitu sangat bodoh?” Lastri berkata dengan ada jengkel pada putranya. Farid terdiam.Dikarenakan Lastri tidak mau putranya itu semakin tidak tahu caranya bagaimana mengontrol keluarganya, wanita tua itu pun berkata, “Sudah terlalu jelas semuanya. Kamu juga pasti tahu bagaimana Arik dan istri baru kamu itu mencoba untuk menjatuhkan Rayan di depan semua orang.”“Tidak perlu untuk menyelidiki apapun untuk tahu bahwa Arik sangat iri pada putra kandungmu itu, sedangkan Dini tentu saja ingin putranya yang jauh lebih diakui dibandingkan dengan Rayan,” tambah Lastri.Farid mengernyitkan dahi saat mendengar ucapan ibunya, “Tapi sebelumnya aku sudah bilang pada mereka kalau Rayan tetap akan menjadi prioritas utamaku. Makanya aku selalu membela Rayan dibandingkan dengan Arik.”Lastri menggelengkan kepalanya dan sadar bila putranya memang sangat bodoh. “Ya karena itulah keinginan anak tiri dan istri kamu itu semakin besar. Mereka berdua pasti tidak rela dengan ap
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,