“Hm, ini kamar saya, Sayang,” kata Rayan yang kemudian membukakan pintu kamar itu untuk sang istri. Kirana memasuki area kamar itu dengan rasa begitu penuh haru karena akhirnya dia akan mengetahui kehidupan suaminya sebelum mereka bertemu. Saat dia mulai menjelajah kamar itu, dia pun mulai benar-benar mengenal suaminya. Dia tidak menduga bila isi kamar Rayan ternyata tidak terlalu banyak. Kamar itu lebih banyak dipenuhi oleh berbagai koleksi buku serta miniatur-miniatur yang ternyata merupakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Rayan.Dari miniatur-miniatur tersebut Kirana pun akhirnya mengetahui jumlah usaha yang dimiliki oleh sang suami. Kirana tidak bisa tidak terkagum-kagum dengan kemampuan suaminya dalam hal berbisnis. Selain itu, ternyata kamar itu tidak memiliki perabotan yang cukup banyak dan hal itu membuat Kirana cukup penasaran. “Aku baru tahu kalau ternyata kamar orang kaya itu minimalis,” kata Kirana.Rayan terkekeh mendengarnya, “Yang kamu maksud itu furnitur
Rayan yang memang tidak ingin menyimpan rahasia apapun dari istrinya itu pun menjawab, “Iya, Kirana. Saya pernah tinggal di Perancis selama beberapa tahun dan baru kembali ke Indonesia kurang lebih 3 tahun.”Kirana tentu saja semakin ingin tahu lebih banyak tentang sang suami sehingga dia kembali bertanya, “Kamu ke sana untuk kuliah atau gimana, Mas?”“Ya, Sayang. Untuk kuliah,” jawab Rayan.Tetapi Rayan tidak menunggu Kirana bertanya lagi dan segera bercerita jauh lebih banyak mengenai kehidupannya di Eropa. Ternyata Rayan tidak hanya berkuliah saja di benua yang jaraknya sangat jauh tersebut, namun juga sempat membangun beberapa bisnis di tempat itu. Meskipun bisnis yang dia bangun tidak terlalu besar, Kirana tidak bisa menahan rasa kagumnya pada sang suami. Sungguh Kirana tidak mengira bahwa ternyata Rayan memiliki perjuangan hidup yang tinggi. Selain bercerita tentang kehidupannya di Eropa, Rayan juga bercerita tentang kehidupannya setelah pulang ke Indonesia.Di samping itu,
“Ya Allah, Sayang. Kalau dia itu nggak anggap kamu sebagai seorang teman, dia tidak mungkin membela kamu di depan semua orang,” kata Rayan.Rayan menjelaskan dengan tatapan hangat sehingga penjelasan Rayan itu membuat Kirana sontak langsung mengerti maksud sang suami.Kirana seketika merasa begitu sangat bersalah karena telah meragukan Mita yang sangat baik kepadanya. Dia juga teringat bagaimana Mita membelanya dulu ketika mereka masih bekerja di minimarket yang sama.Bahkan, tidak hanya membela Kirana, dia juga selalu ada untuknya.Wanita cantik itu pun mendesah pelan seakan masa bersalahnya mulai menguat.Sementara itu, Rayan kembali menjelaskan, “Jangan khawatir! Kamu bisa langsung berbincang-bincang dengan dia nanti setelah acara makan malam.”Berbicara mengenai acara makan malam yang diselenggarakan oleh keluarga Antara di rumah mewah itu, Kirana menjadi ingin bertanya jauh lebih banyak. Rayan seolah tahu bilang istrinya akan bertanya kepadanya pun malah membuka lebar-lebar kes
Rayan sontak tersenyum samar kepada Kirana sebelum dia memberikan jawaban, “Iya, benar.”Kirana tentu saja semakin bingung dan menanggapi, “Bukannya pekerjaan semacam ini seperti menata-nata ruang atau dekorasi lalu membangun bangunan itu pekerjaan seorang arsitek atau desainer interior?”Rayan menganggukan kepalanya setuju atas ucapan istrinya, “Sekali lagi apa yang kamu katakan itu memang benar, Sayang.”Kirana terdiam di saat dia melihat bagaimana suaminya menatap ke arah taman indah itu sembari terlihat seolah sedang memikirkan sesuatu.Wanita itu tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh suaminya tapi dia seolah bisa menebak bahwa Rayan yang sedang memikirkan sesuatu yang cukup penting.Dia pun tidak menyuruh Rayan untuk menjelaskan lebih lanjut dan hanya menunggu. Tiba-tiba saja Rayan berkata, “Akbar memang memiliki cita-cita sebagai seorang desain interior dan dia sangat suka juga dengan arsitektur. Bahkan, dulu dia berpikir untuk melanjutkan studi di bidang itu saat dia belu
