Sesungguhnya Kirana merasa aneh ketika dia tahu suaminya ingin mengajaknya ke arah lain. Padahal Rayan belum memperkenalkan dirinya pada ibu tirinya. Tetapi, dia sama saya tidak menyangka bila nada ibu tiri Rayan terdengar begitu tersinggung atau lebih tepatnya kesal karena seolah-olah tidak dianggap oleh Rayan.Kirana menelan ludah ketika Rayan berhenti berjalan lalu menoleh ke arah wanita yang berdandan sedikit agak lebih mencolok dibandingkan dengan dua wanita lain di ruangan itu.Namun, sebelum Rayan sempat membuka mulutnya, Kirana mendengar sang nenek Rayan berkata, “Farid, kenapa kamu nggak bisa atur istri kamu?”Kirana hampir saja melongo tapi dia merasa beruntung bisa menahan diri walaupun saat itu dirinya begitu sangat terkejut. “Maaf, Bu,” kata Farid yang kemudian melirik istrinya seolah menyuruhnya untuk diam.Tapi, Dini, sang ibu tiri Rayan itu menggelengkan kepalanya, “Mas, kamu mau biarin hal ini terjadi terus? Kamu mau biarin anak kamu itu nggak anggap aku walaupun a
Kirana ternyata juga langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Rupanya suara itu berasal dari seorang pria muda yang Kirana tebak seusia dengan Rayan. Mungkin pria muda itu adalah saudara tiri Rayan yang disebut-sebut oleh Mita.“Kenapa, Yan? Nggak mau kasih tahu kami soal latar belakang keluarga dari istri kamu ini?” Arik lanjut berkata sembari tersenyum miring. Namun, bukan Rayan yang menjawab ucapan Arik tetapi justru Lastri, “Kenapa jadi kamu yang bertanya pada Rayan?”Arik yang seketika tersenyum itu langsung menoleh ke arah Lastri dengan tatapan takut-takut, “Nek, memang sudah seharusnya Rayan cerita tentang asal-usul istrinya ini. Kita ini … bukan keluarga sembarangan, kita keluarga-”“Tunggu dulu! Kenapa jadi kamu yang seolah-olah merasa menjadi bagian keluarga Antara?” potong seorang pria muda yang bergerak dari arah belakang dari sepasang suami istri yang belum diperkenalkan oleh Rayan kepada Kirana. Pria muda itu juga terlihat sepantaran dengan Rayan apapun Arik, tapi
Seakan memang ingin mendukung anaknya, Dini juga ikut menambahkan, “Kayanya bukan berasal dari keluarga konglomerat Solo. Soalnya … saya sama sekali nggak mendengar ada kabar seorang putri konglomerat menikah dengan salah satu pewaris bisnis dari keluarga konglomerat juga.”Tentu saja hal itu membuat Arik semakin senang.Sedangkan, ayah Rayan, Farid sedikit terganggu dengan perkataan anak tiri dan istrinya itu. Dia bahkan kemudian berujar pelan sembari menatap ke arah putranya dan juga menantu perempuannya, “Rayan, Kirana ….”Dia berhenti sejenak lalu menoleh ke arah Arik dan Dini yang terlihat memang seolah bersekongkol menjatuhkan Rayan dan juga istrinya.“Kalian berdua tidak dengar apa yang dikatakan oleh Mama? Arik … nenek kamu sudah mengatakan kalau semuanya tidak terlalu mempermasalahkan masalah Kirana. Kamu … sebagai kakak Rayan seharusnya tidak menyulitkan dia,” kata Farid.“Tapi, Pa-”“Diam, Arik!” potong Farid yang benar-benar sudah tidak mau lagi mendengar apapun yang diuc
Rayan tentu saja luar biasa kaget mendengar perkataan istrinya itu tetapi ketika dia menatap istrinya dengan tatapan lurus-lurus, dia pun yakin bila istrinya telah mempersiapkan diri.Dikarenakan hal itu, Rayan menganggukkan kepalanya dan memberi izin pada Kirana untuk melakukan hal yang diinginkannya. Kirana balas mengangguk dengan mantap dan kemudian berkata, “Mohon maaf yang sebelumnya karena saya semuanya menjadi agak tidak nyaman.”Lastri tersenyum mendengar permohonan maaf yang sangat tulus dari Kirana itu. Sementara Mita malah terlihat begitu gugup melihat Kirana yang mengambil alih tugas menjelaskan semuanya. Ih, Mas Rayan gimana sih? Kok bukan dia aja sih yang jelasin? Mita menggerutu dalam hati sembari menatap agak kesal pada kakak sepupunya.“Kehadiran saya pasti membuat keluarga ini sangat terkejut dan kaget. Tapi … sungguh sebenarnya sayalah yang paling terkejut ketika hari ini saya baru mengetahui semua hal tentang suami saya,” kata Kirana yang seketika membuat bebera
“Tetapi, Mas Rayan berhasil meyakinkan saya untuk menikah dengannya.”Kirana tersenyum pada suaminya yang menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang. Kirana melanjutkan, “Singkat cerita kami akhirnya menikah secara resmi dan menjalani rumah tangga kami.”“Pada saat itu saya sudah benar-benar menerima profesi suami saya dan berniat untuk bersama-sama membangun perekonomian keluarga kami.”Para orang tua di ruang keluarga itu terlihat menatap Kirana dengan tatapan penuh takjub tetapi tidak berkomentar apapun.Sedangkan, Kirana masih berkata, “Mas Rayan membuat saya penasaran karena semua hal yang dia lakukan. Maksud saya … dia bisa mendapatkan uang dengan jumlah yang sangat besar yang rasa-rasanya tidak mungkin bisa didapatkan oleh seseorang dengan profesi sebagai seorang tukang sol sepatu.”Kirana kemudian bercerita lebih lanjut mengenai apa saja yang mereka alami dan menceritakannya secara detail. Wanita itu tidak menutup-nutupi rasa bingungnya dan juga rasa penasarannya di hadapa
Debby memberikan tatapan ke arah adiknya itu seolah adiknya itu bodoh.Gadis muda itu bahkan menepuk jidatnya karena kesal adiknya tidak mengerti ucapannya yang menurutnya sangat sederhana. “Bar, sekarang kamu pikir aja ya. Ada cowok asing yang tiba-tiba saja datang terus mau nikahin si cewek. Nah … tapi si cewek ini sama sekali nggak tahu tentang si cowok sama sekali. Yang dia tahu cuman cowok itu kenal sama tantenya.”Debby menjelaskan sembari menggigit giginya untuk menahan rasa kesalnya pada sang adik. Meskipun sangat kesal, dia tetap berkata, “Ya memangnya nggak takut kalau ternyata si cowok itu udah punya istri atau … jangan-jangan si cowok itu mantan narapidana atau buronan atau profesi-profesi mengerikan lainnya?”“Terus … ngakunya itu cuma tukang sol sepatu tapi duitnya banyak. Ya … secara dipikir-pikirkan itu aneh banget. Masa iya dia sama sekali nggak curiga, malah percaya gitu aja sama si cowok sih?” kata Debby sembari menatap Kirana dengan tatapan aneh.Namun, Mita yang
“Hm, ini kamar saya, Sayang,” kata Rayan yang kemudian membukakan pintu kamar itu untuk sang istri. Kirana memasuki area kamar itu dengan rasa begitu penuh haru karena akhirnya dia akan mengetahui kehidupan suaminya sebelum mereka bertemu. Saat dia mulai menjelajah kamar itu, dia pun mulai benar-benar mengenal suaminya. Dia tidak menduga bila isi kamar Rayan ternyata tidak terlalu banyak. Kamar itu lebih banyak dipenuhi oleh berbagai koleksi buku serta miniatur-miniatur yang ternyata merupakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Rayan.Dari miniatur-miniatur tersebut Kirana pun akhirnya mengetahui jumlah usaha yang dimiliki oleh sang suami. Kirana tidak bisa tidak terkagum-kagum dengan kemampuan suaminya dalam hal berbisnis. Selain itu, ternyata kamar itu tidak memiliki perabotan yang cukup banyak dan hal itu membuat Kirana cukup penasaran. “Aku baru tahu kalau ternyata kamar orang kaya itu minimalis,” kata Kirana.Rayan terkekeh mendengarnya, “Yang kamu maksud itu furnitur
Rayan yang memang tidak ingin menyimpan rahasia apapun dari istrinya itu pun menjawab, “Iya, Kirana. Saya pernah tinggal di Perancis selama beberapa tahun dan baru kembali ke Indonesia kurang lebih 3 tahun.”Kirana tentu saja semakin ingin tahu lebih banyak tentang sang suami sehingga dia kembali bertanya, “Kamu ke sana untuk kuliah atau gimana, Mas?”“Ya, Sayang. Untuk kuliah,” jawab Rayan.Tetapi Rayan tidak menunggu Kirana bertanya lagi dan segera bercerita jauh lebih banyak mengenai kehidupannya di Eropa. Ternyata Rayan tidak hanya berkuliah saja di benua yang jaraknya sangat jauh tersebut, namun juga sempat membangun beberapa bisnis di tempat itu. Meskipun bisnis yang dia bangun tidak terlalu besar, Kirana tidak bisa menahan rasa kagumnya pada sang suami. Sungguh Kirana tidak mengira bahwa ternyata Rayan memiliki perjuangan hidup yang tinggi. Selain bercerita tentang kehidupannya di Eropa, Rayan juga bercerita tentang kehidupannya setelah pulang ke Indonesia.Di samping itu,
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,