“Debby hampir mirip dengan saya. Dia … suka dengan bisnis kecantikan dan dia bercita-cita menjadi seorang penata rias. Tapi … tentu saja cita-cita itu ditentang oleh keluarga besar kami.”Rayan tertawa miris saat dirinya teringat akan masa-masa Debby yang kala itu juga sempat menolak keinginan keluarga besarnya.Rayan menggelengkan kepalanya dan melanjutkan, “Ya bayangkan saja. Mana mungkin seorang anggota keluarga Antara yang bisnisnya terkenal menjadi salah satu perusahaan terbesar di provinsi Jawa Tengah, tapi malah memutuskan untuk menjadi seorang penata rias?”“Tentu saja keluarga besar kami langsung menentangnya. Debby sempat pergi dari rumah karena tidak ingin berkuliah di luar negeri seperti keinginan nenek dan kakek.”Saat lumayan kembali teringat akan masa-masa sulit saudara sepupunya itu dia pun menjadi agak sedih. Rayan menoleh ke arah istrinya dan melanjutkan, “Namun, kepergian Debi tidak membuat keluarga kami memberi izin pada dia untuk kuliah di jurusan itu. Justru kak
Karena tidak mendapatkan jawaban dari mereka berdua, Dini langsung saja tersinggung, “Apa-apaan ini! Kalian berdua nggak mau menjawab pertanyaan saya?”Rayan mendesah pelan seolah berusaha keras untuk menahan dirinya agar dia tidak marah. Pria muda itu pun kemudian berujar, “Bukan saya tidak mau menjawab, tapi-”“Tapi apa?” potong Dini yang seakan tidak sabar menunggu perkataan Rayan.Rayan menahan dirinya agar tidak terpancing sehingga dia tetap menjelaskan, “Anda hanya bertanya tentang kenapa kami terdiam. Itu bukan pertanyaan yang penting.”“Oh, kalau begitu saya ganti pertanyaannya. Apa yang sedang kalian bicarakan?” Dini bertanya dengan menatap ke arah putra dirinya itu dengan tatapan benci. Kirana tiba-tiba saja khawatir bila akan terjadi pertengkaran di antara keduanya.Sebab dia merasa bila keduanya memang sangat tidak cocok.Dia memang belum mengetahui masalah yang sebenarnya, tetapi menurutnya keduanya saling tidak suka dan seolah tidak ingin terlibat lebih jauh. Sayangny
“Mama tenang aja, aku udah siapkan kok. Tapi … kita harus bersabar terlebih dulu,” kata Arik.Ah, sesungguhnya Dini sudah tidak sabar melihat putra tirinya yang begitu sangat sombong itu segera angkat kaki dari keluarga itu.Meskipun dirinya juga tahu apabila Rayan pergi dari rumah itu, Arik belum tentu menjadi pengganti Rayan dan tidak mungkin menjadi seorang pewaris menggantikan Rayan.Akan tetapi, setidaknya putranya akan jauh lebih leluasa untuk mengambil lebih banyak keuntungan dari keluarga Antara. Hanya saja sepertinya dia memang harus begitu sangat bersabar menanti hari itu. Sebab dia juga tahu saat ini semua anggota keluarga Antara begitu memuja Rayan.“Baiklah, tapi jangan lama-lama, Arik! Mama tidak sabar melihat anak sombong itu menderita,” ucap Dini.Arik mengangguk dan dia pun juga yakin rencananya nanti akan berjalan sesuai dengan keinginannya. Arik lalu mengajak ibunya untuk masuk ke dalam ruang makan yang ternyata sudah dipenuhi oleh anggota keluarga Antara yang lai
Arik sadar bila ibunya sedang kebingungan tetapi dia dengan begitu sangat sabar menjelaskan, “Ma, kalau kita ingin menyingkirkan musuh kita, kita harus mengenal musuh kita terlebih dulu agar kita bisa memutuskan langkah yang tepat untuk membuatnya terusir.”Dini mengerutkan kening saat mendengarkan penjelasan putranya. Namun, tidak lama kemudian wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya seakan tidak setuju dengan ide dari Arik. “Mama nggak bisa bersandiwara dengan berpura-pura suka sama wanita itu. Astaga! Arik … bagaimana mungkin kamu meminta Mama untuk melakukan hal itu?”Belum-belum Dini sudah merasa sangat ngeri membayangkan bagaimana dia harus berinteraksi dengan istri dari putra tirinya itu. Arik mendesah pelan, “Ini demi tujuan kita, Ma. Kalau Mama nggak mau mendekati dia, kita nggak akan bisa tahu tentang kelemahan wanita itu. Sedangkan Mama sekarang juga tahu kalau Kirana adalah kelemahan terbesar Rayan. Jadi … salah satu jalan untuk menjatuhkan saudara tiri aku itu ya
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,